Selasa 19 May 2015 18:00 WIB

inspirasi- Lenggogeni Faruk, Ibu 'Generasi Halilintar'

Red:

Semangkuk besar spageti home-made mengawali percakapan pagi itu. Saat itu, Republika tengah berada di kediaman Lenggogeni Faruk dan Halilintar Asmid bersama keluarganya. Uniknya, makanan tidak terhidang di sebuah meja makan di dalam rumah. Kegiatan bersantap justru terjadi di halaman depan. Beberapa kursi dan meja kayu bertengger menjadi tempat untuk menikmati hidangan.

"Ini kebiasaan kami setiap pagi," ujar Geni, begitulah ibu dari 11 anak ini akrab disapa. Perkakas plastik menjadi tak asing di rumah karena rentan pecah. Spageti hangat buatan ia dan anak-anaknya begitu nikmat disantap beramai-ramai.

Ya, Geni merupakan ibu dari Kesebelasan Gen Halilintar, sebuah buku yang banyak diperbincangkan tahun ini. Kisahnya mengasuh 11 orang anak tanpa bantuan asisten rumah tangga atau babysittermenyita perhatian seluruh Indonesia. Buku setebal 300 halaman tersebut gempar ketika Islamic Book Fair (IBF) beberapa waktu lalu berlangsung. Bahkan, keberadaannya disinyalir menjadi best seller dalam pameran buku Islami terbesar di Indonesia itu.

Keluarga ini sedang menjadi trending topic di seluruh media Tanah Air. Bahkan, beberapa media luar negeri, salah satunya Spanyol, sudah membuat janji dengan Geni untuk melakukan wawancara. Padatnya jadwal mengisi talk show atau workshop sedang membanjiri kegiatan keluarga berdarah Minang ini.

Membaca cara Geni dan sang suami mengasuh anak sudah terkandung jelas dalam buku perdana mereka. Perempuan berusia 42 tahun ini menceritakan kesulitan dan keseruannya merawat 11 orang anak. Pribadi dan karakter mereka memang tidak sama. Namun, justru pada letak perbedaan tersebut bisa mengarahkannya ke segala bidang. Ada yang memegang urusan cuci pakaian, memasak, hingga membantu keluarga menjalankan bisnis.

Setiap kakak sudah memiliki kewajiban mengurus adik-adiknya. Hal ini yang membuat keluarganya kompak. Namun, ayah dan ibu tetap menjalankan peran mereka sebagai orang tua.

Di dalam bukunya, Geni menerangkan bagaimana ia dan suami membentuk tim keluarga layaknya kesebelasan sepak bola. Atta, Sohwa, Sajidah, Thariq, Abqoriyyah, Saaih, Fatim, Fateh, Muntaz, Saleha, dan Qahtan merupakan tim kesebelasan Halilintar. Nama belakang mereka berasal dari sang ayah.

Seperti tim sepak bola, setiap anak memiliki spesialisasi dan tugas masing-masing. Sementara, anak pertama bertindak sebagai kapten. Anak yang lebih tua wajib menjaga dan menaungi adik-adiknya. Orang tua ibarat pelatih dan penasihat. Berusaha mengarahkan dan menjaga, tapi juga tetap memberikan kasih sayang secara utuh.

Geni dan sang suami berupaya selalu menanamkan nilai-nilai kasih sayang. "Kami tidak terbiasa menyuruh, tapi melakukan sesuatu berdasarkan rasa sayang," jelas perempuan berdarah Pekanbaru ini. Menyuruh atau melarang anak-anak bukan solusi terbaik untuk kehidupannya. Tetapi, menanamkan rasa sayang, bagi pasangan ini,  menjadi langkah paling benar.

Sayang kepada Allah SWT, kata Geni, akan membuat seorang hambanya menjadi hati-hati dan takut akan murka-Nya. Begitu pula anak-anak yang harus menyayangi orang tua. Apabila cinta dan kasih sayang tertanam begitu kuat maka anak tidak akan mungkin mengecewakan orang tua. "Tanpa instruksi, anak sudah paham tugas dan kewajibannya," ujarnya.

Tidak hanya mengurus urusan rumah tangga. Anak-anak juga turut berpartisipasi dalam beberapa bisnis yang mereka garap. Keluarga ini beniaga hampir di segala bidang, seperti kuliner, produk fashion, hingga penerbitan. Keluarga Halilintar berprinsip, kata Geni, segala sesuatu yang mereka makan atau pakai bisa dijadikan usaha. Begitu pula dengan jasa penerbitan yang mereka kelola. Keluarga menjadi inspirasi utama dalam berbisnis.

Seorang pengusaha pasti identik dengan berdagang. Namun, Geni menyatakan dengan tegas, Keluarga Halilintar tidak menanamkan konsep tersebut sebagai landasan. "Seorang pengusaha harus berusaha secara takwa kepada Allah SWT sebagai garis awal," kata dia. N ed: nina chairani

***

Buku Dan Gol Kesebelasan

Kesebelasan Gen Halilintar tidak lahir secara sengaja. Geni memang sudah lama ingin menulis buku mengenai cerita keluarganya. "Tapi, saya masih merasa kurang pantas menceritakan kisah keluarga ini," jelasnya. Keluarganya belum berjaya dan masih menuju jalan kejayaan. Namun, dorongan dari keluarga besar dan kerabat dekat begitu memotivasinya.

Di era modern seperti ini, memiliki anak banyak sudah sangat langka. Saat hadir pada suatu acara parenting, Geni bahkan sering membuat takjub para peserta. Seorang psikolog bahkan pernah menyuruhnya menjadi pembicara untuk menceritakan keuletannya mengasuh 11 orang anak tanpa bantuan asisten.

Selama 22 tahun membina pernikahan menjadi nyawa dalam menulis. Sosok sang suami sebagai guru juga menguatkan Geni untuk berani menulis. Ia sadar, dirinya bukan seorang penulis bak pujangga perangkai kata. Namun, menurut pengakuannya, semangatnya untuk berbagi pengalaman mengenai kisah keluarganya selalu membuatnya terinspirasi.

Kesebelasan Gen Halilintar mungkin buku pertama yang ia tulis. Namun, saat ini keberadaannya bisa menjadi pertama di Indonesia bahkan dunia. Ketika buku telah lahir, ia dan keluarga juga masih belum pantas untuk menjadi panutan bagi orang banyak.

Awalnya, buku Kesebelasan Gen Halilintar dibuat hanya untuk kalangan terbatas. Sambutan masyarakat luas ternyata begitu berlebihan dan di luar perkiraan Geni sekeluarga. Masyarakat begitu antusias dan menjadikan kisah keluarganya sebagai salah satu fenomena di masa modern. Geni memang mengemas buku dalam penuturan yang sederhana. Layaknya seorang ibu yang sedang curhat melalui tulisan. Pembaca mudah paham setiap kata yang berbunyi.

Desain buku juga dibuat sendiri oleh anak-anaknya. Mulai dari pemilihan foto-foto, desain tulisan dan warna, hingga pembuatan foto cover buku. Hanya bermodalkan garasi mobil di rumah dan kamera jenis SLR saja dalam pengambilan fotonya. Bahkan buku ini juga diterbitkan dari perusahaan penerbit keluarganya.

Cara Geni dan keluarga masuk ke kacamata dunia juga begitu halus. Ia dan keluarga mengenakan busana yang wearable mengikuti fashion dunia. Hal tersebut bukan tanpa sengaja agar masyarakat dunia bisa mengenal Islam lebih universal. Islam memberikan kedamaian dan bisa masuk di semua kalangan. Itu menjadi pesan utama dari isi bukunya. Hingga saat ini buku hanya bisa dipesan secara online melalui jejaring sosial Facebook Gen Halilintar, serta Twitter dan Instagram @genhalilintar.

Kesebelasan generasi keluarganya tentu memiliki gol seperti tim sepak bola. "Kami memiliki gol ketakwaan dan kedutaan secara garis besar," jelas Geni.

Ketakwaan akan terus menjadi fondasi utama dalam membina dan menjaga keutuhan keluarga. Sementara, kedutaan harus dimiliki setiap anggota keluarga. Ia berpendapat, sebagai seorang Muslim sudah sepantasnya menjadi duta-duta Tuhan dalam menciptakan kedamaian dan menebar banyak manfaat. Geni dan suami selalu menanamkan ajaran kepada anak-anaknya untuk memiliki jiwa besar. Sebab, hanya dengan jiwa besar sebuah cita-cita bisa tercapai.

Saat ini Geni juga tengah menyiapkan buku kelanjutan kisah inspiratif keluarga mengelilingi dunia. Buku kedua Kesebelasan Gen Halilintar  (KGH), Malaysia My Second Home, tengah dipersiapkan. Jilid kelanjutan buku, seperti KGH Goes To Uzbekistan dan KGH Around The World juga menjadi wacana ke depan. Ia menyangkal kelanjutan cerita itu untuk pamer kehidupan keluarganya atau agar menjadi panutan banyak orang. "Tapi, lebih pada bentuk syukur kami atas nikmat yang sudah Allah SWT berikan," ungkap Geni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement