Rabu 14 Dec 2016 14:00 WIB

Yunahar Ilyas, Ketua PP Muhammadiyah: Tafsir At-Tanwir Diharapkan Responsif Umat

Red:

Apa yang melatarbelakangi Muhammadiyah meluncurkan Tafsir At-Tanwir?

Tafsir ini menjadi amanat Muktamar 1 Abad Muhammadiyah pada 2010 karena warga Muhammadiyah punya kebutuhan. Ada tafsir sebelumnya, baik bahasa Indonesia seperti Al-Azhar, Al-Misbah, dan tafsir tim Kemenag (Kementerian Agama), tafsir terjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, maupun tafsir berbahasa Arab. Meski begitu, warga Muhammadiyah tetap butuh tafsir yang berkemajuan.

Tafsir ini tetap menafsirkan Alquran dengan Alquran, hadis dengan hadis, dan pandangan sahabat dan tabiin. Tapi, juga dengan akal pikiran.

Bagaimana proses pembentukan Tafsir At-Tanwir ini?

Kami menggunakan tiga pendekatan, yakni bayani, burhani, dan irfani. Pendekatan bayani berangkat dari teks Alquran dan hadis. Pendekatan burhani untuk memperkaya uraian dengan pengetahuan dari berbagi ilmu. Pendekatan irfani yakni para mufasir yang terlibat adalah orang-orang yang wafa' dan jauh dari kepentingan dunia sehingga tidak ada tafsir pesanan. Jadi, ini benar-benar dengan ilmu dan kebersihan hati.

Kami juga diamanahi untuk tidak hanya mengulang tafsir yang ada, tapi ada hal baru yang responsif terhadap konteks saat ini dan menggerakkan dinamika umat dan persyarikatan Muhammadiyah serta meningkatkan etos ibadah, ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan.

Mengapa baru satu juz yang ditafsirkan?

Tafsir ini amanat Muktamar pada 2010 dan mulai direalisasikan pada 2014. Dua tahun itu sudah beberapa juz ditafsirkan, tapi satu juz dulu terbit karena dipublikasikan dulu di Suara Muhammadiyah. Saat ini, tim tafsir ada 15 orang. Tafsir ini direncanakan selesai dalam tujuh tahun.

Saat ini sudah sampai surah Ali Imran. Jilid I ini memuat tafsir al-Fatihah hingga al-Baqarah (ayat) 141. Jilid II akan terbit pada 2017 di Ambon, insya Allah. Jilid III sudah ada bahannya, tapi waktu pencetakannya belum ditentukan.

Semoga tim bisa menyelesaikan tugasnya. PP Muhammadiyah sangat mendukung. Pengurus sepakat, kalau untuk tarjih, dana tidak pernah dipikirkan. Berapa pun disiapkan dan semoga bisa lebih cepat dari tujuh tahun.

Ada saran seputar diksi dan bahasan tafsir diminta komprehensif, seperti menyentuh pula aspek politik Islam. Bagaimana?

Kalau dibilang belum sempurna bahasannya, itu karena pembatasan tafsir juga dibatasi sehingga tidak dibahas mendetail panjang lebar di satu ayat. Di ayat lain yang serupa akan dibahas lagi aspeknya.

Kalau diselesaikan detail di satu ayat, nanti tafsir ayat selanjutnya hanya pengulangan. Misalnya, ayat pertama tentang shalat. Begitu semua bahasan diulas di situ, pada ayat selanjutnya tidak ada lagi bahan bahasan. Karena kalau mau diuraikan sekarang, habis. Jadi bertahap. Harapannya tafsir ini diluncurkan kan agar dibaca dan diberi masukan.

Apa kesulitan dalam proses pembuatan tafsir ini?

Yang paling sulit itu menyelaraskan karena kan ada uraiannya yang ditulis singkat, satu lagi uraiannya panjang. Editor harus menggabungkan itu. Kan tidak bisa setelah uraian pendek tiba-tiba jadi panjang. Maka harus diselaraskan.

Sebelum ini pernah ada tafsir lain yang dimiliki Muhammadiyah?

Tafsir lengkap belum ada. Pernah ada Tafsir Hubungan Antar Agama, tapi kontroversial. Tafsir berurut belum ada. Yang ada, tafsir perorangan seperti Tafsir Sinar yang disusun berdasarkan ayat yang turun, jadi bukan tartib mushafi, tapi tartib nuzuli. Lalu, Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka itu tafsir utuh perorangan, juga Tafsir An-Nur.     Oleh Fuji Pratiwi, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement