Rabu 03 Jul 2013 01:30 WIB
Grup Band

Drumer; Posisi tak Terganti

Drummer Gilang Ramadhan saat menunjukkan kepiawaiannya dalam memainkan alat musik drum.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Drummer Gilang Ramadhan saat menunjukkan kepiawaiannya dalam memainkan alat musik drum.

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam sebuah band, vokalis selalu mendapat sorotan terbesar. Maklum, posisinya memang sudah berada di paling depan. Sementara urusan musik, selama ini, gitaris kerap dianggap paling berjasa menyumbang nada-nada indah pengiring lagu. Namun, banyak yang lupa bahwa musik sebenarnya berawal dari dentuman.

Bahkan, alat musik pertama di dunia adalah alat musik pukul atau perkusi. Akan tetapi, yang sering terjadi posisi pemukul drum atau drumer justru kerap terabaikan. Karena posisinya yang berada di belakang, hanya sedikit drumer yang sama terkenalnya dengan vokalis atau gitaris dalam band. Padahal, drum merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah karya musik.

Drumer band Gigi, Gusti Hendy, bahkan memosisikan drum sebagai alat musik yang tak tergantikan. Menurutnya, posisi drumer adalah penyumbang utama rhythm musik, meski peran serta bassist juga sama sekali tak bisa ditinggalkan. "Kalau drumer mainnya jelek, pasti band itu akan terdengar jelek. Sementara kalau vokalis atau gitaris main jelek, masih bisa tertutup sama drum,” kata Hendy yang telah mengenal drum sejak kelas dua sekolah dasar.

Hal ini pula, kata dia, yang menempatkan posisi drumer sebagai personel yang tak tergantikan dalam tatanan sebuah band. Meski begitu, Hendy mengakui, posisi sebagai drumer memang kerap diabaikan. Ketika dulu membulatkan tekad untuk menjadi drumer, ia juga kerap mendapat cibiran. “Kata orang, drumer identik dengan penghasilan yang tak jelas,” ujarnya.

Namun, seiring perkembangan industri musik, drumer kini semakin diperhitungkan sebagai profesi yang punya gengsi. Layaknya posisi lain dalam band, drumer mulai banyak diminati. Kalau dulu mungkin orang tua banyak yang belum melegakan anaknya main drum, menurut Hendy, saat ini yang terjadi justru sebaliknya. Sekarang mulai banyak anak muda yang didorong orang tuanya untuk menjadi drumer.

Kecintaan Hendy pada drum dimulai karena karakter alat musik ini yang tak perlu listrik untuk bisa membuat pendengarnya tersengat. Cukup ditabuh dengan stik, ia sudah dapat menghasilkan bebunyian yang dinamis, meski tak dimungkiri perkembangan zaman akhirnya melahirkan banyak juga drum-drum elektrik.

Diam-diam, sebenarnya Hendy menguasai semua jenis alat musik, termasuk bernyanyi. Namun, ketertarikan pada alat musik tabuh tersebut dirasanya telah mendarah daging.

Pria kelahiran Banjarmasin, 33 tahun silam, ini punya delapan set drum di rumahnya. Kecintaan Hendy pada drum, menurutnya, bahkan sudah mengarah pada 'kegilaan'.

Ia merasa seperti memiliki penyakit kala melihat drum baru. "Kalau lihat drum baru, selalu ingin dibeli. Kalau yang diingini nggak dapat, aku bisa sampai nangis," ungkapnya. Kini, selain memiliki delapan set drum, Hendy juga memiliki koleksi snare drum. Hingga saat ini, jumlahnya mencapai 22 buah snare.

Demi merawat satu demi satu koleksinya, Hendy rela meluangkan waktu tiap malam. Satu per satu drumnya ia bersihkan sendiri. Jangankan rusak, ada satu noda saja di drum koleksinya sudah bisa membuatnya tak bisa tidur. Ia pun tak segan menyisihkan dana khusus demi hobi mengoleksi drumnya. Sejauh ini, menurut Hendy, ada dua hal fantastis yang ia lakukan demi hobinya itu.

Pertama, ia pernah mendapatkan snare drum tahun 40-an dari hasil 'berburu'-nya. "Ada juga satu koleksi aku yang harganya sama dengan harga satu Avanza baru," kata Hendy yang mengaku mendapat dukungan sang istri terkait hobinya itu.

Ibarat Tulang Punggung

Bicara tentang drum, Setyo Nugroho alias Tyo Nugros punya cerita berbeda. Mantan drumer grup band Dewa 19 ini menyimpan sejarah unik di balik perjalanannya menjadi drumer. Menurut Tyo, dulu sang ayah memiliki banyak alat musik di rumahnya. Beragam alat musik dimiliki dan dikuasai sang ayah, lalu ditularkan pada anak-anaknya.

Di antara semua alat musik yang tersedia, hanya satu alat musik yang tidak ada di depan mata. Alat musik itu adalah drum.  Tyo kecil kebetulan juga sangat suka pada olahraga bela diri. Kecintaannya pada olahraga bela diri, akhirnya menggiring Tyo mencari alat musik yang sejalan dengan bela diri.

Dulu, kata Tyo, ia penggemar berat olahraga martial art. Kungfu, sudah sempat ia pelajari, tapi ternyata olahraga ini tak semudah yang ia bayangkan. Akhirnya, ia memutuskan untuk memilih musik sebagai jalan hidupnya. “Alat yang paling sejalan dengan cita-cita saya yang tak kesampaian, ya hanya drum,” ungkap mantan kekasih Audy Item tersebut.

Setelah belasan tahun menggeluti dunia drum, Tyo merasakan betul pentingnya penabuh drum dalam konstelasi sebuah band. Ia mengibaratkan drumer sebagai tulang punggung band. Sebab, drumer bertugas membuat dan menjaga irama musik agar tetap enak terdengar.

Baginya, untuk menjadi seorang drumer yang baik tak semata mampu menguasai irama. "Groove-nya juga harus dapat. Kalau sudah begitu, kita bisa main dengan baik dan benar," kata pria lulusan Percussion Institute of Technology (PIT) dan Musicians Institute (MI), Hollywood, AS. Sekarang, menurutnya, banyak kemudahan yang didapat bagi drumer-drumer pemula. Jika dulu pada zamannya Tyo harus belajar drum dari banyak orang maupun institusi, sekarang cukup melalui internet semua dapat dipelajari.

Terlebih berbagai tutorial drum, juga bisa diakses dengan mudah lewat situs jejaring sosial, seperti Youtube. Hal ini pula yang, menurut Tyo, berujung pada lahirnya banyak generasi drumer baru di industri musik Tanah Air.

Namun, satu hal yang perlu diperhatikan drumer pemula, kata dia, adalah tentang pentingnya jam terbang. Jam terbang bagi drumer sangat berpengaruh untuk melihat sejauh mana kualitas yang dimiliki drumer bersangkutan. "Bagi yang muda-muda, jam terbangnya saja dibanyakin," sarannya.

Meski telah lama berkecimpung dengan dunia drum, tak lantas membuat Tyo berhenti belajar. Perkembangan zaman dan teknologi pun memaksanya untuk ikut juga mempelajari alat musik drum berbasis elektrik.

Sebagai generasi yang lahir di era manual, kini ia ‘dipaksa’ menjajal dunia musik yang serbaelektrik. Perbedaan pun tetap tak bisa terhindarkan. Salah satunya urusan feel atau rasa dalam bermain drum.

Meski dengan satu alat drum elektrik banyak bebunyian yang diinginkan yang bisa didapat, menurutnya, drum perkusi pun tak boleh ditinggalkan. Sebab dari sana, drumer bisa mengasah dengan baik feel-nya dalam menabuh drum. n gita amanda ed: setyanavidita livikacansera

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement