Ahad 14 Jul 2013 10:55 WIB
Refleksi

Tiga Amin untuk Tiga Amal Jelek

 KH Hasyim Muzadi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
KH Hasyim Muzadi

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh KH A Hasyim Muzadi

Ketika ditanya bagian manakah dari sifat-sifat Rasulullah SAW yang paling menakjubkan, Siti Aisyah RA menggelengkan kepala. Kepada sahabat yang bertanya, beliau menegaskan, semua akhlak Rasululllah menakjubkan.

Bagaimana tidak menakjubkan, semua yang datang darinya berasal dari Allah. Beliau tidak berkata kecuali dituntun wahyu, tidak memerintah kecuali atas bisikan wahyu, tidak menetapkan sesuatu kecuali itu atas sandaran wahyu dari Allah.

Termasuk, ketika Rasul mengucapkan “amin” atas doa yang dibacakan malaikat Jibril AS. Aminnya Rasul merupakan wahyu alias tuntunan ilahiah dari Jibril AS melalui perintah Allah. Jibril AS, demikian keyakinan kebanyakan kaum Muslim, malaikat terdekat dan frekuensi “pertemuannya” dengan Allah paling tinggi dibanding makhluk lain.

Melalui Jibril AS, firman Allah meluncur ke langit dunia dan menjelma wahyu di tangan-tangan para rasul dan nabi. Dua makhluk mulia ini bersahabat karib karena Jibril bertugas sebagai penyampai dan Rasul sebagai penerima wahyu.

Lalu, demikian sahabat Ka'ab bin Ujrah RA melaporkan kepada kita, Rasulullah meminta para sahabat mendekat ke mimbar. Pada setiap tangga menuju tempat duduk di mimbar, Rasul mengucapkan tiga kali amin. Para sahabat bertanya-tanya ada apa gerangan Rasul sampai mengucapkan amin tiga kali dan meminta mereka merapat ke dinding mimbar. Rupanya, Rasul ingin bercerita hasil korespondensinya dengan Jibril AS. Tiga amin Rasul adalah jawaban atas tiga macam doa yang dibacakan Jibril AS. Yang berdoa Jibril dan yang mengaminkan Rasul.

Bayangkan! Yang pertama adalah makhluk tak berdosa dan tak pernah bermaksiat, sementara yang kedua meski manusia biasa, namun amat terjaga kemaksumannya alias dosa dan kesalahannya diampuni Allah. Dua-duanya disebut makhluk paling sering berkomunikasi dengan Allah.

Terhadap permintaan keduanya, belum kita temukan keterangan yang menyebut Allah pernah menolaknya. Dalam kaitan ini, doa Jibril dan amin Rasul akan langsung meluncur ke langit tertinggi untuk mendapatkan kabul Allah.

Apa gerangan doa yang diaminkan tiga kali itu? Masih menurut laporan Ka'ab, Jibril berdoa, pertama, “celakalah orang yang mendapati Ramadhan yang penuh berkah, tetapi tidak mendapatkan ampunan.” Kedua, “celakalah orang yang bila nama Muhammad SAW disebut, dia tidak bershalawat kepadanya.”

Dan ketiga, “celakalah orang yang mendapati ibu dan bapaknya yang renta atau salah satu dari keduanya, tetapi keduanya tidak menyebabkan orang itu masuk surga.” Inilah tiga buah doa yang dibacakan Jibril dan diaminkan oleh Rasulullah.

Untuk mendekatkan konteks, “Refleksi” ini tak akan membahas yang kedua dan ketiga. Konteks kita adalah Ramadhan. Ini bukan bulan biasa. Ramadhan berkunjung membawa tawaran, oleh-oleh, dan janji yang melimpah untuk dinikmati. Meski Ramadhan merupakan tempat segala harapan bisa kita dapatkan, tidak semua kita bisa memperolehnya dengan “gratis”.

Namun, karena sifatnya seperti open house, Allah menyediakan fasilitas kemudahan bagi mereka yang ingin memenuhi harapannnya pada bulan ini. Misalnya, kompetisi akan sedikit lebih “mudah” karena halang rintangnya diminimalisasi. Setan-setan diikat menggunakan rantai dari neraka, neraka ditutup hingga ke celah-celahnya, tetapi gerbang surga sebulan penuh dibuka selebar-lebarnya.

Namun, semua ada hitung-hitungannya, tidak ada yang gratis. Ironisnya, meski Allah menyiapkan semua dengan penuh kemudahan, tak sedikit di antara kita yang tetap bebal. Rasul menyadari benar betapa beratnya perjuangan hidup di dunia untuk mendapatkan kemenangan di akhirat. Rasul menyadari benar betapa tak memadainya usia dan tenaga umatnya sehingga sering yang terucap dari mulut beliau yang mulia hanya kata-kata “ummati, ummati, ummatku, ummatku.”

Tak mungkin membandingkan postur tubuh umat Muhammad SAW dengan umat nabi dan rasul terdahulu yang tergolong kuat-kuat dan tinggi-tinggi. Umur Nabi kita hanya puluhan tahun, sementara usia nabi terdahulu bisa ratusan tahun.

Itulah mengapa Rasulullah begitu “geram” jika ada di antara kita yang mengabaikan Ramadhan. Begitu Jibril AS “menyumpahi” mereka yang menghinakan Ramadhan, Rasul kompak mengamininya.

Sebab, hanya pada bulan inilah umat Muhammad SAW yang kecil-kecil, ringkih-ringkih, dan tak berumur panjang bisa mendapatkan pahala berlipat untuk bisa menyaingi peroleh pahala umat terdahulu yang kalau beribadah sangat boleh jadi lebih kuat daripada kita. Pada bulan ini, sepenggal ayat diganjar seperti mengkhatamkan Alquran pada bulan lain.

Pada bulan ini, semua amalan-tentu yang diterima karena memenuhi semua persyaratan-dilipatgandakan pahalanya. Hanya pada bulan ini yang tidak mungkin menjadi mungkin. Pada bulan ini, bau mulut menjadi kesturi.

Pada bulan ini, ikan-ikan di samudra berlomba memohonkan ampun bagi yang berpuasa. Pada bulan ini, surga-surga berhias siap menyambut kafilah kaum saleh. Bukankah hanya pada bulan ini ada sebuah malam yang derajatnya (khairun min alfi sanatin) lebih bagus dari seribu bulan? Semua hanya mungkin pada Ramadhan.

Kalau ada di antara kita yang tidak mengindahkan bulan suci ini, kita akan diperlakukan sama oleh Ramadhan. Dia tidak akan menyapa kita, dia tidak akan memanggil kita, dia tidak akan menawarkan apa pun kepada kita. Bahkan, Ramadhan akan melaknat kita sebagaimana bunyi doa Jibril AS yang diaminkan Rasulullah.

Celaka dan celakalah. Begitu bebalnya kita sehingga mengambil tindakan melebihi keberanian iblis laknatullah alayhi saat menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam AS. Sudahkah kita sekuat iblis sehingga berani menentang Allah?

Inilah bulan terbaik bagi kita untuk bersujud dan bersujud. Bersujud di hadapan Allah karena pengakuan kita akan rububiyah-Nya dan bersujud menghinakan diri di hadapan semua makhluk karena sifat kita yang memang dhaif.

Semakin merunduk kita di hadapan Allah, akan semakin merendah kita di hadapan manusia lain. Bukankah hanya sekali iblis menolak sujud kepada Adam, lalu Allah melaknatnya hingga hari kiamat?

Lalu, sudah berapa kalikah kita tidak sujud selama hidup kita? Seharusnya sudah banjir sajadah kita dengan air mata tobat dan seharusnya sudah jauh berkurang waktu kita untuk bersenda gurau di dunia yang sangat singkat ini.

Semoga kita tidak termasuk golongan orang yang dimaksud oleh Jibril AS dan bukan yang diaminkan oleh junjungan kita Muhammad SAW dengan doa dalam tulisan reflektif kali ini. Marhaban ya Ramadhan. Wallahu a'lam. n

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement