Jumat 17 May 2013 08:55 WIB
Konflik Suriah

PBB Kecam Rezim Suriah

Militan Suriah
Foto: Press TV
Militan Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Majelis Umum (MU) PBB mengecam keras rezim Bashar al Assad atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Suriah. Kecaman itu disampaikan melalui sebuah resolusi yang disetujui mayoritas anggota MU PBB. PBB juga menyeru segera dibentuknya pemerintahan transisi di Suriah dengan oposisi sebagai wakil sah rakyat negara itu.

Resolusi yang dipelopori Liga Arab bersama sekutu Baratnya ini sebenarnya secara hukum bersifat tidak mengikat. Meski demikian, resolusi itu dinilai memiliki kekuatan politis. Dalam penghitungan suara, sebanyak 107 negara mendukung resolusi ini, 12 negara menolak, dan 59 abstain.

Argentina yang sejak awal meminta agar resolusi tak memihak kelompok oposisi, Koalisi Nasional Suriah, termasuk salah satu negara yang abstain. Langkah Argentina diikuti negara-negara Amerika Latin, seperti Brasil dan negara-negara Karibia. Sikap abstain juga diambil India, Indonesia, 20 negara Afrika, dan enam negara Asia Pasifik.

Resolusi MU PBB ini ditujukan pada dua hal. Pertama, terkait meningkatnya penggunaan senjata berat terhadap kawasan sipil. Kedua, adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara sistematis.

Dua negara adidaya, Amerika Serikat (AS) dan Rusia, berada di pihak yang berlawanan. AS yang sejak awal mensponsori resolusi ini tentu saja menyetujui. Sebaliknya, Rusia yang merupakan sekutu dekat Presiden Assad menolak. Fakta ini terasa ironis, mengingat AS dan Rusia sedang berupaya menyelenggarakan konferensi perdamaian bagi Suriah.

Ketua MU PBB Vuk Jeremic mengatakan, perang saudara di Suriah semakin memburuk dan berpotensi menyeret negara lain ke dalam pusaran konflik di sana. Karena itu, PBB harus melakukan sesuatu untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan ini. “Kredibilitas PBB layak dipertanyakan jika tak melakukan apa pun untuk mengakhiri tragedi itu,” ujarnya.

Hal senada dikatakan Duta Besar AS untuk PBB, Rosemary Di Carlo. Menurutnya, seluruh anggota PBB harus mengetahui bahwa terjadi krisis kemanusiaan yang begitu parah di Suriah. Karena itu, tiap negara harus mendukung transisi politik yang damai di negeri tersebut. Hal itulah, menurutnya, yang menjadi tujuan utama konferensi damai yang sedang diupayakan AS-Rusia. “Resolusi ini memberi pesan jelas bahwa solusi politik bisa menjadi cara terbaik untuk mengakhiri penderitaan rakyat Suriah.”

Duta Besar Arab Saudi untuk PBB, Abdallah al Mouallimi, seperti dikutip Alarabiya, juga melontarkan kecaman keras terhadap Pemerintah Suriah. Ia menyebut rezim Suriah telah membunuhi rakyat sipil. Hingga saat ini, belum ada data pasti mengenai jumlah korban tewas akibat perang saudara di Suriah. Ada sumber yang menyebut 82 ribu orang, namun sumber lain menyebut korban telah mencapai 94 ribu orang.

Berbahaya dan merusak

Menjelang pemungutan suara di Majelis Umum, Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin, menyatakan, resolusi tentang Suriah ini sangat berbahaya dan berpotensi merusak. Ia juga menuduh negara Arab yang memprakarsai resolusi itu berusaha menjatuhkan rezim Assad dengan segala cara. Artinya, tujuan utama mereka bukanlah untuk menemukan solusi politik bagi Suriah. Ia juga mengecam keras resolusi ini karena memberi persetujuan pengiriman senjata bagi kelompok oposisi.

Kecaman serupa dilontarkan Duta Besar Suriah untuk PBB, Bashar Jaafari. Ia menilai resolusi ini ibarat bensin yang bakal semakin mengobarkan bara peperangan di Suriah. Penyebabnya, resolusi melegitimasi pengiriman senjata kepada oposisi dan menyetujui oposisi sebagai wakil sah rakyat Suriah.

Selain Rusia, sekutu Suriah lainnya, yakni Iran, juga menentang resolusi tersebut. Duta Besar Iran untuk PBB, Mohammad Khazaee, menyebut resolusi ini menyimpang dari prinsip PBB. Selain Iran dan Rusia, penolakan atas resolusi ini juga dinyatakan Cina dan Korea Utara. n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement