Selasa 23 Sep 2014 18:30 WIB
siesta

Hafiz Cilik Nan Membanggakan

Red: operator

Dunia anak tak lantas hilang dari kehidupan penghafal Alquran ini.

Seiring dengan meningkatnya semangat orang tua muda hidup secara lebih Islami, mereka berlomba dalam kebaikan. Salah satunya dengan memandu anandanya agar hafal Alquran sejak kecil. Anak-anak ini menjadi kebanggan keluarga dan menginspirasi orang tua lain untuk mulai memedulikan pendidikan agama bagi anaknya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Wihdan

Empat Hafiz Cilik

Evy Yulianti memiliki empat anak penghafal Alquran. Anak pertamanya, Hilman Fachry Muhammad (19 tahun), baru belajar menghafal Alquran baru-baru ini. Selepas lulus dari Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo (Gontor 1), anandanya mengabdi selama setahun sambil kuliah di Darul Ma’rifat Gontor 3 Kediri, Jawa Timur, dan telah mendapatkan ijazah mumtaz.

Hilman kini kuliah di STEI Tazkia Sentul City, Bogor, Jawa Barat. Panggilan hati dan hidayah Allah membuatnya masih mau belajar menghafal Alquran di Pondok Bina Qalbu Litahfidzil Quran di Cilember, Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat. Ia mendapatkan program gratis selama setahun. “Dia ingin menghafal 30 juz dalam waktu setahun,” ujar sang bunda yang sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara ini.

Jauh sebelum itu, ananda Evy yang kedua dan ketiga sudah menghafal Alquran lebih dahulu. Anak nomor dua, Farhan Ramadhana Muhammad (15), sudah hafal lima juz sedangkan anak nomor tiga, Fariz Adha Muhammad (13), sudah hafal 19 juz.

Farhan belajar di Pondok Darul Qiyam Gontor 6 Magelang dan Fariz belajar di Ma’had Al-Muqoddasah Litahfidzil Quran Nglimpang Mlrak Gontor Ponorogo. Jejak keduanya diikuti oleh anak keempat, Cheisha Tabitha (11). Ia masuk ke Ma’had Al-Muqoddasah Litahfidzil Quran dan sudah hafal enam juz. “Melihat adik-adiknya yang sudah hafal Alquran, si sulung termotivasi menghafal Alquran,” ungkap Evy.

Cheisha sepakat belajar di Ma’had Al-Muqoddasah Litahfidzil Quran setelah diajak bundanya ke sana pada 2009. Kebetulan, lokasinya dekat dengan Gontor, tempat kakaknya mondok. Setiap wali santri di sana disarankan memasukkan anandanya ke pondok penghafal Alquran tersebut. Evy dan suami tertarik dengan lembaga penghafal Alquran tersebut karena memiliki kredibilitas yang baik. Evy mengatakan, prinsipnya, ia dan suami sebagai orang tua bertugas mengatur pendidikan anak. Melihat lingkungan sosial di sekitar rumahnya kurang baik untuk perkembangan anaknya, mereka memilih menyekolahkan anak ke pondok pesantren. Alhamdulillah, anak-anak bisa menerimanya dengan ringan hati,” jelas Evy.

Ketika baru pertama kali masuk pondok penghafal Alquran, anak-anak Evy sempat menangis dan berontak. Mereka bahkan pernah susah makan dan tidak mau sekolah. Namun, lama-kelamaan mereka bisa menerimanya dan menikmati belajar di pondok. “Orang tuanya harus tega, berdoa, dan ikhtiar,” ujarnya.

Sebelum menghafal Alquran, anak-anak Evy memang sudah bisa membaca Alquran sejak kecil. Sejak TK, mereka sudah rajin mengaji setiap hari. Bahkan, ada yang belum tamat TK sudah bisa membaca Alquran. Evy dan suami juga mengajarkan buah hatinya menghafal Alquran di rumah. “Jangan serahkan di sekolah saja, orang tua harus berperan,” sarannya.

Evy tidak memaksakan anak harus hafal 30 juz. Ia menyesuaikan dengan kemampuan tiap anak. Evy membantu anandanya untuk menjaga hafalannya. Caranya, anak tetap harus mengaji dan menghafal Alquran di rumah dan sekolah setiap hari. “Baca yang mereka sudah hafal.”

Walaupun Evy dan suami bukan penghafal Alquran, ia ingin semua anaknya, termasuk anak kelimanya, menjadi penghafal Alquran. Salah satu anak Evy pun ada yang pernah mendapatkan juara dua untuk lomba hafal Alquran. Ia dan suami berprinsip, hidup harus seimbang antara dunia dan akhirat. Oleh karena itu, mereka memasukkan anaknya ke sekolah Islam yang ada pelajaran umum dan pelajaran keislamannya. “Saya ingin kelima anak saya dijaga Allah, dilindungi Allah,” ujar Evy yang juga bercita-cita ingin memiliki pondok hafal Alquran juga nantinya.

Meyakini anak sebagai amanah Allah, Evy dan suami berusaha mendidiknya agar dapat menjadi manusia yang berakhlak mulia. Mereka berpendapat, nilai sekolah umum tinggi saja tidak berguna bila anak tidak punya akhlak yang baik. “Orang tua harus banyak mendoakan anak, apalagi doa seorang ibu, insya Allah makbul.”

 

Hampir Hafal 30 Juz

Reni Susanti Mawuntu juga memiliki anak yang sedang menghafal Alquran. Syafa Adiva (11 tahun) saat ini sudah hampir hafal juz 30. Syafa bisa baca Alquran dengan baik sesuai metode qiraati sejak setahun lalu ketika masih kelas empat SD. Syafa mulai menghafal Alquran sejak TK, dimulai dengan ayat-ayat pendek dan tak terjadwal menghafalnya. “Intensif menghafal Alquran baru beberapa bulan lalu,” tutur Reni.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Dokpri

Syafa tak mengikuti program khusus menghafal Alquran. Dia belajar menghafal Alquran dari guru di sekolah. Reni sengaja memilihkan sekolah yang ada program membaca dan menghafal Alquran walau tidak khusus menghafalkannya. Selain itu, Syafa yang tipe belajarnya lebih mudah melalui audio juga belajar lewat dengan mendengarkan rekaman murattal. “Anak saya yang pertama ini bisa hafal ayat panjang yang tidak ada di juz 30 lewat mendengar,” ujar perempuan kelahiran Medan, 25 mei 1973, ini.

Untuk menjaga hafalannya, Syafa sering mengulang-ulang bacaannya. Tidak ada cara khusus untuk menghafalnya. Syafa termotivasi dari kedua orang tuanya yang saat ini sedang berusaha menghafal ayat Alquran walau tidak khusus per juz. Reni dan suami sedang menghafal surah panjang pilihan, salah satunya al-Waqiah. “Motivasinya tentu saja amal jariyah dan pahala dari Allah SWT,” tutur ibunda Syafa, Fatih Abdurrahman (9), Aisyah Rania (7), dan Zulfikar Hanif Arrazy (3).

Semula, Syafa tak terlalu antusias menghafal Alquran. Ia menganggap itu bukan keinginannya. Syafa pun merasa menghafal Alquran merupakan beban, sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Melihat respons anandanya, Reni tak hilang akal. Ia terus mengarahkan dan membimbing Syafa. Seiring waktu, Syafa pun dapat menikmatinya.

Mendampingi Syafa menghafal Alquran, Reni dan suami menemukan kendala dan tantangannya adalah konsistensi. Mereka mengatasinya dengan memberi contoh. Sang ibu dan ayah berharap Syafa termotivasi agar lebih gigih menghafal.

Menghafal Alquran memberi manfaat untuk diri Reni dan keluarga. Mereka menganggapnya sebagai bagian dari terapi untuk obat luka jiwa, menenteramkan, dan membuat lebih tenang dan dekat pada Allah, serta bisa lebih sabar dan menahan diri. “Walau ananda masih sedikit meledak-ledak, dia mulai bisa bersabar, bisa menerima nasihat, cepat cooling down kalau lagi mengambek ke saya,” ungkap ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis dan ngeblog ini.

Dengan Bimbingan, tanpa Paksaan

Oriethia Hermet merupakan salah satu orang tua yang ingin anaknya menjadi penghafal Alquran. Ia meminta anandanya, Qiftiya Maulyda Ayyasya, untuk belajar menghafal Alquran sejak kecil. Saat ini, anandanya baru berusia delapan tahun. Tiga hari dalam seminggu anaknya yang kebetulan bersekolah di sekolah dasar Islam terpadu (SDIT) belajar menghafal Alquran. Qiftiya melanjutkan belajar menghafal Alquran di rumah selepas pulang sekolah dengan guru privat seminggu dua kali.

Oriethia berpendapat menghafal Alquran itu nilai tambah saat mengaji. Pada tahap awal, yang penting ialah cara pengucapannya, panjang pendeknya, dan ketepatan hurufnya. “Hafalan setelah itu,” ungkap perempuan kelahiran Jakarta, 15 Juni 1978, ini.

Walaupun keinginan menghafal Alquran datang dari diri Orien, anandanya bisa diarahkan. Qiftiya senang, tidak merasa dipaksa ataupun terbebani. Lagi pula, Orien memang tidak memaksakan anaknya harus langsung hafal banyak surat. Ia dan suami tidak mengharuskan Qiftiya segera bisa menghafal Alquran. Qiftiya belajar masih semaunya saja. Orien khawatir kalau terlalu ditekan, anandanya malah tidak mau belajar menghafal lagi. “Jadi, kami masih tarik-ulur,” ujarnya.

Orien juga berniat memasukkan anandanya ke program penghafal Alquran. Namun, sementara masih belajar di sekolah dan dengan guru mengajinya dahulu. Sebelum menentukan guru mengaji, Orien juga mencari tahu tentang guru tersebut. Jika sesuai dengan kriteria, barulah ia gunakan jasa guru atau lembaga tersebut.

Qiftiya kini sudah hafal juz 30. Ia sebenarnya masih belajar Iqra 3 dan masih menghafal surah-surah pendek, belum bisa surah panjang. “Gurunya ingin anak saya benar dulu cara membaca surah-surahnya,” ujar sang bunda yang juga turut menghafal Alquran meskipun masih sedikit.

Setelah benar cara membacanya, Qiftiya diminta mengikuti sang guru. Ayatnya terus diulang-ulang sampai akhirnya hafal. Untuk menjaga hafalan anandanya, Qiftiya terus dilatih. Orien ingin memanfaatkan masa kanak-kanak anandanya agar lebih cepat masuk pelajarannya. “Kalau tidak diulang nanti bisa hilang,” ujarnya.

Orien juga mengaku dalam mengajarkan anandanya menghafal Alquran tentu ada kendalanya. Anandanya yang masih kelas tiga SD itu masih sering bermain. “Jadi, proses belajar menghafal Alquran pun masih mengikuti mood Qiftiya.” rep:dessy susilawati  ed: reiny dwinanda 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement