Senin 05 Dec 2016 13:00 WIB

Kisah Viral Aksi Santri Ciamis

Red:

Aksi massa Bela Islam III, berkat kebesaran hati banyak pihak, telah bertransformasi menjadi aksi doa, zikir, dan shalat Jumat bersama para ulama dan umara dengan jumlah jamaah yang kemungkinan terbesar dalam sejarah Republik Indonesia. Kisah para santri dari Ciamis yang berjalan kaki dari kampung halamannya hingga ke Silang Monas menjadi catatan kaki yang patut kita cermati.

Di tengah berbagai persoalan yang awalnya menghambat Aksi Bela Islam III, aksi jalan kaki santri Ciamis menjadi konten yang viral di media sosial dan belakangan juga media massa televisi, cetak maupun daring. Situasi kemudian berubah.

Pemerintah melihat, lepas dari kepentingan politik yang (mungkin) turut bermain, sebagian besar massa aksi memang bergerak karena rasa cinta pada Islam dan Alquran. Aksi semacam ini tidak bisa dilawan, tapi justru harus dirangkul. Hasilnya sudah kita lihat, sejarah yang akan mencatat.

Mengapa aksi jalan kaki santri Ciamis ini bisa menjadi begitu viral? Pada 2013-2014, perusahaan analis data konten digital yang terpercaya secara global, Buzzsumo, pernah menganalisis sekitar 100 juta artikel untuk menemukan formula dari sebuah konten yang tersebar viral. Hasilnya masih relevan hingga hari ini.

Salah satunya, konten yang viral harus dibangun di atas cerita yang menyentuh perasaan. Sebanyak 40 persen konten yang viral dari hasil studi Buzzsumo ternyata terasosiasi dengan perasaan kagum, terinspirasi, terhibur, dan gembira.

Aksi jalan kaki santri Ciamis tak bisa dimungkiri memiliki kekuatan itu, untuk memicu kekaguman dan menginspirasi audience yang melihat dan membaca kisah mereka. Ini karena mereka menyikapi tantangan berupa kesulitan memperoleh moda transportasi menuju Jakarta dengan sangat positif. Andai mereka malah marah dan melakukan aksi pengrusakan bus, misalnya, tentu akan sangat berbeda ceritanya.

Aksi mereka juga membangkitkan kegembiraan, terutama bagi mereka yang tadinya mulai pesimistis dan khawatir jumlah peserta aksi akan sedikit sehingga tak menghasilkan dampak yang diharapkan. Mereka kembali tumbuh optimismenya dan bergerak lagi.

Penulis mengobservasi media sosial dan melihat bagaimana pada hari-hari menjelang 2 Desember lalu muncul banyak seruan mengikuti aksi yang di dalamnya memasukkan kisah para santri dari Ciamis ini.

Inilah kekuatan nyata dari storytelling. "People don't buy goods and services. They buy relations, stories, and magic," begitu kata Seth Godin. Pada dasarnya, sebagian besar penyebab konsumen jatuh cinta pada sebuah produk adalah cerita yang melekat pada produk itu.

Berdasarkan pengalaman penulis, inilah yang membedakan antara produk yang sekadar laku dan terus laku untuk jangka waktu panjang serta tumbuh menjadi produk dengan brand identity yang kuat.

Jika para santri dari Ciamis ini sekadar berjalan kaki tanpa alasan jelas, simpati yang mereka terima tak akan mengalir sederas sekarang dan kontennya tak akan tersebar hingga viral. Faktor pembedanya adalah cerita tentang alasan mengapa mereka sampai melakukan itu yang ternyata terelasi dengan emosi banyak orang.

Lalu masih dari studi yang sama, konten yang viral juga harus memiliki kekuatan visual dalam proses storytelling-nya. Show, don't tell. Lagi-lagi, unsur ini juga kita temukan dalam aksi jalan kaki santri Ciamis.

Ada banyak foto dan video yang muncul untuk mendokumentasikan aksi mereka, dan dari sudut pandang beragam, mulai dari warga yang berkumpul di pinggir jalan untuk menyumbangkan makanan dan minuman gratis hingga shaf terdepan jamaah shalat Jumat di Monas yang dikosongkan guna menunggu kehadiran santri Ciamis.

The network effect

Unsur lain dalam konten yang menjadi viral adalah kekuatan key opinion leader atau tokoh berpengaruh. Laju bola salju viralnya kisah aksi jalan kaki santri Ciamis salah satunya turut didorong oleh konten dari Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, seorang key opinion leader dalam lanskap digital.

Saat rombongan santri Ciamis sampai di Kota Bandung, Kang Emil menyambut mereka dan mendokumentasikan prosesnya di Facebook yang kemudian dibagikan oleh lebih dari 6.000 orang hingga Ahad (4/12). Ini baru satu contoh. Dalam skala lebih kecil terlihat pula peran tokoh-tokoh lain.

Peranan key opinion leader sebagai perekat mengakselerasi terciptanya "the network effect", yaitu situasi meningkatnya nilai suatu produk atau dalam hal ini konten karena tumbuhnya jejaring sosial yang menggunakan produk tersebut. Contohnya adalah Facebook hari ini yang mampu mengungguli kompetitornya sesama platform media sosial karena memiliki jumlah pengguna terbanyak.

Pengaruh key opinion leader mempercepat proses pertumbuhan jejaring. Sebagian dari 6.000 lebih orang yang membagikan foto dan tulisan Kang Emil tentang santri Ciamis bukanlah mereka yang setia memantau perkembangan isu ini dan menemukan konten Kang Emil secara organik.

Sebagian dari mereka membagikannya sesederhana karena konten ini berseliweran di Facebook feed mereka, dibagikan oleh teman-teman Facebook yang mereka percayai yang kebetulan juga menjadi fan Facebook Page Ridwan Kamil.

Karena satu klik dari orang-orang ini, sangat mungkin kemudian konten itu tersebar sampai ke jejaring yang relevan. Sebuah grup Facebook tempat bersilaturahimnya aktivis Muslim, misalnya. Sangat mungkin pula, anggota grup ini lalu menyebarkannya lebih luas bahkan hingga di luar platform Facebook, seperti ke grup Whatsapp dan Line atau aplikasi sejenis. Network effect pun tercipta.

Ketika network effect tercipta, mudah bagi sebuah konten untuk menjadi perbincangan publik atau dalam bahasa pemasaran menjadi word of mouth. Di titik inilah para santri dari Ciamis muncul mencuri perhatian nasional. Sesuai studi dari perusahaan riset NOP World, 93 persen orang percaya bahwa word of mouth merupakan cara paling andal untuk memperoleh informasi.

Paduan tiga hal—kemampuan menyentuh emosi yang tepat, kekuatan visual, dan pengaruh key opinion leader--kemudian lepas landas di atas landasan pacu bernama relevansi. Menurut Buzzfeed, media dari AS yang merupakan pakarnya penciptaan konten viral, sentuhan relevansi sangat dibutuhkan untuk menjadikan sebuah konten menjadi viral.

Inilah mengapa salah satu unsur yang mudah kita temukan dalam konten digital yang viral adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tren terkini dalam berbagai area—gaya berpakaian, lagu, artis, hingga tokoh politik.

Kembali ke aksi santri Ciamis, kehadiran mereka sangat relevan dengan momentum yang ada. Saat para calon peserta aksi mulai kehilangan semangat dan optimisme, kisah ini hadir memberikan inspirasi. Saat banyak pihak bertanya-tanya tentang faktor penggerak Aksi 212, semangat para santri Ciamis muncul memberikan jawabannya.

Bukan benci terhadap suku dan ras tertentu, apalagi NKRI, melainkan cinta pada agama mereka, kitab-Nya, dan persatuan Ibu Pertiwi. 

Ipang Wahid

Konsultan Branding dan Marketing Sosial

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement