Selasa 31 May 2016 11:00 WIB

KH Musta'in Romly Guru Tarekat yang Visioner

Red:

Nama Kiai Musta'in Romly, tak asing di publik Jawa Timur, terutama Jombang dan sekitarnya. Tokoh kelahiran Rejoso, 31 Agustus 1931, ini dikenal sebagai ulama pendidik yang memiliki concern besar terhadap dunia pendidikan, utamanya pesantren.

Di bawah kepemimpinannya, Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan, Jombang, berkembang menjadi salah satu lembaga pendidikan terkemuka di kota santri itu. Bahkan, popularitasnya meluas hingga ke pelosok Tanah Air.

Ia telah melakukan reformasi pendidikan yang luar biasa di pesantren ini. Darul Ulum berkembang bukan hanya sebagai lembaga pendidikan nonformal, melainkan juga mengembangkan diri sebagai lembaga yang berwawasan umum.

Unit lembaga pendidikan umum pun berdiri di Darul Ulum dengan legalitas formal dari pemerintah, baik melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama ketika itu. 

Pada 1964 Kiai Musta'in, begitu akrab disapa, mengubah status madrasah muallimin atas menjadi sekolah menengah atas (SMA) dengan kurikulum standar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, setingkat SMA negeri.

Sementara, muallimin tingkat pertama diubah menjadi sekolah menengah pertama (SMP) dan kurikulumnya pun disesuaikan.

Untuk menunjang peningkatan kualitas guru agama, Kiai Musta'in sadar betul pentingnya lembaga khusus pencetakan guru agama di Darul Ulum. Ia mendirikan Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) pada 1965.

Rentetan reformasi pendidikan di internal Darul Ulum pun terus berlangsung. Pada tahun yang sama, atas persetujuannya, status madrasah muallimat (putri) tingkat pertama dan atas masing-masing beralih menjadi madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah yang memenuhi standar Kementerian Agama.

Puncaknya, pada  18 September 1965 Kiai Musta'in menginisiasi langsung pendirian Universitas Darul Ulum. Untuk memperkuat konsep perguruan tinggi tersebut, ia menggandeng sejumlah tokoh, antara lain, KH Muhammad As'ad Umar, KH Bisri Cholil, KH Ahmad Badhowi Cholil, dan mantan gubernur Jatim Wiyono.  

Kampus yang berlokasi di pusat Kota Jombang ini pun berkembang pesat seiring dengan berjalannya waktu.

Semula, hanya satu fakultas yang beroperasi, lambat laun fakultas-fakultas lain yang rata-rata terkait bidang umum, mulai berdiri. Di antaranya, fakultas sosial dan ilmu politik serta fakultas pertanian.

Yang menarik dari perguruan tinggi ini, justru fakultas agama beroperasi belakangan, tepatnya pada 1969 dengan nama fakultas alim ulama.

Ini antara lain dilatarbelakangi oleh keinginan dan insting yang kuat dari Kiai Musta'in yang membaca pentingnya penguasaan umat Islam terhadap ilmu-ilmu umum.  

Kiai Musta'in dipercaya sebagai rektor Darul Ulum dan semakin mendapat legitimasi pascapenganugerahan doktor honoris causa dari Macau University pada 1977.

Tahun demi tahun, Darul Ulum semakin berbenah dan melengkapi diri dengan ragam fakultas, seperti teknik, ekonomi, psikologi, dan program diploma III.     

Di bawah kepemimpinannya, Darul Ulum berhasil menjalin kerja sama luar negeri. Pada 1981 sejumlah kerja sama terjalin pascakunjungannya ke Timur Tengah, antara lain, kerja sama dengan Iraq University dan Kuwait University.   

Sosok Kiai Mustain tak hanya dikenal sebagai pendidik. Ia adalah ulama yang multitalenta. Selain visioner dan berwawasan luas, ia adalah guru spiritual yang bersahaja, rendah hati, dan dikenal dengan kesalehannya.

Gelar Mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah melekat di sosok yang telah berkunjung ke berbagai negara untuk menimba ilmu ini. Tarekat yang ia pimpin ini memiliki puluhan ribu jamaah di Jawa Timur.

Sedangkan, posisi sebagai mursyid tersebut menggantikan almarhum sang ayah, Kiai Romly bin Tamim, yang wafat pada 1958.

Posisinya yang tinggi di bidang tasawuf dan tarekat mengantarkannya memegang amanat sebagai ketua umum Jam'iyyah Thariqah al-Mu'tabarah NU pada 1975 hingga wafat pada 21 Januari 1985. 

Keluarga

Kiai Musta'in kecil tumbuh dan berkembang di bawah lingkungan yang kental dengan dasar dan pendidikan agama. Ia mendapat asuhan langsung dari kedua orang tuanya.

Bakat dan ketertarikannya terhadap ilmu agama semakin tampak. Pada 1949 ia berangkat menuju Semarang dan Solo untuk belajar di Akademi Dakwah al-Mubalighah.

Lembaga pendidikan ini berkontribusi besar untuk mengasah dan membentuk karakternya sebagai seorang calon pemimpin. Ia belajar di lembaga tersebut hingga 1954.  

Tak butuh waktu lama, potensi itu pun terbukti saat ia dan sejumlah teman seperjuangannya terlibat aktif di sejumlah pergerakan.

Ia, misalnya, memprakarsai berdirinya Persatuan Mahasiswa Jombang. Ia pun terjun dan mengabdikan diri saat berusia belia di Nahdlatul Ulama.

Pada 1954 ia aktif di NU Jombang dan pernah tercatat sebagai pengurus Ikatan Pelajar NU (IPNU) Pusat pada 1954 sampai 1956.

Dunia pesantren tampak begitu lekat dalam sanubari Kiai Musta'in. Ia begitu gemar bersilaturahim ke berbagai pesantren.

Bahkan, kecintaannya terhadap ilmu mendorongnya untuk tak jemu bertandang ke lembaga pendidikan umum dan melakukan studi banding. Baik di tingkat lokal, nasional, hingga internasional. N c62 ed: nashih nashrullah.  

***

Muhibah demi Umat dan Kemajuan Pendidikan 

Kiai Musta'in dikenal pula aktif di kancah internasional. Tokoh yang pernah menjabat sebagai anggota DPR-MPR pada 1983 itu pernah ikut serta dalam rombongan wakil presiden RI Umar Wirahadi Kusuma dan menteri luar negeri Muchtar Kusumaatmadja.

Delegasi Indonesia tersebut hadir di Casablanka, Maroko, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada Januari 1984.  Lawatan bersejarah itu kemudian berlanjut ke Prancis dan Jerman Barat.

Tak hanya itu, posisinya sebagai anggota Asosiasi Internasional Chihago membuatnya aktif dalam forum-forum rektor tingkat dunia. Pada tahun yang sama, tepatnya Juli, ia menghadiri Konferensi Antarrektor se-Dunia yang berlangsung di Bangkok, Thailand.

Kunjungannya ke berbagai negara itu bahkan sudah sering dilakukan sebelum ia menduduki sebagai jabatan sebagai rektor Darul Ulum.   

Sejak 1963, tercatat ia telah melakukan lawatan ke negara-negara di kawasan Eropa dan Timur Tengah, termasuk mengunjungi Makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

Ziarah tersebut sangat penting lantaran posisinya sebagai Mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah menggantikan KH Romly Tamim dam KH Cholil Rejoso. N c62 ed: nashih nashrullah.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement