Rabu 08 Jul 2015 15:00 WIB

Mengurangi Kecelakaan di Cipali

Red:

Kecelakaan lalu lintas di Tol Cikampek-Palimanan (Cipali) kembali memakan korban tewas. Kecelakaan yang terjadi Senin (6/7) petang pukul 15.00 tersebut menewaskan enam orang ketika Daihatsu Grand Max dalam kecepatan tinggi dari arah Cikampek menuju Cirebon menabrak truk melon yang sedang berhenti di bahu jalan.

Kecelakaan pada sore itu menambah panjang daftar kecelakaan di Tol Cipali yang baru diresmikan sekitar satu bulan ini. Hingga 23 Juni, jalan tol yang memiliki panjang 116,75 km dan merupakan tol terpanjang di Tanah Air tersebut sedikitnya terjadi 30 kasus kecelakaan yang menelan korban jiwa dan luka-luka.

Kita menyadari kecelakaan di ruas tol yang diharapkan dapat membantu kelancaraan pemudik pada tahun ini tersebut sangat memprihatinkan. Suara-suara yang mempertanyakan kesiapan jalan tol itu untuk dimanfaatkan pemudik semakin nyaring terdengar. Bahkan, tidak sedikit yang menduga pengoperasian jalan tol itu dipaksakan.

Namun, keraguan tersebut sebenarnya bisa ditepis pengelola jalan tol. Selama ini saat sebuah jalur tol diresmikan pengoperasiannya selalu telah memenuhi berbagai uji kelayakan yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Sejauh ini Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan rekomendasi ruas jalan tol yang mempunyai trek lurus tersebut sudah bisa dilalui.

Hanya saja memang sejumlah fasilitas, seperti lampu penerangan, tempat peristirahatan (rest area), dan rambu-rambu lainnya masih minim serta harus dilengkapi. Minimnya fasilitas rambu-rambu inilah yang kemudian menjadi salah satu kambing hitam seringnya kecelakaan terjadi di ruas Tol Cipali

Anggapan bahwa minimnya rambu-rambu menjadi penyebab kecelakaan di Cipali memang tidak sepenuhnya salah. Namun, hal itu tidak sepenuhnya menjadi faktor utama karena masih ada tiga faktor lagi yang menjadi penyebab kecelakaan di jalan tol.

Ketiga faktor tersebut adalah kendaraan, pengemudi, dan perilaku pengemudi. Sepuluh tahun lalu, ketika ban kendaraan masih menggunakan ban dalam, kecelakaan karena masalah ban menjadi faktor utama. Kecelakaan di Tol Cikampek pada era 1995 sampai 2000, faktor utama karena pecah ban, terutama kendaraan yang melintas dari Jawa menuju Jakarta dan pengemudi tidak sempat mengistrirahatkan kendaraannya untuk mendinginkan kondisi ban.

Saat ini, ketika ban kendaraan sudah menggunakan sistem tubles, kecelakaan yang disebabkan pecah ban sudah jauh berkurang. Kendati demikian, berdasarkan data Asosiasi Automobil Amerika, setiap tiga bulan, ban akan berkurang tekanannya sebesar 2,9 psi. Dengan pengurangan itu menyebabkan 1 persen boros bahan bakar, 5 persen kerusakan ban, dan 75 persen menyebabkan kecelakaan.

Faktor pengemudi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan disebabkan kelelahan. Para pengendara sering kali memaksakan tetap menjalankan mobilnya walaupun sudah dalam kondisi mengantuk. Padahal jika kondisi pengendara lelah dan tertidur 1 detik dalam kecepatan kendaraan 72 km/jam, ini berarti  kendaraan tak terkendali sepanjang 20 meter. Jika di samping kiri-kanan, depan, dan belakang ada kendaraan lainnya, sering kali kecelakaan tidak bisa dihindari.

Sedangkan, faktor perilaku pengemudi yang menyebabkan kecelakaan karena mereka ugal-ugalan. Perilaku pengemudi yang buruk umumnya tidak mematuhi rambu-rambu yang tersedia, baik itu dari segi kecepatan maupun menerobos bahu jalan yang sudah jelas-jelas dilarang.

Walaupun ketiga faktor tersebut menjadi hal utama penyebab kecelakaan, pemerintah dan  pengelola jalan tol harus memberikan layanan yang terbaik. Sebab, konsumen harus membayar untuk dapat melintas di jalan tol. Rambu-rambu, penerangan, serta tempat peristirahatan sudah seharusnya disiapkan sejalan dengan pengoperasian ruas tol. Jangan sampai pengelola jalan tol terkesan belum siap karena belum mampu memberikan sarana pendukung di ruas Tol Cipali. Apalagi, minimnya fasilitas pendukung tersebut memberi andil terjadinya kecelakaan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement