Senin 18 Jan 2016 16:00 WIB

Pasar Sukuk Indonesia Menjanjikan

Red:

JAKARTA--Dengan outlook yang lebih bagus di antara negara-negara berkembang, termasuk Malaysia, sukuk Indonesia dinilai masih akan laku. Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menuturkan, sama seperti obligasi, sukuk global Indonesia juga turut terpengaruh ekonomi global, seperti kenaikan suku bunga the Federal Reserve, penurunan harga minyak, dan pelemahan ekonomi Cina. Pengaruhnya terutama pada permintaan dan imbal hasil. Naiknya Fed Rate akan membuat investor meminta imbal hasil lebih tinggi. Faktor itu akan kembali ke peringkat negara.

Andry mengatakan, selama ini pengelolaan fiskal Indonesia bagus. Di antara negara-negara berkembang dan dibandingkan Malaysia, outlook Indonesia lebih bagus. "Sehingga, seharusnya permintaan sukuk global Indonesia masih akan bagus dan mampu diserap pasar," kata Andry di Jakarta, pekan lalu.

Apabila ekonomi AS mulai pulih, Andry melanjutkan, penerbitan surat utang bisa dialihkan ke sana mengingat permintaan di AS kemungkinan membaik dibandingkan ke Timur Tengah yang pendapatannya sedang turun akibat tekanan harga minyak. Pun demikian dengan sukuk domestik. Andry menilai, sukuk domestik masih bagus. Apalagi, dengan didukung turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia.

Dari rencana penerbitan surat utang sebesar Rp 532,4 triliun pada 2016, sebanyak 24 persennya atau Rp 130 triliun bersumber dari surat utang syariah (sukuk). Dari total sukuk Rp 130 triliun tersebut, sebanyak 20 sampai 30 persennya berupa sukuk valuta asing. Tahun lalu, target penerbitan sukuk sebesar Rp 110 triliun. Khusus sukuk berbasis proyek (PBS), pemerintah menargetkan volume hingga Rp 13,67 triliun pada 2016. Pada 2015, volume PBS mencapai Rp 7,1 triliun.

CIMB Group Holdings Berhad Malaysia memprediksi volume terbitan sukuk tahun ini akan mencapai 40 miliar dolar AS atau naik dari 34,5 miliar dolar AS pada 2015. Prediksi ini masih lebih rendah dari catatan pada 2012 sebesar 50,1 miliar dolar AS. Investasi dan belanja infastruktur akan memegang kendali penerbitan sukuk tahun ini.

Sepanjang 2015, volume sukuk negara-negara kawasan Teluk sudah turun 33 persen menjadi 9,9 miliar dolar AS. Angka itu merupakan yang terendah sejak 2011. Perlambatan ekonomi, menurut RHB Investment Bank Berhad, tampak akan menjadi beban modal dunia usaha dan investasi mereka. Calon penerbit sukuk juga harus berhadapan dengan biaya yang lebih tinggi setelah the Federal Reserve menaikkan suku bunga acuannya. Bahkan, the Fed memberi sinyal sukuk bunga masih bisa kembali dinaikkan.

Analis PT Danareksa Sekuritas Yudistira Slamet mengatakan, pemain utama pasar sukuk global, seperti Malaysia dan negara-negara kawasan Teluk (GCC), diprediksi akan mengalami penurunan penerbitan sukuk. Dengan itu, Indonesia berpeluang lebih besar mengambil alih posisi mereka meski tidak dalam jumlah sangat besar.

Menurut Yudistira, di Malaysia, sukuk jadi yang dominan, sementara di Indonesia, sukuk masih minor. Saat terbitan sukuk Malaysia dikurangi, ada ruang yang bisa diambil alih Indonesia di pasar sukuk global.

Apalagi, kata dia, segala surat utang yang diterbitkan Pemerintah Indonesia di pasar global selalu ramai peminat dan laku. Peminat sukuk juga banyak dan tidak hanya dari negara-negara Timur Tengah, tapi juga negara-negara Barat dan Asia.

"Mereka juga butuh mendiversifikasi portofolionya," kata Yudistira.

Sukuk Indonesia, terutama sukuk pemerintah, dipengaruhi minat investor. Sempat ada keengganan investor asing terhadap sukuk pemerintah karena saat pencatatan, penerbitnya bukan negara, melainkan satu entitas yang didirikan negara. Namun, belakangan, hal itu diubah dan diharapkan bisa memicu minat investor.

Jika penerbitan sukuk Malaysia diprediksi turun, Yudistira melihat Indonesia tidak seperti Malaysia. Dengan kondisi tersebut, ditambah kebutuhan dalam negeri, Indonesia mungkin bisa menerbitkan sukuk jangka panjang (10 tahun). "Meskipun diiringi permintaan kenaikan imbal hasil," ujar Yudistira.

Untuk sukuk korporasi, pengaruhnya ada pada pasokan dan permintaan. Permintaannya masih ada, hanya belum diimbangi pasokan karena aturan yang masih ketat. Misalnya, untuk perusahaan pembiayaan. "Mereka tidak boleh lagi menerbitkan sukuk untuk pembiayaan nonsyariah. Padahal, sebelumnya sempat dibolehkan," ujar Yudistira.ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement