Sabtu 28 Nov 2015 17:05 WIB

Rusia Ancam Keluar Koalisi

Red: operator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID, KREMLIN--Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan menghentikan kerja sama dengan koalisi negara-negara yang memerangi kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Hal itu dinyatakan Putin terkait insiden penembakan pesawat tempur Rusia oleh militer Turki di perbatasan Turki-Suriah.

Putin menegaskan, selama ini Rusia siap untuk menjaga ker ja sama dengan kekuatan Barat dalam mengoordinasikan serangan melawan ISIS. Namun, Putin mengatakan, kesediaan itu bisa berubah jika tak ada kejelasan selepas insiden penembakan pesawat tempur Rusia.

The Guardianmelaporkan, berbicara setelah pembicaraan dengan Presiden Prancis Francois Hollande pada Jumat (27/11), Putin masih menyuarakan kemarahannya. Menurutnya, insiden penembakan tak dapat diterima. "Tak ada pengulangan seperti ini. Kalau tidak, kami tak membutuhkan kerja sama dengan siapa pun, koalisi apa pun, dan negara manapun," ujar Putin.

Pemimpin Rusia itu mengatakan, di bawah kesepakatan kerja sama yang dicapai dengan koalisi pimpinan AS, militer Rusia telah menyampaikan perincian rencana penerbangan dari pesawat yang ditembak jatuh tersebut. Namun, Putin menyayangkan insiden penembakan masih terjadi. "Apa mereka tidak mengontrol apa yang dilakukan sekutu mereka atau mereka mem bocorkan informasi ini di semua tempat?" kata Putin.

Rusia, menurut Putin, siap bekerja sama dengan kelompok lain dalam memerangi ISIS. Ia juga menegaskan pandangannya yang menyatakan Presiden Suriah Bashar al-Assad merupakan sekutu dalam memerangi terorisme. "Saya percaya nasib presiden Suriah di tangan rakyat Suriah," katanya. Putin menambahkan, tentara Suriah di darat merupakan sekutu alami melawan ISIS.

Di lain pihak, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Kamis (26/11) meradang dengan tudingan Rusia bahwa Turki menutup mata dan memanfaatkan penyelundupan serta penjualan minyak yang dilakukan ISIS melalui negaranya. Menurut Erdogan, klaim itu harus dibuktikan.

"Mereka yang mengklaim kami membeli minyak (ISIS) seperti ini harus membuktikan klaim mereka. Tak ada yang bisa memfitnah negara ini," ujar Erdogan. Erdogan justru menuduh Rusia dan pemerintah Bashar al-Assad yang menyokong persenjataan dan keuangan ISIS.

"Jika Anda mencari sumber persenjataan dan kekuatan keuangan (ISIS), tempat pertama yang dilihat adalah rezim (Assad) dan negara-negara yang bersekutu dengan Assad," ujar Erdogan.

Sebelumnya, Vladimir Putin dalam konferensi persnya di Kremlin mengulangi tuduhan terhadap Turki. Ia menyebut Tur ki menutup mata untuk aksi penyelundupan minyak oleh ISIS.

Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev pada Rabu (25/11) juga menuduh para pejabat Turki mendapat keuntungan dari penjualan minyak ISIS. Sementara, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, bukan rahasia lagi teroris menggunakan wilayah Turki.

Kementerian Pertahanan Rusia juga mengatakan, Moskow telah menghentikan semua kontak militer dengan Ankara. "Hari ini, semua kontak kerja sama telah dihentikan antara Kementerian Pertahanan Rusia dan Angkatan Bersenjata Turki," kata Juru Bicara Kementerian tersebut, Igor Konshenkov, Kamis (26/11).

Menteri Pertahanan Rusia Shergei Shoigu mengatakan, Presiden Vladimir Putin telah menginstruksikan penggelaran sistem rudal permukaan keudara S-400 di Pangkalan Udara Hmeimim di Suriah, tempat Ang katan Udara Rusia ditempatkan. Tujuannya ialah meningkatkan kemampuan pertahanan udara Rusia setelah ditembak jatuhnya pesawat tempur Rusia, Su-24, oleh Turki. Triumf S-400, sistem rudal antipesawat generasi baru, mampu menyerang sasaran udara dalam jarak sam pai 400 kilometer dengan rudal jarak menengah dan jauh. rep: Gita Amanda antara, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement