Selasa 12 Nov 2013 06:05 WIB
Mahkamah Konstitusi

Publik Yakin MK Bisa Pulih

Sejumlah orang tua/wali murid berfoto bersama seusai menghadiri sidang pembacaan amar putusan tentang Sistem Pendidikan Nasional di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/1).
Foto: Antara/Widodo S Jusuf
Sejumlah orang tua/wali murid berfoto bersama seusai menghadiri sidang pembacaan amar putusan tentang Sistem Pendidikan Nasional di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Para ahli tata negara tidak cemas dengan prahara yang menimpa Mahkamah Konstitusi (MK) pascapenangkapan mantan ketua MK Akil Mochtar. Mereka yakin kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) akan bisa dipulihkan.

Hal ini didasarkan pada hasil survei yang dilakukan SETARA Institute terhadap 200 ahli tata negara. Survei yang dilakukan sejak Juli 2013 itu dalam rangka memotret kinerja 10 tahun MK. Metode survei yang digunakan adalah purposive sampling, di mana pihaknya memilih dan menetapkan 200 ahli yang memiliki ciri spesifik agar relevan dengan tujuan penelitian.

''Prahara yang menimpa MK pada awal Oktober lalu tidak membuat cemas para ahli tata negara yang menjadi responden survei ini. Sekalipun sangat disesalkan, tetapi 82,1 persen responden yakin MK bisa memulihkan kepercayaan publik," kata peneliti SETARA Institute, Ismail Hasani, dalam konferensi pers hasil survei, di Jakarta, Senin (11/11).

Untuk memulihkan kepercayaan publik secara sistematis dan berkelanjutan, salah satunya dengan cara menyampaikan secara terbuka laporan kekayaan dan sumber kekayaan hakim. Selain itu, MK juga diminta untuk bijaksana, cermat, dan bebas kepentingan dalam melakukan pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2013 tentang MK yang sedang diajukan uji materinya ke MK.

Sementara itu terkait pengawasan, sebanyak 71,8 persen responden menyetujui kewenangan pengawasan MK melekat pada Komisi Yudisial. Namun, jalan pengembalian kewenangan kepada KY, menurut 87,2 persen responden, sebaiknya bukan melalui Perppu tapi melalui revisi UU MK.

Dalam survei ini, para ahli tata negara menilai adanya kualitas penurunan kualitas MK sejak masa Jimly Asshiddiqie ke Mahfud MD. Dan lebih merosot lagi di kepemimpinan Akil Mochtar. Putusan semasa dipimpin Jimly dinilai akademis (94,9 persen), progresif (79,4 persen), argumentatif (89,7 persen), dan politis (27,5 persen). n andi ikhbal/antara ed: joko sadewo

Informasi lengkap berita di atas serta berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement