Selasa 11 Jun 2013 08:57 WIB
Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi 5,9 Persen

Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan akan terkoreksi hingga ke titik 5,9 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan angka pertumbuhan yang diajukan pemerintah dalam asumsi dasar ekonomi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013 sebesar 6,2 persen.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, koreksi pertumbuhan tersebut disebabkan rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bulan ini. Kenaikan harga BBM, menurutnya, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga berada pada kisaran 8 sampai 8,5 persen. Prediksi tersebut juga jauh lebih tinggi dibandingkan asumsi pemerintah sebesar 7,2 persen.

Enny mengatakan, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terbesar adalah konsumsi rumah tangga. Tatkala inflasi tinggi, daya beli masyarakat akan terkoreksi sehingga penurunan konsumsi pun terjadi. "Penurunan konsumsi inilah yang akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi," ujarnya, Senin (10/6).

Dari pertumbuhan ekonomi 6,23 persen per 2012 silam, kontribusi komponen pengeluaran rumah tangga tercatat 54,56 persen. Disusul oleh pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau komponen investasi fisik 33,16 persen, konsumsi pemerintah 8,89 persen, ekspor 24,26 persen, dan impor 25,81 persen.

Sementara dari pertumbuhan ekonomi 6,5 persen per 2011, kontribusi komponen pengeluaran rumah tangga sebesar 54,61 persen. Kemudian, komponen investasi 31,97 persen, ekspor 26,35 persen, dan impor 24,94 persen. Pada kuartal I 2013, pertumbuhan ekonomi tercatat 6,02 persen dengan kontribusi pengeluaran rumah tangga 55,64 persen.

Kemudian dari sisi belanja pemerintah, Enny menyebut belanja pemerintah tidak memiliki visi dan hanya berkutat pada bantuan sosial dan transfer. Kondisi itu membuat stimulus kegiatan ekonomi, terutama pada sektor riil, tidak akan terjadi. Dengan demikian, pertumbuhan sektor riil menjadi tidak optimal. "Itu juga memengaruhi investasi. Investasi kita tidak bisa seoptimal seperti yang kita harapkan dan itu berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi kita," katanya.

Lebih lanjut, Enny mengatakan, tingginya inflasi juga akan membuat neraca perdagangan semakin defisit. Neraca perdagangan Indonesia per Januari sampai April 2013 mengalami defisit 1,85 miliar dolar AS. Defisit akan semakin besar apabila pemerintah tidak segera menaikkan harga BBM.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, neraca perdagangan pada April 2013 mencapai 1,6 miliar dolar AS. Defisit itu terdiri atas defisit perdagangan nonmigas sekitar 407,4 juta dolar AS dan minyak serta gas (migas) sebesar 1,2 miliar dolar AS.  Menurut Gita, defisit tersebut disebabkan penurunan nilai ekspor yang terjadi karena dipicu oleh belum membaiknya harga beberapa komoditas ekspor nonmigas Indonesia di pasar internasional.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pemerintah telah mengajukan pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN-P 2013 sebesar 6,2 persen dan inflasi 7,2 persen. Kemudian, angka pertumbuhan dalam rapat antara Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah pekan lalu mematok pertumbuhan berada di titik 6,3 persen.

Rentang pertumbuhan dan inflasi tersebut telah memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM. Dengan demikian, pemerintah yakin pertumbuhan ekonomi tidak akan berada di bawah 6 persen. Terkait kontribusi komponen pengeluaran rumah tangga, Chatib menilai dalam enam bulan ke depan, pengaruh aktivitas penyambutan Pemilihan Umum 2014 akan semakin terlihat.

Kenyataan itu, menurut Chatib, tidak perlu melihat data sebab di sejumlah daerah terlihat peningkatan aktivitas pemilu. "Sehingga, sedikit banyak berpengaruh pada konsumsi rumah tangga," ujarnya. Oleh karena itu, dalam perkiraan pertumbuhan 6,3 persen, konsumsi diperkirakan tumbuh dari 4,9 persen menjadi 5 persen. n muhammad iqbal ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement