Jumat 24 Oct 2014 18:00 WIB

Mengukur Pembinaan Daerah Melalui PON

Red:

Suka atau tidak, pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) harus mendapat per hatian serius. Dari ajang inilah kita bi sa mengukur sejauh mana dae rahdae rah telah melakukan pembinaan at let-atletnya untuk berprestasi di ting kat nasional. Dalam empat tahun ter akhir apakah mereka mampu me la hirkan atlet-atlet baru yang berba kat atau hanya stagnan seperti se belumnya.

Semestinya terjadi peningkatan prestasi dari satu pelaksanaan PON ke PON berikutnya. Hal ini untuk me ngukur sebuah daerah sukses atau tidak dalam melakukan pembinaan prestasi olahraga. Namun, tak jarang pula daerah mengambil jalan pintas dengan "membajak" atlet dari dae rah lain yang memiliki potensi mere but medali emas. Demi nama harum daerahnya, ada saja kepala daerah yang berani "mem bayar" atlet berprestasi de ngan harga tinggi asal mau pindah dari domisili lamanya. Modus lainnya adalah de ngan menjanjikan memberi pekerjaan kepada sang atlet yang dibajak.

Daerah-daerah yang melakukan pembajakan atlet tersebut mungkin berhasil dalam upaya mendongkrak perolehan medali –terutama emas— bagi daerahnya. Namun, di sisi lain mereka sebenarnya tidak melakukan apa-apa dalam ikut membantu pem bangunan keolahragaan nasional. Jalan instan yang diambil dengan membajak atlet yang sudah jadi, me nunjukkan daerah tersebut se be narnya gagal dalam melakukan pem binaan. Di sisi lain, aksi pem bajakan tersebut merugikan daerah asal si atlet yang sudah bercucuran ke ringat dan darah dalam me lahir kan atlet berprestasi tersebut.

Seharusnya, daerah-daerah jus tru menjadi pemasok atlet-atlet ber bakat dan berprestasi untuk selanju nya dibina di tingkat nasional. Sebab, para pembina di daerahlah yang sebe narnya paling tahu potensi yang dimiliki oleh atlet-atlet daerahnya ma sing-masing. Di sinilah akan ter lihat adanya pola kesinambungan pem binaan olahraga mulai dari ting kat bawah menuju ke puncaknya yak ni masuk ke dalam atlet binaan nasional.

Sebagai negara kepulauan de ngan penduduk mencapai 240-an juta, pastilah Indonesia memiliki bibit-bibit muda yang berbakat dan bisa dipoles lagi untuk menjadi atlet kelas dunia. Namun, hal itu tak bisa sepenuhnya dipantau oleh indukinduk organisasi olahraga di tingkat pusat. Nah, peran daerah amat di perlukan dalam menemukan bibitbi bit atlet yang memiliki talenta tinggi itu. Tak salah bila PON menjadi tolok ukur keber hasilan daerah dalam mem bangun prestasi olahraga nasional.

Masih Pulau Jawa

Baru empat daerah yang mampu menjadi juara umum PON yakni DKI (11 kali), Jawa Barat (3 kali), Jawa Ti mur (2 kali), dan Jawa Tengah (sekali). Hal ini membuktikan bahwa sukses pem binaan atlet berprestasi masih ber kutat di Pulau Jawa. Harus diakui infrastruktur olahraga yang memadai memang terkonsentrasi di kota-kota besar di Jawa terutama di Jakarta. Tak he ran bila kemudian DKI Jakarta men jadi peraih gelar juara umum terbanyak.

Banyak daerah terkendala dana dalam membangun sarana dan pra sarana olahraga. Akibatya, daerahdaerah di luar Jawa tidak mampu maksimal melakukan pembinaan atlet-atlet berprestasi. Seharusnya ini menjadi perhatian pemerintah juga untuk mengalokasikan dana pembangunan infrastruktur olahraga di daerah-daerah melalui APBN.

Sudah saatnya daerah-daerah di luar Jawa mendapat kesempatan me miliki infrastruktur olahraga bertaraf in ternasional. Ini sekaligus sebagai pe merataan pembangunan olahraga nasional. Tanpa ada infra struktur olah raga yang baik, mana mungkin bisa menghasilkan atletatlet berprestasi.

Dalam tiga penyelenggaraan terakhir PON berlangsung di luar Jawa yakni di Palembang (2004) dan Samarinda (2008), dan di Provinsi Riau (2012). Ini tentu menjadi kabar baik bagi upaya menghadirkan in frastruktur olahraga yang memadai di daerah-daerah. Termasuk bagi Pro vinsi Jawa Barat yang akan men jadi tuan rumah PON 2016. Se moga saja. ¦ nurul s hamami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement