Senin 15 Aug 2016 15:00 WIB

Indonesia dan Negara Kesejahteraan

Red:

Menciptakan kesejahteraan bagi semua warga adalah tugas pertama dan utama setiap pemerintahan. Ide dasar dari premis ini berangkat dari fakta bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mengelola semua sumber daya dalam perekonomian, untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyatnya.

Penciptaan kesejahteraan bagi semua memiliki banyak rasionalitas. Kesejahteraan mempromosikan efisiensi ekonomi melalui eksternalitas positif yang diciptakannya.

Kesejahteraan akan menurunkan kemiskinan, sebagai implikasi langsung dan terpenting dari terpenuhinya kebutuhan dasar setiap warga. Kesejahteraan juga mendorong kesamaan sosial dan menurunkan kesenjangan sosial.

Persamaan hak-hak ekonomi, politik, sosial-budaya, hingga kesamaan perlakuan di depan hukum, hanya dapat dipromosikan secara efektif dengan penciptaan kesejahteraan secara merata. Kesejahteraan pada gilirannya akan mempromosikan stabilitas sosial-politik, yaitu ketika semua warga negara sejahtera lahir dan batin, serta mendorong pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian dan kemartabatan.

Secara historis, penciptaan kesejahteraan bagi seluruh warga negara merupakan amanat perjuangan kemerdekaan. Para pendiri negeri ini telah menegaskan bahwa negara-bangsa bernama Indonesia dibentuk untuk mengupayakan terciptanya kemakmuran lahir dan batin bagi segenap penduduknya.

Konstitusi tegas mengamanatkan kesejahteraan sosial sebagai prioritas tertinggi kebijakan publik negeri ini. Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 menyatakan, perekonomian berdasarkan atas asas kekeluargaan atau persaudaraan (brotherhood), yang menjunjung kesejahteraan bersama sebagai tujuan utama, bukan persaingan individualisme (liberalism).

Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 memberi kewenangan penuh kepada negara untuk mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara, dan menguasai hajat hidup orang banyak. Dan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menegaskan bahwa penguasaan oleh negara ini ditujukan untuk kemakmuran bersama, bukan kemakmuran orang per orang.

Di Indonesia, berdasarkan UUD 1945, negara diharuskan menjamin sejumlah limited positive rights warga negara, seperti hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2), hak mendapat pendidikan (Pasal 31 ayat 1), serta fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (Pasal 34). Pasal 27 ayat 2 secara implisit menegaskan, kesejahteraan rakyat harus diawali dari pekerjaan yang layak melalui pendidikan.

Sedangkan Pasal 34 menekankan, filantropi negara harus dilakukan untuk mereka yang tidak mampu bekerja karena kefakiran, kemiskinan, dan keterlantaran. Dalam UUD 1945, yang telah diamandemen, hak sosial dan ekonomi warga negara yang harus dipenuhi negara semakin diperluas, menuju extensive positive rights.

Pada perubahan kedua UUD 1945 (2000), setiap warga negara berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28B ayat 1), berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, berhak mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28C ayat 1), berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak (Pasal 28D ayat 2), berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1), dan berhak atas jaminan sosial (Pasal 28H ayat 3).

Konstitusi menyiratkan bahwa pemberdayaan (empowerment) harus dilakukan negara untuk rakyat yang lemah menuju kemandirian (self-empowerment) dan kemartabatan (dignity). Pada perubahan keempat UUD 1945 (2002), negara dibebankan tugas untuk membiayai pendidikan dasar (Pasal 31 ayat 2), mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dalam APBN dan APBD (Pasal 31 ayat 4), mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat, dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu (Pasal 34 ayat 2), serta menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (Pasal 34 ayat 3).

Konstitusi secara jelas menginginkan terwujudnya negara kesejahteraan di Indonesia, di mana negara menganugerahkan hak sosial dan ekonomi secara luas kepada setiap warga negara. Dengan demikian, di Indonesia, negara bukanlah minimal state atau necessary evil, dan bahkan bukan pula sekadar enabling state yang hanya memodifikasi pasar seraya tetap memuja individualisme.

Di Indonesia, berdasarkan konstitusi, negara adalah development agents yang tidak hanya mendorong equality of opportunity, namun juga secara aktif berupaya menegakkan keadilan sosial (equality of outcome). Negara secara jelas diamanatkan untuk menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan orang per orang.

Implikasinya, negara berperan penting dalam penyediaan barang dan jasa publik (provider state) menuju unconditional welfare state, dengan kebijakan fiskal (keuangan negara) secara aktif menjalankan fungsi redistribusi pendapatan untuk keadilan sosial.

Empat pilar

Dengan melakukan tafsir ekonomi atas konstitusi, maka untuk kasus Indonesia, model welfare state berdasarkan UUD 1945 akan terdiri dari empat pilar utama, yaitu:

(i) Sistem jaminan sosial universal, sebagai backbone program kesejahteraan;

(ii) Pembangunan berbasiskan keunggulan sumber daya produktif perekonomian untuk pemenuhan hak-hak dasar warga negara, khususnya kesehatan dan pendidikan, sebagai penopang sistem jaminan sosial untuk mencapai efisiensi dan mencegah eskalasi biaya jaminan sosial, serta memfasilitasi tenaga kerja dengan keahlian yang dibutuhkan untuk masuk ke pasar tenaga kerja; penciptaan lapangan kerja secara luas sebagai titik tolak pembangunan, dan menyusun ulang perekonomian dalam rangka redistribusi aset dan alat produktif, dengan koperasi sebagai bentuk badan usaha yang paling dominan dalam perekonomian;

(iii) Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif, berkeadilan, dan berorientasi pada pemerataan (redistribution with growth), sebagai hasil redistribusi aset dan alat produksi, serta penguasaan produksi secara bersama-sama melalui koperasi, dengan sektor-sektor strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

(iv) Reformasi birokrasi dan penguatan kapasitas fiskal, untuk penciptaan pemerintahan yang kuat dan responsif sebagai agent of development dan penyedia barang dan jasa publik secara luas, serta pengelolaan sumber daya alam dan sektor-sektor strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak dan penting bagi negara, sebagai penopang welfare state untuk menegakkan keadilan sosial. 

Oleh Yusuf Wibisono,

Direktur Eksekutif IDEAS (Indonesia Development and Islamic Studies), ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement