Rabu 05 Mar 2014 12:03 WIB

Wakapolri Baru tak Perjuangkan Jilbab

Polwan Berjilbab 1
Foto: Ist
Polwan Berjilbab 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelantikan Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai wakil kepala Polri diragukan bakal membuat perubahan terkait pengaturan izin penggunaan jilbab oleh anggota polisi wanita (polwan). Badrodin dinilai tidak akan memiliki sikap berbeda dibandingkan pendahulunya, Komjen Oegroseno.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Hamidah Abdurahman mengatakan tidak ada perbedaan dari sosok Badrodin dan Oegroseno. “Saya pesimistis wakapolri baru mau perjuangkan jilbab karena sudah jadi keputusan adanya penundaan jilbab ini,” ujar dia, Selasa (4/3).

Menurut Hamidah, Badrodin tidak perlu dijadikan andalan untuk membuat jilbab polwan diizinkan. Dia menuturkan, harapan pengesahan aturan yang memungkinkan polwan mengenakan jilbab hanya ada di pundak Kapolri Jenderal Sutarman.

Hamidah menerangkan, hingga Sutarman pensiun, masih ada waktu untuk memperjuangkan hak para polwan agar dapat mengenakan jilbab ketika bertugas. Sutarman sebenarnya mendukung penggunaan jilbab bagi polwan.

Karena itu, Hamidah meyakini Sutarman bakal menerbitkan aturan agar penggunaan jilbab untuk polwan dapat diakomodasi. “Iya, hanya Kapolri yang penuh senyum itu (Sutarman) mampu melakukan hal tersebut,” kata dia.

Sutarman pernah memberikan izin secara lisan kepada polwan yang ingin berjilbab saat bertugas. Pendahlu Sutarman, Jenderal (purn) Timur Pradopo, juga mendukung penggunaan jilbab dengan mengajukan 62 desain pakaian Muslimah untuk polwan ke DPR.

Kendati demikian, pendapat berbeda justru datang dari orang nomor dua di Korps Bhayangkara. Komjen (purn) Nanan Soekarna dan Oegroseno beberapa kali melontarkan pernyataan tidak mendukung jilbab. Bahkan, Oegroseno menandatangani telegram rahasia yang menunda penggunaan jilbab untuk polwan hingga ada aturan.

Oegroseno sudah memasuki masa pensiun dan digantikan Badrodin yang dilantik pada Selasa (4/3). Usai pelantikan, Badrodin menyatakan, polwan masih harus mengikuti ketentuan seragam yang berlaku di Korps Tri Brata. “Pemakaian seragam itu harus mengacu pada aturan, bukan berdasarkan selera.”

Meski demikian, dia menyatakan akan melakukan kajian terhadap permintaan penggunaan jilbab bagi para polwan. Walaupun dia tidak memastikan kapan aturan itu akan disahkan. “Nanti saya kaji dulu, sampai saat ini kajiannya belum sempat saya baca.”

Mahasiswa menilai pelarangan polwan menjalankan ajaran agama Islam dengan berjilbab merupakan bentuk diskriminasi dan melanggar hak asasi manusia. Nuansa Islam Mahasiswa Universitas Indonesia (Salam UI) bersama Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) akan melakukan tuntutan kepada dua institusi negara, yakni Polri dan TNI, mengenai permasalahan tersebut.

Ketua Salam UI Fariz Abdillah mengatakan sudah lebih dari satu dekade persoalan jilbab polwan dan TNI belum kunjung selesai. “Lewat aksi ini, kami mencoba menginfokan kepada masyarakat bahwa permasalahan ini masih ada," ujar dia.

Aksi digelar di selasar lantai dua Islamic Book Fair (IBF) pukul 19.00-21.00 WIB. Sekitar 15 perwakilan mahasiswa akan datang. Selain menyosialisasikan informasi kepada masyarakat melalui orasi ilmiah, mahasiswa akan membagikan pamflet terkait isu jilbab polwan dan TNI. n gilang akbar prambadi/ani nursalikah ed: ratna puspita

Informasi dan berita lainnya silakan dibaca selengkapnya di Republika, terimakasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement