Selasa 28 Jun 2016 13:00 WIB

Cukuplah Jakmania

Red:

Pertama sekali, kita mengutuk keras aksi pemukulan dan perusakan yang dilakukan pendukung tim Persija Jakarta, Jakmania, pada akhir pekan lalu. Para remaja Jakmania itu mengeroyok sejumlah aparat polisi, merusak lima motor dan dua mobil warga, serta satu mobil polisi. Mereka juga menyerang satu pedagang yang menggunakan kaus tim lawan dan membuat satu pedagang lainnya terkena serangan jantung.

Kedua, aksi perusakan yang mengarah anarkistis itu dilakukan saat Ramadhan. Pada bulan ini seharusnya umat Islam yang menjalankan ibadah puasa bisa lebih menahan diri, menahan emosi, berpikir jernih, dan berbuat lebih banyak kebaikan, bukan sebaliknya. Tidak ada sikap sportivitas dalam kerusuhan yang mereka lakukan pada Jumat malam itu. Para remaja Jakmania itu justru menjadi gambaran kusam generasi muda pencinta sepak bola di Indonesia.  Aksi itu seperti sebuah amuk massa atau chaos.

Ketiga, sepak bola Indonesia yang tengah mencoba bangkit tak butuh kerusuhan seperti Jumat malam lalu. Perusakan oleh Jakmania malah memperburuk citra sepak bola nasional. Dalam kondisi vakum kompetisi nasional yang digelar sistematis, kerusuhan adalah hal terakhir yang diinginkan warga pencinta sepak bola Indonesia.

Kita tahu, sepak bola Indonesia sedang dalam kondisi ngos-ngosan. Tidak ada liga resmi yang digelar PSSI maupun pemerintah. Liga yang ada adalah beberapa kompetisi lepas yang diklaim bertingkat nasional dan bisa diikuti klub-klub peserta liga. Aksi kerusuhan Jakmania berlangsung dalam kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) antara Persija Jakarta melawan Sriwijaya FC. Sebelumnya, ada beberapa kompetisi piala, seperti Piala Presiden, Piala TNI, dan Piala Polri.

Tanpa kerusuhan pun, membuat sebuah kompetisi sepak bola di negeri ini sangatlah sukar. Sponsor, jika bukan karena cinta pada sepak bola enggan mendekat dan memberi investasi. Klub terengah-engah membiayai operasional mereka. Pemain bingung karena karier profesional mereka tidak jelas arahnya. Penonton dan pendukung setia haus hiburan sepak bola yang bermutu dan bisa meningkatkan prestasi.

Kerusuhan oleh klub pendukung sepak bola memang bukan hanya terjadi di Indonesia. Bedanya, di negara-negara Eropa yang memiliki pendukung fanatik seperti Italia dan Inggris, kerusuhan yang menimbulkan kerugian materiil dan korban luka maupun jiwa diselesaikan dengan serius lewat jalur hukum. Karena itu, kita meminta pengelola kompetisi sepak bola nasional dan polisi serta pengurus pendukung klub memiliki satu visi, berusaha menghentikan kerusuhan macam ini.

Harus ada sanksi tegas bagi pendukung klub yang melanggar hukum. Apalagi, yang mereka serang adalah aparat hukum itu sendiri. Setelah menyerang, mereka justru bangga bisa melawan polisi. Polisi sudah menangkap tujuh tersangka pelaku pemukulan dan pengeroyokan polisi. Satu pelaku pemukulan terhadap polisi adalah koordinator wilayah Jakmania Cikarang, Bekasi. Enam lainnya diduga pengeroyok Bripda Hanafi hingga korban mengalami kritis karena luka di kepala dan penyebar seruan kebencian di media sosial.

Jakmania memang langsung meminta maaf kepada publik dan pihak terkait beberapa jam setelah kerusuhan. Pimpinan Jakmania juga sudah meminta anggotanya untuk bisa menahan diri dan mengendalikan emosi. Tapi, apakah ini cukup untuk menghentikan amuk seperti pekan lalu? Kita tidak tahu. Bisa saja tidak. Menpora Imam Nahrowi mendesak agar ada sanksi lebih tegas kepada Jakmania. Usai kerusuhan kemarin, Persija terkena sanksi tak bisa menjadi tuan rumah selama enam pertandingan. Kemudian, pendukungnya, Jakmania, tak boleh menonton di stadion sepanjang kompetisi TSC berlangsung atau minimal tanpa atribut Jakmania.

Kita ingin melihat ada sanksi yang lebih keras yang bisa memberi efek jera bagi organisasi pendukung klub. Dengan itu, diharapkan kerusuhan Jakmania pada akhir pekan lalu tak terulang di Jakarta atau kota-kota lainnya di Indonesia. Remaja negara ini sejatinya bukan tukang rusuh seperti yang dipertontonkan kemarin.

Namun, kerusuhan kemarin juga memperlihatkan ketidaksigapan aparat Polda Metro Jaya menjaga pertandingan. Ini tentu menjadi catatan bagi Kepala Polda Metro Jaya yang baru, Irjen Moechgiyarto, yang sebelumnya menjabat kepala Polda Jawa Barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement