Senin 17 Nov 2014 14:36 WIB

Demonstrasi dan Demokrasi

Red:

Imam Nawawi pernah berkata, barang siapa yang mendiamkan kemungkaran seorang pemimpin lalu menunjukkan sikap rela, setuju, atau mengikuti kemungkaran tersebut, ia telah berdosa. Perkataan tersebut menunjukkan betapa pentingnya mengingatkan pemimpin jika melakukan suatu tindakan yang merugikan rakyat. Karena itu, perlu untuk selalu mengawal dan mengkritisi setiap kebijakan pemerintah jika dianggap tidak memihak kepada rakyat. Tak heran jika demonstrasi sebagai aksi protes terhadap pemerintah menjadi pemandangan yang sering dijumpai di negeri ini.

Demonstrasi di negara demokrasi seperti Indonesia bukanlah hal yang baru. Aksi tersebut sudah sangat lazim digunakan sebagai instrumen untuk mengomunikasikan sesuatu atau menyampaikan aspirasi. Di berbagai belahan dunia pun, demonstrasi seakan menjadi cara yang paling ampuh bagi masyarakat bawah yang terbungkam untuk menyuarakan aspirasi kepada penguasa. Khusus di Indonesia, semenjak demonstrasi besar-besaran yang digelar mahasiswa saat menggulingkan pemerintahan Orde Baru, semenjak itu pula demonstrasi selalu menjadi peristiwa rutin yang menghiasi halaman pemberitaan di Indonesia.

Beberapa hari terakhir ini, tampaknya demonstrasi menjadi opsi yang dianggap paling tepat dalam menyampaikan aspirasi dan kritik bagi sebagian masyarakat Indonesia. Terlebih lagi, mencuatnya isu rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang memicu gejolak sosial dan menyita perhatian hampir seluruh rakyat Indonesia, khusunya para aktivis pergerakan mahasiswa yang memprotes keras kebijakan pemerintah tersebut yang dianggap merugikan rakyat.

Rencana pemerintah menaikkan harga BBM disinyalir untuk mengurangi beban APBN, namun kebijakan tersebut terkesan sangat manipulatif karena jika dibandingkan dengan nilai subsidi untuk BBM selama ini, justru jauh lebih tinggi beban APBN akibat pemborosan birokrasi. Sungguh tak pantas dalam situasi derita dan tangis rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan, justru pemerintah tidak berpihak kepada rakyat. Akibatnya, tidak sedikit mahasiswa yang melakukan aksi penolakan kebijakan tersebut dengan berdemonstrasi ke jalan-jalan, memprotes kebijakan pemerintah, dan meneriakkan aspirasi prorakyat.

Memang tak bisa dimungkiri bahwa demonstrasi merupakan salah satu bentuk sikap kritis mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil. Betapa tidak, rencana kenaikan harga BBM yang digadang pemerintah dalam waktu dekat ini dipastikan akan 'berdampak sistemik' terhadap kondisi perekonomian masyarakat, mulai dari melonjaknya harga bahan pokok hingga munculnya beragam problematika yang menyengsarakan rakyat kecil.

Kebebasan berpendapat

Aksi demonstrasi di negeri ini dianggap sebagai salah satu refleksi dari proses demokrasi karena demokrasi menghendaki adanya partisipasi masyarakat untuk mengawal jalannya pemerintahan sehingga aksi tersebut dilakukan untuk mempertontonkan suatu kebebasan berekspresi dan menyampaikan gagasan. Namun, sayangnya, demonstrasi terkadang dijadikan alat untuk memaksakan kehendak dari sekelompok orang terhadap otoritas tertentu, terlepas dari valid atau tidaknya tuntutan mereka tersebut.

Selain itu, demonstrasi merupakan ekspresi dari sebuah kebebasan berpendapat, menyampaikan aspirasi dan kritikan terhadap suatu kebijakan yang disertai niat menegakkan keadilan membela kebenaran. Karena itu, dalam melakukan aksinya, mahasiswa sebagai kaum intelektual seharusnya menunjukkan sikap kritis dengan cara-cara yang intelek, elegan, dan bijaksana. Para demonstran harus memegang teguh prinsip etis (sesuai norma), analitis (memahami akar permasalahan), dan harus diikuti dengan pernyataan solutif sebagai masukan dan saran atas kekurangan yang ada karena kritikan tanpa saran konstruktif bagaikan sebuah teori yang tak didukung oleh dalil ilmiah yang valid.

Kebebasan berpendapat tersebut harus berlandaskan pada nilai-nilai religius dan etika budaya bangsa serta menaati peraturan hukum yang berlaku sehingga dalam melakukan aksi tersebut tidak menimbulkan kerusakan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apalagi, jika melihat demonstrasi mahasiswa akhir-akhir ini yang cenderung anarkistis, ditambah lagi dengan tindakan represif dari pihak keamanan yang selalu berakhir ricuh. Maksud hati ingin memperjuangkan nasib rakyat, namun sayangnya, tidak sedikit rakyat yang menderita akibat aksi tersebut.

Gejolak demonstrasi di berbagai penjuru Tanah Air tentu bukanlah sesuatu yang salah karena memang itu adalah sebuah konsekuensi atas pilahan dan kesepakatan kita yang telanjur menganut sistem demokrasi, yaitu setiap orang dijamin oleh konstitusi untuk bebas berpendapat dan mengkritik sesuatu, termasuk kebijakan presiden sekalipun. Namun, satu hal yang harus dipahami bahwa kebebasan berpendapat dan mengkritisi sesuatu bukan berarti dengan seenak hati menghujat orang lain tanpa batas-batas etika dan kesopanan. Bukan pula dengan mengatasnamakan demokrasi lalu setiap orang bisa turun ke jalan berdemonstrasi sambil melakukan aksi anarkistis dengan merusak fasilatas umum dan mengganggu ketertiban lalu lintas sembari meneriakkan kebenaran dan keadilan.

Dari uraian tersebut dapat diperoleh sebuah gagasan bahwa pada dasarnya demonstrasi merupakan salah satu bentuk refleksi dari sistem demokrasi. Karena itu, sebagai warga negara, kita harus berani menyampaikan pendapat yang benar dan tidak takut mengkritik kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat, bahkan kepada pemimipin negara sekalipun. Wallahu a'lam bis shawab.

Achmad Firdaus

Pengurus International Student Society-NUS Singapore

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement