Senin 05 Jan 2015 14:40 WIB

Jangan Paksakan Layanan Digital

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perbankan syariah diminta untuk tidak memaksakan diri menerapkan layanan keuangan digital (LKD). Selain karena harus minimal BUKU IV (bank dengan modal di atas Rp 30 triliun), LKD pun mensyaratkan adanya fasilitas teknologi yang memadai.

Usai Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas Syariah (DPS) X beberapa waktu lalu, Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ex-Officio Bank Indonesia, Halim Alamsyah, mengatakan bahwa Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) dan LKD tidak dipaksakan kepada bank yang belum siap karena adanya persyaratan dukungan teknologi.

Tujuan otoritas atas program ini, yaitu menjangkau masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan dengan biaya yang murah, aman, dan cepat. “Sehingga menurut saya, jangan dipaksakan jika memang belum siap karena nanti biayanya bisa mahal,” kata Halim.

Tapi untuk Laku Pandai, Halim mengungkapkan, sudah ada bank syariah yang menjalankan. Sarana dan teknologi untuk menerbitkan berbagai layanan yang menggunakan tabungan tanpa kehadiran fisik kantor bank ada yang sudah bisa dijalankan.

Produk Laku Pandai basisnya, yakni tabungan. Masyarakat harus memiliki tabungan dan baru bisa menggunakan Laku Pandai.

Selain itu, e-money (LKD) sudah ditambah fiturnya dengan layanan keuangan digital sehingga tidak hanya sebagai alat bayar, tapi juga transaksi lain, seperti transfer, dibutuhkan teknologi yang lebih maju.

“Dua produk ini bisa disatukan. Tapi karena syaratnya berbeda, LKD hanya bisa dilakukan bank BUKU IV karena butuh teknologi yang lebih maju. Karena bank syariah belum ada yang BUKU IV, belum bisa memberi layanan LKD, tapi bisa memberikan layanan Laku Pandai selama memenuhi kriteria OJK,” ujar Halim.

Ditanya mengenai peran lembaga keuangan mikro di desa-desa dalam Laku Pandai dan LKD, Halim mengatakan bahwa mereka bisa bergabung sebagai agen selama memenuhi syarat.

Dorongan spesifik agar lembaga keuangan mikro menjadi agen diakui Halim tidak ada. Adapun yang mengatur Laku Pandai, yaitu OJK, minimal untuk bank BUKU II (bank dengan modal Rp 1 triliun sampai kurang dari Rp 5 triliun).

Saat izin sudah keluar, bank akan menyusun SOP (prosedur standar operasi) sendiri seperti apa agen yang akan diajak bekerja sama. Selain itu, bank BUKU IV bisa mengeluarkan produk LKD dan Laku Pandai.

Dengan Laku Pandai dan LKD, kebiasaan masyarakat berganti kartu telepon seluler berusaha dihindari. Saat mereka meninggalkan kartu seluer lama dan berganti baru, akan menjadi rekam jejak.

“Nomor seluler ini penting sebagai rekam sejarah mereka kepada bank. Jika mereka berganti-ganti, bank tidak kenal dan  nasabah merugi,” kata Halim.

Semua data kebiasaan nomor seluler nasabah dikumpulkan dan dicek oleh otoritas. Ada metodologi sehingga nasabah pantas mendapat pembiayaan.

Sekretaris Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Ahmad K Permana mengungkapkan bahwa layanan keuangan tanpa kantor “isinya” teknologi. Maka, bagaimana akan melakukan layanan keuangan tanpa tanpa kantor jika teknologi tidak mengikuti?

Ia menambahkan, layanan keuangan tanpa kantor harus memungkinkan nasabah bisa bertransaksi tanpa harus pergi ke kantor cabang. “Saat ini, belum semua bank bisa mengimplementasikannya,” ujarnya.

Permana mengemukakan, jika bank akhirnya membatasi jumlah cabang, sisa layanan bisa dilengkapi dengan office channeling, virtual account, dan mobile banking. rep: fuji pratiwi ed: irwan kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement