Jumat 24 Jun 2016 15:00 WIB

Menunggu Gebrakan Tito

Red:

Komisaris Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian tinggal menunggu waktu untuk menerima tongkat estafet kapolri dari Jenderal Badrodin Haiti. Kemarin, Komisi III DPR sepakat menyetujui pencalonan Tito sebagai kapolri yang baru untuk menggantikan Badrodin yang memasuki masa pensiun.

Selanjutnya, persetujuan Komisi III DPR tersebut akan dibawa ke rapat paripurna untuk meresmikan sikap DPR yang rencananya akan digelar pada Senin (27/6) awal pekan depan. Dari rapat paripurna, pimpinan DPR bakal langsung mengirim hasil keputusan kepada Presiden Joko Widodo guna segera melantik Tito Karnavian sebagai kapolri yang baru. Perkiraannya, Tito sudah definitif menjadi kapolri sebelum Lebaran tiba.

Saat menjalani uji kelayakan di hadapan Komisi III DPR, Tito menggaungkan sejumlah program prioritas bagi institusi kepolisian apabila dia terpilih sebagai kapolri. Reformasi internal Polri dengan pembenahan karier yang belum optimal adalah sila pertama dalam program prioritas Tito. Kemudian, Tito juga ingin mewujudkan pelayanan publik yang lebih mudah dan memberantas calo. Sila selanjutnya, penanganan kelompok radikal prokekerasan dan intoleransi yang lebih optimal dengan deteksi dini, aksi, serta pemetaan.

Disusul program lain adalah peningkatan kesejahteraan Polri. Tito pun akan menerapkan program membangun kesadaran dan permasyarakatan terhadap kamtibmas dengan membangun daya cegah dan daya tangkal terhadap kejahatan terorisme, narkoba, separatisme, dan ideologi Pancasila. Program lain yang tak kalah penting adalah penegakan hukum yang lebih profesional dan berkeadilan melalui penanganan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik. Terakhir, Tito ingin menghilangkan pungutan liar, pemerasan, dan makelar kasus dalam proses penyidikan dan menghilangkan kecenderungan rekayasa dan berbelit-belit dalam penanganan kasus.

Tidak ada satu pun program prioritas yang dikemukakan Tito bernilai buruk. Sama halnya dengan calon-calon kapolri sebelumnya, mereka semua mengemukakan idealitas yang memang seharusnya menyatu dalam tubuh institusi Polri. Namun, dari tahun ke tahun, apa yang disaksikan dan dialami publik selama ini relatif masih menempatkan Polri dalam kesimpulan jauh panggang dari api. Kenyataan yang ada di lapangan masih jauh dari apa yang dicita-citakan sebelumnya. Walaupun, tidak berarti tidak ada kemajuan sama sekali.

Memang, Tito bukanlah Superman yang menjelma sebagai seorang polisi di negeri ini. Dia membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Namun, sebentar lagi, dialah yang akan memegang tongkat komando tertingi di tubuh Polri. Gebrakan fenomenal dan fundamental harus dilakukan Tito jika tak ingin mengulangi narasi yang sama dengan kapolri-kapolri sebelumnya.

Salah satu hal yang paling berdampak luar biasa adalah mewujudkan pelayanan publik yang lebih mudah dan memberantas calo. Dalam pelayanan pembuatan surat izin mengemudi (SIM), misalnya. Sudah saatnya Tito menerapkan sistem transparansi dalam setiap prosesnya. Sebab, setiap hari ribuan masyarakat membuat SIM di seluruh Indonesia. Gelapnya transparansi proses ujian tulis dan tes praktik pengurusan SIM jelas membuka peluang adanya calo. Tak jarang, oknum dari anggota kepolisian sendiri yang menjadi mediator praktik ilegal penerbitan SIM.

Transparansi pembuatan SIM bisa dilakukan dengan cara menayangkan hasil ujian tulis secara daring di lokasi ujian. Misalnya, di layar televisi atau monitor komputer. Dengan begitu, setiap pemohon SIM bisa melihat dengan jelas hasil ujiannya lengkap dengan kecocokan jawaban yang benar. Katakanlah ada ujian tulis 30 soal, pemohon SIM bisa mengetahui secara pasti mana yang benar dan mana yang salah. Selanjutnya, ujian praktik. Pemohon harus diberi tahu lebih dahulu aspek-aspek apa saja yang bisa membuat yang bersangkutan dinyatakan lulus ujian. Hal yang terjadi saat ini, tak jarang lolos tidaknya pemohon SIM hanya berdasarkan subjektivitas polisi penguji. Di satu tempat dan tempat lain, pembuatan SIM bisa berbeda ukurannya.

Gelapnya ruang transparansi pembuatan SIM ini tidak boleh dianggap remeh oleh Tito. Alasannya, pembuatan SIM merupakan salah satu pelayanan publik yang dilakukan Polri dan nyata dirasakan langsung oleh masyarakat. Persepsi yang terbangun atas proses pembuatan SIM akan melekat selamanya di kepala masyarakat. Jika publik masih merasakan pengurusan SIM masih penuh intrik dan penyelewengan, publik belum akan mengubah wajah Polri sebagai institusi yang dianggap paling korupsi di negeri ini.

Selamat bekerja, Jenderal Tito. Semoga janji-janji Anda bukanlah angan-angan kosong yang hanya menghias halaman dan tayangan-tayangan pemberitaan media belaka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement