Rabu 04 Sep 2013 03:15 WIB
Olimpiade Sains Nasional

Prestasi dalam Keterbatasan

Medali Olimpiade Sains Nasional (OSN).
Foto: blogibnuseru.blogspot.com
Medali Olimpiade Sains Nasional (OSN).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Lingga Permesti

Tangan dan kaki gadis itu tak sempurna, tangannya menekuk dan sukar memegang bebendaan. Sejak dilahirkan sang ibunda, sudah demikian keadaannya. Nelangsa Handayani yang kini berusia 17 tahun, sayangnya tak berhenti pada kondisi tubuhnya. Saat ia berusia empat tahun, sang ayah menelantarkan dirinya dan ibunya begitu saja. Pergi entah ke mana. Meski demikian, ia bukan gadis yang suram. Bicaranya lekas dan penuh semangat. Sunggingan senyum jarang meninggalkan bibirnya.

Niatnya untuk bersekolah dan meneruskan pendidikan setinggi-tingginya juga membara. “Sekolah dan mendapatkan ilmu jadi hal menyenangkan untuk saya,” katanya sambil menyunggingkan senyum, Selasa (4/9).

Menjadi siswa berkebutuhan khusus juga tak menyurutkan niat Handayani mengikuti ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN) ke-12 di Kota Bandung, Jawa Barat, tempat ia ditemui Republika. Gadis kelahiran Cilegon ini mengalahkan siswa-siswa lainnya untuk mewakili Provinsi Banten dalam mengikuti gelaran yang juaranya akan diikutkan pada kompetisi serupa di tingkat internasional.

Meski ini merupakan pengalaman pertama untuknya, Handayani yang berasal dari SMA Muhamadiyah Cilegon itu sangat optimistis dapat menjuarai ajang OSN di kalangan siswa berkebutuhan khusus. Guru yang mendampinginya, Maya Mutiasari, mengharapkan yang terbaik untuk Handayani. Dengan mengikuti olimpiade, ujar Maya, setidaknya muridnya itu mempunyai jiwa kompetisi dan pantang menyerah. “Kami dari sekolah tidak menuntut agar Handayani juara,” ujarnya.

Maya mengisahkan, ia tak berhenti terkesima dengan semangat Handayani untuk tetap bersekolah walaupun di tengah keadaan tubuh dan ekonomi yang serba terbatas. Handayani, katanya, diasuh sang paman yang berprofesi sebagai buruh lepas.

Setiap hari Handayani diantarkan sang paman dengan sepeda ke sekolah. Untuk itu, sekolah membebaskan Handayani dari segala macam biaya. “Karya ilmiah Handayani juga dapat dikatakan sangat baik untuk siswa berkebutuhan khusus,” ujar Maya.

Karya ilmiah yang dibuatnya untuk olimpiade terbilang unik, yaitu masker dari kulit mangga. Di awal pembuatan karya, Yani sapaan akrab Handayani sempat bingung mencari subjek. Namun, ide kemudian didapatkannya dari buah mangga yang kulitnya dibuang begitu saja. Terlebih, setelah ia mencari tahu dari berbagai sumber dan literatur, kulit mangga ternyata sangat berkhasiat dan mempunyai banyak vitamin.

Proses pembuatan masker kulit mangga karya Handayani tergolong cukup mudah. Kulit mangga dicuci bersin, kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari atau oven. Setelah itu, kulit mangga disangrai, ditumbuk, dan disaring. Hasilnya, jadilah masker kulit mangga yang bervitamin dan berkhasiat untuk kulit wajah.

Tidak hanya Handayani, tetapi terdapat juga puluhan peserta berkebutuhan khusus lainnya dari berbagai daerah yang berkumpul di Bandung, kemarin. Sebut saja Hasan Abdul Mutalim dari Sekolah Luar Biasa Negeri Togelo Maluku Utara.

Meskipun menyandang tunadaksa, Hasan mewakili Maluku Utara dalam kompetisi OSN bidang Matematika. Nantinya, Hasan mengungkapkan, pengalaman dalam OSN akan ia gunakan untuk membangun daerahnya sendiri. “Kembali ke daerah, memberi kontribusi sebaik-baiknya,” katanya.

Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian dan Kebudayaan Achmad Jazidi mengatakan, OSN dapat menjadi sarana untuk mengukur seberapa jauh anak-anak didik yang notabene merupakan anak berkebutuhan khusus dapat menunjukkan eksistensinya dan juga menunjukkan kemampuannya di bidang sains. “Mereka yang bertanding tidak kalah dari peserta normal lainnya,” ujar Achmad. n ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement