Rabu 22 Oct 2014 12:00 WIB

Saat Pak Kades Mabuk Keadaan

Red:

Hari masih pagi, tapi Desa Puhgogor, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah, sudah riuh, Selasa (21/10). Tak ada hajatan apa-apa di desa tersebut. Alih-alih, kabar tentang Sapta Dandaka (49 tahun), kepala desa setempat yang membuat geger warga.

Alkisah, seorang anak dari desa tersebut menyambangi putra Sapta, Dwi Pangestu (12), untuk mengajak pergi ke sekolah bersama seperti biasanya sekira pukul 06.30 WIB. Namun, yang tak biasa rumah Sapta yang terletak di  Dukuh Ngesong, Desa Puhgogor, terkunci.

Menjelang siang, tak jua empunya rumah tampak. Warga yang menaruh curiga kemudian mengetuk pintu dan memanggil Sapta. Lama tak ada jawaban, pintu mereka dobrak. Adapun yang mereka temukan kemudian mencengangkan.

Sapta terbilang disegani di Puhgogor. Ia kerap dijadikan rujukan dan panutan warga. Saat pemilihan kades digelar, hampir seluruh warga desa mendukung Sapta. Bukti Sapta dipercaya warga, ia tengah menjalani periode kedua sebagai kepala desa.

Tapi pagi itu Sapta tak lagi jadi panutan. Ia ditemukan dalam keadaan menggantung dari pintu ruang tamu rumahnya. Ada seutas tali membelit lehernya.

Tak jauh dari jasad Sapta menggantung, istrinya, Titik Suryani (40), dan anaknya, Dwi Pangestu, juga tergeletak tak bernyawa. Kedua jenazah tergeletak membujur.

Titik Suryani berprofesi sebagai guru SMAN 3 Sukoharjo. Anak bungsunya bernama Putra Dwi Pangestu masih duduk di bangku SD kelas 5.

Polisi lekas datang dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) begitu menerima laporan kasus tersebut. Kapolres Sukoharjo, AKBP Andy Rifai, menduga, Sapta sebelum menggantung diri membunuh anak dan istri. Hal itu dikuatkan dengan fakta tak ada barang di rumah korban yang hilang ataupun rusak.

Petugas juga menemukan barang bukti berupa balok kayu yang diduga digunakan Sapta untuk menghabisi nyawa anak dan istrinya. Selain itu, polisi menemukan empat lembar surat wasiat yang tergeletak di samping jenazah Sapta Dandaka.

Di dalam surat tersebut, Sapta berpesan kepada putri sulungnya agar menjadi anak yang salihah. Anak sulungnya tersebut masih berkuliah dan tak ada di tempat kejadian.

Selain pesan untuk putri sulungnya, sisa surat menjelaskan keadaan hidup yang sudah tak sanggup dijalani Sapta. Surat  tersebutmengungkap adanya masalah utang untuk berbagai keperluan senilai Rp 94,9 juta. 

"Salah satu surat wasiat berisi tentang suasana hatinya yang sedang mendem kahanan (mabuk keadaan) sehingga tega menghabisi nyawanya sendiri beserta istri dan satu anaknya," kata Rifai. Mendem kahanan merupakan istilah khas Jawa Tengah dan sekitarnya untuk menggambarkan keputusasaan menghadapi kenyataan.

Camat Bendosari Sumarno mengatakan belum bisa bicara banyak ihwal kematian bawahannya itu. Ia menuturkan tengah sibuk mengurus upacara pemakaman korban. Surat wasiat tersebut ditemukan di samping jenazah Sapta Dandaka. Sebelum ketiga jenazah dimakamkan, petugas kepolisian beserta tim dokter RSUD Kabupaten Sukoharjo dan dokter Puskesmas Bendosari telah melakukan autopsi.

Ihwal penyebab atau motif aksi bunuh diri, Sumarno menegaskan belum mengetahuinya. "Saya tidak tahu. Biar nanti polisi saja yang akan menyelidiki," ujar Sumarno. n ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement