Ahad 17 Jul 2016 20:08 WIB

Indrawan yang Berjuang untuk Hidup

Red: Firman

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Di atas balai-balai beralaskan kasur tipis, bocah laki-laki terbaring lemah. Indrawan, nama si bocah, akan genap berusia sembilan tahun pada Agustus. Selama itu pula, dia hanya bisa tergolek lemah di pembaringan. Indra wan diketahui menderita kelainan pada tulang belakangnya sejak berusia tiga bulan. Namun, karena keluarganya tidak mampu untuk melanjutkan peng obatan di Jakarta, kondisi Indrawan tidak membaik.

Ibunya meninggal saat Indrawan berusia empat tahun. Sementara, sang ayah raib entah ke mana sejak kelainan pada tulang belakang Indrawan diketahui. Indrawan, kini berjuang bertahan hidup bersama neneknya, Ramah (61), dan kakek tirinya, Abdurohim (65 tahun).

Di dalam rumah berukuran 7x9 meter di Kampung Katimaha, RT 01, RW 005, Dusun 3, No 21, Sukatani, Kabupaten Bekasi, Ramah menceritakan nasib Indrawan sambil berlinang air mata.

"Indrawan terlahir dengan normal. Namun, setelah tiga bulan, tidak ada perubahan pada tubuh Indrawan seperti layaknya bayi normal," kata Ramah menjelaskan.

Ketika itu, Ramah dan Saidah memeriksakan Indrawan ke puskesmas. Hal itu dilakukan karena Indrawan tidak meng alami pertumbuhan normal selayaknya bayi seusianya.

Seiring berjalannya waktu, kondisi Indra semakin memprihatinkan. Ia tidak bisa berbicara, duduk, bahkan berdiri, hanya bisa terbaring lemas di atas kasur dengan posisi kaki menyilang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Indonesia (PAOI) menunjukkan, jumlah penderita kelainan tulang belakang mencapai dua sampai tiga persen dari populasi penduduk Indonesia. Faktor genetik disinyalir menjadi penyebab utama terjadinya penyakit ini.

Sejumlah keluarga penderita kelainan tulang belakang tak dapat melakukan pengobatan terkait masalah biaya. Hal ini menjadi momok yang selalu meghantui sehingga tak jarang penderita kelainan tulang belakang tidak dapat hidup lama.

Seperti Indrawan yang kini hanya bisa tergolek lemah sambil menanti uluran tangan dermawan dan pemerintah setempat. Foto dan Teks: Raisan Al-Farisi ed: Yogi Ardhi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement