Senin 02 Jan 2017 15:00 WIB

mozaik- Arsitektur Cinta Taj Mahal

Red:

Kebudayaan Islam memperkenalkan pada India beraneka  rancang bangunan, termasuk mausoleum. Bangunan yang  umumnya berstruktur oktagonal ini digunakan sebagai  makam orang-orang penting.

Praktik pembangunan mausoleum menyebar di era Dinasti  Seljuk pada abad 11-12 M. Selama abad 16,  pembangunan mausoleum terutama di wilayah Dinasti  Safawiyah di Iran dan Dinasti Mughal di India makin memperlihatkan detail dan paduan dengan taman, air mancur serta padang bunga untuk menampilkan  pemandangan paling memesona.

Improvisasi semacam ini menimbulkan kecaman dari sebagian  umat Islam pada masa itu. Sebab, dikhawatirkan dengan membangun pemakaman yang megah akan terjadi penyimpangan, misalnya menjadikan makam sebagai tempat ibadah atau pemujaan. Islam melarang bentuk pemujaan kepada apa pun selain  Allah SWT serta apa pun yang menjadi perantara ke arah itu.

Para akademisi dan sejarawan sepakat, era keemasan arsitektur di India terjadi pada era Dinasti Mughal terutama di bawah kepemimpinan tiga generasi, yakni Akbar (1542 - 1605), Jahangir (1605-1627) dan Shah Jahan (1628-1658).

Ketiga raja tersebut mendorong pendirian bangunan-bangunan indah dan berhasil mengelola stabilitas keamanan di era masing-masing. Misalnya, Raja Akbar  yang membangun sekolah melukis. Bersama anaknya, Raja Akbar menggambar desain dari gaya leluhur mereka, Timurid dan Persia.

Terobosan utama Raja Akbar adalah pendirian sebuah kota baru, Faatehpur Sikri yang terletak sekitar 25 mil di sebelah barat  Kota Agra pada 1571 M. Kota baru ini penuh dengan bangunan yang  menggunakan batu merah. Ia juga membangun Buland  Darwaza dan mausoleum Humayun untuk almarhum ayahnya.

Sementara, Raja Jahangir terkenal sangat mencintai desain lansekap dan taman, pun lukisan yang berkaitan dengan  tema itu. Di bawah kepemimpinannya, taman-taman bermunculan termasuk Taman Shalimar-Bagh di Kashmir.  Jahangir juga membangun mausoleum I'timad ad-Dawlah  (Pilar Negara) di Agra untuk ayah mertuanya yang wafat  pada 1622.

Mausoleum  I'timad ad-Dawlah dilengkapi taman yang indah. Mausoleum ini juga merupakan  bangunan pertama yang menggunakan marmer putih sebagai pengganti batu merah yang lazim digunakan pada masa itu.

Langkah Jahangir diikuti putranya, Shah Jahan. Di masa  kepemimpinan Shah Jahan, kreativitas seni menemukan  momentum, dan puncaknya adalah pembangunan Taj Mahal yang menjadi lambang arsitektur adikarya Dinasti Mughal.

Taj Mahal dibangun Shah Jahan bagi istri kesayangannya, Mumtaz Mahal yang meninggal dunia di usia yang masih cukup muda pada 1631 M.  Kabarnya saat Mumtaz Mahal wafat, mata sang raja  bengkak karena tak berhenti menangis dan rambutnya  memutih dalam beberapa hari karena diliputi kesedihan.

Untuk menenangkan hati raja, para penasihat  menyarankan agar membangun mausoleum bagi mendiang  istrinya. Shah Jahan setuju. Lalu, dikerahkanlah para  arsitek dan seniman terbaik dari berbagai penjuru dunia Islam kala itu untuk membangun Taj Mahal. Setelah 16  tahun dengan mempekerjakan lebih dari 20 ribu orang,  Taj Mahal pun selesai dibangun pada 1648 M.

Pemilihan nama bangunan sendiri tak kalah mengesankan, Taj Mahal, yang berarti Istana Mahkota. Nama ini mencerminkan kehebatan arsitektur bangunan ini yang didedikasikan untuk sang permaisuri, Mumtaz.

Sejumlah ahli arsitektur menarik garis merah antara Taj Mahal dan mausoleum Humayun yang dibangun Raja Akbar bagi mendiang ayahnya, Sayid Muhammed. Mereka mengatakan, Taj Mahal merupakan pengembangan dari mausoleum Humayun. Hal ini karena banyak kesamaan elemen arsitektur pada dua mausoleum ini.

Kesamaan pertama, kedua bangunan memiliki lantai yang  lebih tinggi dari permukaan tanah sebagai analog singgasan. Kompleks bangunan dilengkapi empat taman simetris  dengan dua kanal air berair mancur yang sisi-sisinya ditanami pohon. Kanal-kanal air ini berpusat pada sebuah  kolam persegi di tengah taman. Empat taman di sisi  kanal-kanal air ditanami tumbuhan berbunga yang akan  membentuk hamparan bunga saat musimnya.

Penataan geometris ini tidak diragukan terpengaruh gaya  Persia, seperti yang banyak ditemukan pada taman-taman  Dinasti Safawiyah. Namun, berbeda dengan bangunan  sebelumnya yang menempatkan bangunan di tengah  taman, Taj Mahal sengaja dibangun megah di sisi utara dan  menghadap ke Sungai Jumna sehingga tercipta efek visual marmer berkilau.

Secara keseluruhan, karakter Taj Mahal menunjukkan integrasi elemen arsitektur Islam Asia. Taj Mahal menghadirkan Iran dengan bangunan oktagonal, iwan,  dan pistaq. Sedangkan, aura India antara lain tampak pada kubah yang menggelembung, dan pengaruh Asia Tengah terlihat pada empat menara silindrisnya.

Di sisi dekorasi, Taj Mahal menampilkan tiga elemen  dekoratif utama dunia Islam, yakni kaligrafi, geometri, dan  hiasan berbentul floral. Pilihan dekorasi ini menjadi simbol kedamaian, cinta, dan surga.

Taj Mahal tak berdiri sendiri. Di bagian barat terdapat  masjid dan di timur terhampar ruang tamu. Masjid berbentuk rektangular itu memiliki tiga  kubah dengan empat menara.

Elemen terakhir dari kompleks Taj Mahal adalah gerbang. Palang gerbang terbuat dari batu-batu merah dan terletak di selatan kompleks. Begitu gerbang dibuka, pengunjung bisa langsung menatap hamparan taman. 

Gambaran surga

Melalui taman luas di hadapan Sungai Jumna, keseimbangan proporsi yang memanjakan panca indera sehingga muncul kesan damai, serta dekorasi nan memukau merupakan elemen yang coba dihadirkan untuk menampilkan gambaran surga sebagaimana diterangkan dalam Alquran dan Hadis. Keelokan dan makna arsitekturnya yang mendalam, menjadikan Taj Mahal sebagai sumber inspirasi bagi bangunan-bangunan penting di Eropa, salah satunya Royal Pavilion di Brighton, Inggris.

Keagungan Taj Mahal pun tak hanya terletak pada material penyusunnya atau pemandangan yang dibentuknya, tapi juga simbol-simbol lain yang menurut para ahli disebut arsitektur kisah cinta. Arsitektur ini mencerminkan hubungan kasih yang terjaga antara Shah Jahan dan Mumtaz Mahal. Kisah keduanya konon mengalahkan kisah Laila dan Majnun serta Romeo dan Juliet.

Mausoleum ini juga menunjukkan cinta mendalam seorang raja kepada permaisurinya. Sangatlah picik bila hal macam ini diabaikan oleh mereka di Barat yang menuding Islam dan Muslim memperlakukan wanita dengan buruk.

Ekspresi cinta Shah Jahan kepada istrinya tidak bertentangan dengan nilai Islam. Ajaran Islam mengakui dan menguatkan ikatan kasih sayang suami istri. Cinta semacam ini merupakan hasil binaan Alquran yang kemudian terwujud dalam hubungan alami antara pria dan wanita yang dinikahinya.

Alquran bahkan, menyebut suami dan istri adalah pakaian bagi yang lain. Dan salah satu tanda kekuasaan Allah SWT adalah ikatan kasih sayang antara suami istri. Hadis Rasulullah pun menyebut,  lelaki yang paling mulia adalah yang paling baik kepada istri dan keluarganya. n ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement