Rabu 13 Jan 2016 15:00 WIB

Satu per Satu Hilang Diduga karena Gafatar

Red:

YOGYAKARTA - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan pemeriksaan awal terhadap dr Rica Trihandayani. Rica, dokter asal Lampung itu, dinyatakan hilang sejak 30 Desember 2015 dan baru ditemukan di Kalimantan pada Senin (11/1).

Berdasarkan keterangan awal Rica, kepergiannya dari rumah karena bergabung dengan ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Bersama Gafatar, ia dan rekan-rekannya hendak membangun peradaban baru yang dianggapnya diridhai Allah SWT.

''Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, diketahui bahwa Rica bergabung dengan Gafatar sejak kuliah di Yogyakarta,'' kata Kapolda DIY Brigjen Erwin Triwanto, Selasa (12/1). Organisasi ini, tambah dia, sasarannya memang anak muda, mapan, kaum intelektual, dan mahasiswa.

Erwin memaparkan, saat menikah dengan Aditya Akbar Wicaksono, juga kuliah di Yogyakarta, Rica berhenti dari Gafatar. Sebab, saat itu mereka bermukim di Lampung. Namun, saat Aditya kembali kuliah di Yogyakarta, Rica bergabung lagi dengan Gafatar.

Rangkaian peristiwa ini bermula pada 29 Desember ketika Rica dan anaknya yang datang dari Lampung ke Yogyakarta menjenguk Aditya yang tengah mengambil spesialisasi ortopedi di RSUP Dr Sardjito. Aditya tinggal di kawasan Maguwoharjo, Sleman, DIY.

Di sana, Rica dan anaknya sempat menginap. Keesokan harinya, saat bertugas di rumah sakit, Aditya mendapat kabar istri dan anaknya tidak berada di rumah. Dia mencoba menghubungi sang istri, tapi tak berhasil.

Sepasang suami-istri yang juga sepupu Aditya disebut telah menjemput Rica dan anaknya dari rumah di Maguwoharjo. Setelah itu, anak dan istrinya malah menghilang dan tak bisa dihubungi lagi.

Kepala Divisi Humas Polri Irjan Anton Charliyan menyatakan, Rica bersama putranya ditemukan pada Senin (11/1) pagi di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Rica diamankan saat akan check in di Bandara Iskandar pada pukul 06.20 WIB.

Dengan dikawal polisi, Rica diterbangkan dari Kalimantan ke Semarang dan mendarat di Bandara Ahmad Yani. Rica kemudian ia dibawa ke Yogyakarta. Bersama Rica, ikut diamankan dua orang lainnya berinisial E dan V. Keduanya diduga merupakan orang yang merekrut Rica.

Anton menyatakan, dua orang itu masih diperiksa polisi. Saat ini, jelas dia, polisi masih belum mengetahui pasti motif E dan V dalam merekrut dan membawa pergi Rica serta tiga warga asal Boyolali berinisal E, N, dan M.

Sementara itu, polisi juga masih memeriksa sepasang suami istri yang merupakan sepupu Aditya, suami Rica, yang diduga telah menjemput Rica dan anaknya sebelum dinyatakan hilang. ''Keterangan mereka masih berubah-ubah, banyak keterangan yang diragukan.''

Menurut Anton, Gafatar mengandalkan prinsip kasih sayang dan antikekerasan untuk menarik minat masyarakat. ''Ini kedok mereka.'' Tak hanya itu, Gafatar juga menawarkan keringanan dalam melaksanakan ibadah.

Ini menarik bagi mereka yang enggan beribadah sesuai dengan syariat Islam. ''Agama dipermudah. Bagi yang enggak ingin ribet, maka ini sangat menarik. Di Gafatar, seorang Muslim enggak perlu shalat dan puasa," kata Anton.

Orang hilang

Setelah Rica ditemukan di Kalimantan, laporan orang hilang yang masuk ke Polda Polda DIY terus bertambah. Kepala Bidang Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti menyampaikan, ada enam laporan orang hilang yang masuk ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).

Berdasarkan laporan yang masuk, total jumlah orang hilang sebanyak 16 orang. Pada Senin malam, ada satu laporan yang menyatakan tujuh orang hilang. Kemarin, masuk lagi lima laporan berisi berita bahwa sebanyak sembilan orang hilang.

Selain Rica, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Surabaya bernama Faradina Ilma (25) juga diduga bergabung dengan Gafatar. Warga asal Semarang ini tinggal di rumah kost, Jalan Kebon Sari Manunggal, Jambangan, Nomor 14, Kota Surabaya.

Awalnya, Faradina berpamitan kepada teman-teman satu kost-nya. Namun, ia tak memberi tahu apa rencana dan tujuan kepergiannya. Faradina pergi dari kost-nya pada 23 November 2015. Dia pun meninggalkan semua barang-barang dan kelengkapan kerjanya.

Sehari sebelum pergi, Faradina sempat meminta izin kepada instansi tempatnya bertugas dengan alasan sakit dan berencana untuk pulang ke Semarang. Namun, kenyataannya Faradina tidak pulang ke Semarang. Ia justru menyurati keluarganya.

Melalui surat tersebut, Faradina menyatakan pamit kepada orang tuanya. Kendati demikian, dalam kalimat terakhir di surat, Faradina mengatakan kepergiannya tidak ada hubungannya sama sekali dengan Gafatar.

Namun, apa yang disampaikan Faradina dalam surat berbeda dengan keterangan Kapolsek Jambangan, Surabaya, Kompol Denny Yulianto. Ia menyatakan, sebelum Faradina pergi, tempat kost-nya beberapa kali didatangi laki-laki yang mengaku bernama Eko.

Laki-laki ini kerap mengajak Faradina dan teman-temannya berdiskusi tentang banyak hal, termasuk mendalami Gafatar. ''Setelah kami melakukan penyelidikan, ada temannya, Eko, yang sering mengajaknya mengetahui tentang Gafatar,'' kata Denny, kemarin.

Hingga kini, Polsek Jambangan berkoordinasi dengan Polrestabes Surabaya dan Polda Jawa Timur menyelidiki soal raibnya Faradina. Pencarian sosok Eko juga dilakukan karena merupakan kunci dari hilangnya Faradina.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan sudah menerima laporan soal adanya ormas Gafatar yang dinilai sesat. Ia telah menelusuri hal itu dan masih mendalami pergerakannya.

Luhut juga mengakui bahwa Gafatar merupakan ormas yang aneh. Gafatar sendiri sudah ada sejak 2012. Namun, dari hasil deteksi sejauh ini, pergerakan mereka tidak termasuk kategori ormas kasar dan radikal, tetapi merupakan ormas damai. "Soal kaitannya dengan orang hilang, kita masih telusuri lagi pergerakan ormasnya," ujar Luhut, di Kemenkopolhukam, Selasa (12/1).

Ia mengimbau masyarakarat yang mencium adanya ormas mencurigakan untuk segera melaporkannya ke pihak berwajib. Di sisi lain, Luhut meminta Polri bekerja efektif untuk mendeteksi gerakan yang bisa mengancam nasionalisme.

Jadi tersangka

Kemarin, Polda DIY menetapkan Eko Purnomo dan Veni Ori Nanda sebagai tersangka penculikan dr Rica Trihandayani. Eko dan Veni diketahui merupakan pengikut Gafatar. Hal itu disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Kombes Hudit Wahyudi.

Menurut Hudit, keduanya aktif dalam Gafatar sejak menjadi mahasiswa. Hal yang sama juga terjadi pada Rica, tetapi Rica berhenti mengikuti gerakan tersebut sejak lulus kuliah dan menikah. Eko dan Veni aktif di Gafatar bersama sejumlah dokter di Kartasura.

Hudit menyatakan, penyebaran ajaran Gafatar dilakukan melalui orang-orang terdekat, biasanya masih dalam lingkungan keluarga atau memiliki hubungan kekerabatan. Kini Eko dan Veni ditahan untuk menjalani proses penyidikan.

Kasubdit I Ditreskrimum Polda DIY AKBP Saragi menyampaikan, Eko dan Veni akan dikenai pasal hukuman berlapis, antara lain Pasal 328 KUHP mengenai penculikan dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara dan Pasal 332 KUHP tentang membawa lari orang dewasa dengan hukuman maksimal sembilan tahun penjara.

Berdasarkan keterangan yang telah dikumpulkan penyidik, meski tidak berada di bawah ancaman, selama perjalanan 10 hari lalu Rica tidak bisa menghubungi keluarganya serta berada di bawah kuasa Eko dan Veni. Kartu ATM milik Rica juga berada di tangan keduanya.

Saragi mengatakan, hingga saat ini kedua tersangka mengaku membawa Rica dengan tujuan mencari pekerjaan baru yang lebih baik. Namun, keterangan itu terbantahkan karena selama pergi mereka tak mendapat pekerjaan.

Ia menuturkan, pada 30 Desember 2015, rombongan Eko dan Veni terbang dari dari Bandara Adisutjipto Yogyakarta menuju Pontianak. Perjalanan dilanjutkan ke Mentawai Hilir, Kalimantan Barat. Mereka sempat tinggal di sana selama dua hari.

Namun, karena berita media yang menyebutkan lokasi mereka terdeteksi, akhirnya rombongan ini berpindah tempat. Mereka lalu tinggal selama dua hari di Pangkalan Banteng dan dua hari di Pangkalan Bun. Sepanjang perjalanan, mereka tinggal di hotel berbeda-beda.

Saragi mengemukakan, selama perjalanan tersebut semua anggota rombongan menggunakan dana pribadi masing-masing. Saat bertemu dibawa pulang kemarin, Rica tidak melakukan penolakan, bahkan ia dan suaminya sempat berpelukan ketika bertemu. n

n andrian saputra/rahmat fajar/intan pratiwi/antara ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement