Senin 02 Nov 2015 18:00 WIB

Haruskah Bantuan Keuangan Untuk Partai Naik?

Red:

Tanpa menunggu kepastian naiknya bantuan keuangan bagi partai politik dari negara, PDI Perjuangan langsung bergerak. Mereka membuka Rekening Gotong Royong yang diperuntukkan bagi kader dan simpatisannya menyumbang uang bagi keberlangsungan kegiatan partai. Diharapkan, rekening tersebut mampu mengumpulkan dana dalam jumlah signifikan untuk menunjang kerja partai, baik operasional maupun program pendidikan politik bagi masyarakat.

Pada Juni lalu wacana perlu dinaikkan atau tidaknya bantuan dana dari pemerintah bagi parpol mencuat dan menimbulkan pro-kontra. Pihak yang resisten dengan dinaikkannya anggaran bantuan adalah yang melihat pada soal hilangnya kepercayaan publik kepada parpol. Selama ini parpol tercitrakan sebagai lembaga korup akibat ulah sejumlah politikus yang terseret kasus korupsi proyek-proyek pemerintah.

Sebaliknya, pihak yang setuju anggaran bantuan kepada parpol dinaikkan melihat bahwasannya parpol menjadi korup karena harus mencari uang halal yang banyak untuk menghidupi kegiatannya yang memerlukan dana besar. Sementara, uang yang halal susah didapat karena anggota partai maupun masyarakat sudah tidak percaya kepada parpol akibat ulah segelintir politikusya yang terlibat skandal korupsi.

Survei yang dilakukan oleh Political Communication Institute (Polcomm In stitute) pada 20 Januari 2014 sampai 3 Februari 2014 silam, menemukan mayoritas publik tidak memercayai parpol. Publik yang tidak percaya parpol sebesar 58,2 persen. Yang menyatakan percaya 26,3 persen, dan menyatakan tidak tahu sebesar 15,5 persen.

Direktur Eksekutif Polcomm Institute Heri Budianto kepada pers di Jakarta, Ahad (9/2/2014), mengatakan terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap parpol. Pertama, banyaknya kader parpol yang terjerat kasus korupsi. Kedua, konflik internal partai yang muncul di publik. Ketiga, adanya pelanggaran etika yang dilakukan kader parpol.

Berdasarkan UU, sumber pendanaan parpol berasal dari iuran anggota, sumbangan pribadi dan sumbangan institusi, serta bantuan dari pemerintah. Walaupun krisis kepercayaan terhadap parpol masih besar, namun upaya-upaya untuk memperoleh dana dari iuran anggota dan masyarakat simpatisan perlu terus digenjot. Ini agar parpol bisa mandiri dan tidak didominasi oleh sedikit elite ekonomi yang memiliki uang banyak.

Oleh karenanya parpol harus bisa mengubah diri dan tidak lagi terjerat kasuskasus korupsi agar kepercayaan publik hadir kembali. Sayangnya, di saat publik berharap parpol bisa memperbaiki dirinya dengan tidak terlibat kasus-kasus korupsi, pada tahun pertama DPR hasil Pemilu 2014 sudah tiga anggota Dewan yang terseret kasus rasuah.

Dirasakan terbilang kecil, Mendagri Tjahjo Kumolo pada Juni lalu mengusulkan kenaikan sepuluh hingga dua puluh kali lipat dana bantuan parpol dari pemerintah. Namun, Karena banyak kalangan menolak usulan tersebut –tidak demikian halnya kalangan parpol, Presiden Joko Widodo tidak menyetujui usulan itu. Akhirnya Mendagri pun tidak melanjutkan usulannya tersebut.

Haruskah dana bantuan parpol dari negara dinaikkan? Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam rilisnya pada 12 Maret 2015 menyebutkan, jumlah bantuan keuangan parpol sebesar Rp 108 per suara selama ini dianggap terlalu kecil oleh kalangan parpol. Bantuan itu lebih banyak merepotkan secara administrasi daripada pemanfaatnya untuk kegiatan partai politik, khususnya pendidikan politik.

Namun, besar kecilnya kebutuhan partai politik per tahun tidak pernah diketahui, karena partai politik tidak pernah terbuka dalam soal ini. Berdasarkan penelitian Perludem dan Kemitraan pada 2010, partai menengah sebesar PAN mengeluarkan dana sekitar Rp 51,2 miliar per tahun. Dengan PAN menerima bantuan keuangan Rp 677 juta per tahun, maka nilai bantuan itu sesungguhnya hanya 1,32 persen dari total kebutuhan PAN per tahun.

Lantaran jumlah bantuan keuangan parpol terlalu kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan parpol per tahun, Perludem memandang bantuan keuangan parpol dari negara perlu dinaikkan. Lantas, jika hendak dinaikkan, jumlahnya berapa? Bagaimana menghitungnya? Dalam rangka menentukan berapa kenaikan bantuan keuangan partai politik, terlebih dahulu harus disepakati komposisi keuangan partai politik. Sebagaimana diatur dalam UU No 2/2008 junto UU No 2/2011 terdapat tiga sumber keuangan partai politik: iuran anggota, sumbangan individu dan badan usaha, serta bantuan negara.

Sebagai kebijakan pertama, Perludem mengusulkan agar bantuan keuangan negara kepada partai politik maksimal 30 persen dari total kebutuhan parpol per tahun. Namun, kenaikkan bantuan negara sebesar itu tidak bisa dilakukan sekaligus. Pertama, partai politik secara teknis administrasi belum siap mengelola dana bantuan yang tiba-tiba membesar berkali-kali lipat. Kedua, ketidaksiapan pengelolaan itu pada akhirnya bisa menjerumuskan kader-kader partai politik pada penyalahgunaan dana dan korupsi.

Oleh karena itu demi menunggu kesiapan partai politik menerima dana bantuan keuangan yang lebih besar, maka kenaikan bantuan keuangan sebaiknya dilakukan secara bertahap. Kenaikan mulai lima persen pada 2015, kemudian dinaikkan lagi lima persen setiap tahun hingga 2019 mencapai 30 persen.

Perludem juga mengusulkan pengubahan rumus untuk menentukan nilai bantuan per suara. Sebagaimana diatur di dalam PP No 5/2009 junto PP No 83/2012, nilai bantuan per suara ditentukan dengan rumus berikut ini: besaran bantuan per suara peraih kursi DPR/DPRD ditentukan oleh besaran bantuan APBN/APBD periode sebelumnya dibagi perolehan suara partai politik yang memperoleh kursi DPR/DPRD periode sebelumnya.

Menurut Perludem, formula yang terkesan sangat "matematis" ini sebetulnya bermasalah. Mengaitkan harga per suara periode saat ini dengan harga per kursi periode sebelumnya, tidak logis karena konversi suara dengan kursi tidak selalu berbanding lurus. Jika harga 1 kursi adalah 100 suara, ma ka Partai Politik A yang memiliki 145 sua ra, bisa sama-sama mendapatkan 1 kursi dengan Partai Politik B yang hanya memiliki 51 suara.

Oleh karena itu, ketika undangundang menetapkan besaran bantuan ditetapkan berdasarkan perolehan suara, maka tidak perlu lagi dikaitkan dengan harga kursi, apalagi harga kursi periode sebelumnya. Dalam pandangan Perludem, penetapan harga per suara lebih baik dikaitkan dengan satuan-satuan perhitungan ekonomi yang sudah lazim, sehingga bisa diterima dengan na lar umum. Di beberapa negara penetapan harga suara menggunakan upah minimal se bagai tolok ukur. Karena upah minimal itu bi sa berubah setiap tahun dan berbeda di se ti ap daerah, maka harga suara juga bisa ber u bah setiap tahun dan berbeda di setiap daerah.

Misalnya ditetapkan harga suara adalah X% dari upah minimal di daerah yang bersangkutan. Kalau suatu daerah upah minimalnya lebih tinggi daripada daerah lain, kecenderungannya anggaran daerah tersebut juga lebih besar daripada anggaran daerah lain. Dengan demikian harga suara setiap daerah berbeda-beda sesuai dengan besaran upah minimal yang biasanya juga mencerminkan juga besaran anggaran daerah masing-masing.

Dorong iuran anggota

Berbeda, Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan mengatakan, parpol harus didorong untuk memaksimalkan iuran anggotanya di samping mendapatkan anggaran negara.

"Selama ini iuran anggota partai politik tidak maksimal. Hanya berasal dari kader yang menjadi ke pala daerah atau anggota legislatif. Seharus nya, anggota lain juga ditarik iuran," kata nya seperti dikutip Antara (12/3/2015).

Ade mengatakan, selama ini pendanaan parpol berasal dari tiga sumber, yaitu iuran anggota, subsidi dari negara, dan sumbangan pihak ketiga. Namun, parpol hingga saat ini masih enggan terbuka kepada pub lik mengenai keuangannya apalagi untuk diaudit.

ICW setuju anggaran negara yang dialokasikan untuk partai memang perlu dinaikkan, tetapi bukan sebesar Rp 1 triliun per tahun untuk setiap partai sebagaimana pernah diwacanakan. "Dengan kondisi partai dan anggota DPR yang belum memuaskan, tidak tepat kalau kenaikkannya sebesar itu.

Apalagi, pemerintah saat ini sedang gencar memotong subsidi untuk rakyat," tutur Ade. Saat ini partai telah mendapatkan dana dari APBN yang disesuaikan dengan perolehan suara dalam pemilu dengan nilai Rp108 per suara. Menurut Ade, nilai tersebut terlalu kecil untuk keperluan partai.

Idealnya partai politik mendapatkan anggaran dari APBN Rp1.000 untuk setiap suara yang diperoleh dalam pemilu. Namun, ada prasyarat yang harus dilakukan oleh partai politik yaitu memperbaiki tata kelola dan perencanaan anggarannya dan terbuka kepada publik. ¦

Ketentuan Bantuan Keuangan Dalam Undang-Undang Partai Politik

-Kriteria Penerima Partai politik yang mempunyai kursi di DPR/DPRD Partai politik yang mempunyai kursi di DPR/DPRD

-Metode Penetapan Jumlah Secara proporsional berdasarkan Secara proporsional berdasarkan jumlah perolehan suara jumlah perolehan suara

-Peruntukan Pendidikan politik dan operasional sekretariat Diprioritaskan untuk pendidikan politik

-Laporan Menyampaikan laporan pertang-gungjawaban Menyampaikan laporan pertang-gungjawaban kepada BPK untuk diaudit kepada pemerintah setelah diperiksa BPK kepada pemerintah setelah diperiksa BPK

-Sanksi Ketaatan Penghentian bantuan sampai Penghentian bantuan sampai

-Penyampaian Laporan laporan diterima pemerintah laporan diterima pemerintah

-Pertanggungjawaban

-Pengaturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Sumber: UU No. 2/2008, UU No. 2/2011/rilis perludem 12 maret 2015

Ketentuan Bantuan Keuangan Dalam Peraturan Pemerintah

Penetapan Besaran Besaran bantuan per suara peraih kursi DPR/DPRD ditentukan idem oleh besaran bantuan APBN/APBD periode sebelumnya dibagi perolehan suara partai politik yg memperoleh kursi DPR/DPRD periode sebelumnya

Peruntukan Bantuan keuangan untuk penunjang kegiatan pendidikan politik dan operasional sekretariat; Bantuan Keuangan kepada partai politik digunakan untuk

Kegiatan pendidikan politik berkaitan dg peningkatan kesadaran bermasyarakat, berbangsa melaksanakan pendidikan politik bagi anggota partai dan bernegara, peningkatan partisipasi politik, peningkatan kemandirian, kedewasaan, politik dan masyarakat paling sedikit 60%. dan pembangunan karakter bangsa; Kegiatan operasional sekretariat meliputi administrasi umum, berlangganan daya dan jasa, pemeliharaan data dan arsip, dan pemeliharaan peralatan kantor

Laporan Pertang-gungjawaban Laporan penggunaan bantuan keuangan partai politik nasional diserahkan ke menteri dalam Partai politik wajib menyampaikan laporan negeri setelah diperiksa BPK; Laporan penggunaan bantuan keuangan partai politik pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran provinsi diserahkan ke gubernur setelah diperiksa oleh BPK; Laporan penggunaan bantuan keuangan yang bersumber dari APBN/APBD bantuan keuangan partai politik kabupaten/kota diserahkan ke bupati/walikota kepada BPK secara berkala 1 tahun sekali untuk diperiksa setelah diperiksa BPK paling lambat 1 bulan setelah tahun anggaran berakhir

Sanksi atas Ketidaktaatan Penghentian bantuan keuangan dari APBN/APBD sampai laporan diterima dalam Idem Penyampaian Laporan tahun anggaran berkenaan. Pertanggungjawaban Sumber: PP No. 5/2009, PP No 83/2012/rilis perludem 12 maret 2015

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement