Selasa 11 Jun 2013 08:27 WIB
Jilbab Polwan

Aturan Polri Soal Jilbab Mesti Direvisi

Facebook 'Dukung Polwan Berseragam di Izinkan Berjilbab'
Foto: ROL
Facebook 'Dukung Polwan Berseragam di Izinkan Berjilbab'

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian bersikeras menegakkan aturan pembatasan penggunaan jilbab oleh polisi wanita (polwan). Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menyatakan, pergantian kapolri yang segera dilakukan bisa jadi momentum memperjuangkan revisi peraturan tersebut.

Peraturan terkait seragam di Polri termuat dalam Keputusan Kapolri no pol: Skep/702/IX/2005. Kendati tak disebutkan soal larangan mengenakan jilbab, ditegaskan bahwa polisi yang melanggar peraturan seragam yang sudah ditentukan bisa dikenai sanksi. Pengecualian diberikan pada polwan yang bertugas di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Menurut Bambang, jika perjuangan para polwan dilakukan segera, bisa menguap begitu kapolri baru terpilih. Hal tersebut karena menjelang pergantian kapolri, isu-isu terkait kebijakan Polri biasanya dikesampingkan.

Lain halnya, bila revisi peraturan yang membatasi pengenaan jilbab oleh polwan dilakukan saat kapolri diganti. “Sebentar lagi akan ada pergantian kapolri, momen ini dapat dimanfaatkan untuk mendesak pemimpin yang baru agar menelurkan perubahan perkap tentang seragam,” kata Bambang, Senin (10/6).

 

Bambang yang juga mantan polisi menilai, aspirasi tentang penggunaan jilbab yang dilayangkan oleh para polwan sangat mulia. Untuk itu, dia  menyarankan kepada para polwan agar dapat meneruskan perjuangan tersebut.

Caranya, dengan menyampaikan secara berkesinumbangan ide berjilbab ini kepada pimpinan Polri. Diharapkan dengan cara tersebut, keinginan untuk tetap berjilbab saat berprofesi dapat diwujudkan. “Pemakaian jilbab sebagai simbol wanita Muslim memang diwajibkan dalam Alquran, sangat layak diperjuangkan,” ujar dia.

Profesor di Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, karena jilbab ialah bagian dari sebuah ritual keyakinan, Polri seharusnya mampu memberikan keleluasaan. Perkap, kata dia, bukan barang mati dan dapat diperbaharui agar memberikan peluang bagi polwan yang beragama Islam untuk mengenakan jilbab.

Di lain pihak, kepolisian belum menunjukkan tanda-tanda akan memfasilitasi keinginan sejumlah polwan untuk berjilbab. Wakapolri Nanan Sukarna menegaskan, aturan yang ada belum memberi ruang untuk itu. Dengan dalih demi tegaknya peraturan, penggunan jilbab masih belum dapat dibenarkan. “Regulasinya belum ada soal penggunaan jilbab,” ujar Nanan, Ahad (9/6).

 

Aturan inilah, menurutnya, harus dijunjung tinggi karena sudah berdiri sejak kepolisian di Indonesia ada.  Bentuk toleransi terhadap penggunaan jilbab, kata dia, juga belum dapat diberikan, karena aturan pun tidak menolerir hal tersebut.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Taslim Chaniago mengatakan, pembatasan pengguaan jilbab oleh polwan tidak saja melanggar hak asasi manusia (HAM) dan prinsip-prinsip demokrasi. “Itu juga tidak menghargai Pancasila, juga UUD 1945,” ujar dia.

Ia mengatakan, negara wajib melindungi warga negara dalam menjalankan perintah agama. Jika alasannya keseragaman, menurut dia, kepolisian bisa mendesain jilbab yang serupa dan tak mengganggu tugas.

Wasekjen MUI Tengku Zulkarnaen meminta perkap soal seragam polisi  selayaknya ditinjau ulang. Dalam era reformasi ini, ia menilai, Polri mesti transparan, profesional, dan proporsional.

Transparan, ujar Tekngku, dalam  arti tidak menyembunyikan aturan-aturan di lingkungan Polri dari masyarakat. Profesional, yakni mengutamakan tugas secara profesional, tidak memandang penampilan semata. "Apalagi hanya alasan jilbab, sampai menghalangi profesionalisme Polri," ujarnya.

Proporsional, kata Tengku, yaitu menempatkan segala aturan dalam tubuh Polri sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Jika ada aturan dalam Polri selama ini ada yang  bertentangan dengan  UUD 1945, maka mesti dikoreksi secara proporsional.

Hak berjilbab bagi Muslimah, termasuk polwan, terang Tengku, dilindungi oleh UUD 1945 pasal 29 ayat 1. Maka, tidak semestinya ada larangan itu. Di Amerika polwan berjilbab diizinkan karena hak itu dijamin oleh undang-undang di negara tersebut.

Anggapan polwan berjilbab menyebabkan aktivitas kerjanya terganggu, menurut Tengku  adalah anggapan yang keliru. Dalam acara  Islamic Solidarity Games (ISG) yang diikuti oleh 57 negara Islam sedunia, seluruh atlet wanitanya mengenakan jilbab.

"Kalau atlet Muslimah bisa berprestasi dan beraktivitas dengan hebat walau pakai jilbab, pastilah polwan dapat  berbuat hal yang sama," ujar Tengku.

Keinginan polwan kalangan Muslimah untuk memakai jilbab ketika bertugas terus mendapat dukungan. Kali ini, dukungan muncul dari Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mukti.

Menurutnya, ada baiknya Polri tidak melarang polwan untuk menjalankan kewajiban agamanya. Dalam Islam, bagi Muslimah menutup kepalanya adalah anjuran yang cenderung diwajibkan, jadi tidak ada alasan pihak kepolisian melarang jilbab bagi polwan Muslimah.

“Berjilbab juga tidak mengganggu tugas dan profesionalitas pekerjaan polwan,” kata Mukti, kemarin. Mukti menambahkan, berjilbab bagi Muslimah bagian dari menutup aurat dan menutup aurat bagian dari menunaikan ajaran Islam. Terlebih, di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah sesuai kepercayaan.

Mukti mengatakan, kalau jilbab dianggap melanggar aturan dan kode etik, aturan itu melanggar UUD 1945 dan hak asasi manusia (HAM) tentang kebebasan beragama. Terlebih lagi, di sejumlah negara-negara di mana Muslim adalah minoritas, seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Australia, penggunaan jilbab oleh petugas polisi diperbolehkan.

Dukungan kepada polwan yang hendak berjilbab juga datang dari mantan ketua umum Demokrat Anas Urbaningrum. Melalui akun Twitternya, ia menegaskan, Polri mestinya lebih mengutamakan kinerja. “Kalau ada polwan yang mau berjilbab, mestinya tidak perlu dilarang. Kinerja yang utama,” tulisnya dalam akun @anasurbaningrum. Sejumlah follower Anas me-retweet kicauan tersebut dan memberi komentar terhadap kicauan Anas. n gilang akbar prambadi/dyah ratna meta novia/amri amrullah/ahmad islamy jamil ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement