Sabtu 19 Mar 2016 22:30 WIB

Menag: Narkoba Musuh Bersama

Red: operator
Badan Narkotika Nasional (BNN).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Badan Narkotika Nasional (BNN).

Kemenag akan melibatkan pondok pesantren untuk ikut memerangi bahaya narkoba.

 

JAKARTA -- Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) kian memprihatinkan. Saat ini, narkoba dinilai sudah mengancam kehidupan dan keutuhan bangsa Indonesia. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, narkoba merupakan musuh bersama bangsa Indonesia. 

"Semua elemen pemerintah dan masyarakat bersama-sama membuat gerakan memerangi narkoba," ujar Menag seusai bertemu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Hasyim Muzadi di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Jumat (18/3).

Lukman mengatakan, ada dua langkah strategis yang dilakukan Kemenag untuk memerangi penyalahgunaan narkoba di Tanah Air, yakni tindakan preventif dan kuratif. Menurut Menag, sudah saatnya seluruh elemen bangsa memerangi bahaya narkoba dengan gerakan nasional.

"Gerakan nasional ini harus dilakukan dengan masif dan sporadis," tegasnya. Lukman menuturkan, Kementerian Agama akan melakukan langkah preventif dengan penyuluh agama di seluruh kantor urusan agama (KUA), bergerak ke madrasah di tingkat dasar hingga perguruan tinggi. 

Ia menegaskan, seluruh lembaga pendidikan Islam harus mendapatkan edukasi mengenai bahaya narkoba karena daya rusaknya sudah sangat luar biasa.

Menurut Lukman, untuk memerangi narkoba tidak cukup hanya dengan satu lembaga, institusi lain juga harus turut andil di dalamnya.

Kemenag juga akan melibatkan pondok pesantren untuk ikut memerangi bahaya narkoba. Menurut Lukman, khusus untuk pesantren, pihaknya akan mengajak kiai menyebarkan pemahaman lebih komprehensif terkait bahaya narkoba. "Kedepannya perlu ada forum pengasuh pondok pesantren untuk menyamakan persepsi," tuturnya. 

Sedangkan, untuk langkah kuratif, Lukman menambahkan, pondok pesantren saat ini tidak hanya memosisikan diri sebagai lembaga keagamaan saja, tetapi juga pusat rehabilitasi pecandu narkoba. "Pesantren sebagai pusat rehabilitasi pecandu narkoba mendapat sambutan positif dari masyarakat," kata Menag.

Ia berharap, lembaga pendidikan Islam dan keagamaan lainnya dapat dikembangkan fungsinya untuk memerangi bahaya narkoba. 

Narkoba soft terrorism Dalam kesempatan yang sama, anggota Wantimpres KH Hasyim Muzadi menyebut narkoba sebagai bentuk terorisme. Narkoba, kata Kiai Hasyim, dikenal dengan soft terrorismsedangkan aksi pe ngeboman disebut hard terrorism.

"Daya hancur dari narkoba ini lebih dahsyat daripada terorisme. Ini adalah ancaman terberat daripada terorisme dengan perang, sekalipun dua-duanya berbahaya," kata mantan ketum PBNU itu. 

Mengutip pernyataan Kepala BNN Budi Waseso, Kiai Hasyim menyebut, sebanyak 5,8 juta penduduk Indonesia terjerat narkoba dan sebagian besar di antara mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut dia, banyak masyarakat miskin yang terjerat narkoba dengan beberapa di antaranya terlibat gembong pengedar atau sekadar menjadi peng guna barang haram tersebut.

"Kalau ada 10 persen saja yang mengonsumsi itu putus di jalan tidak punya uang maka 580 ribu orang itu akan mati dalam suasana menyakitkan," cetus Kiai Hasyim.

Kiai Hasyim mengingatkan, memberantas narkoba tidak hanya ditimpakan bebannya kepada BNN. Menurutnya, BNN tidak akan sanggup menanggung masalah ini. Sehingga, kata Kiai Hasyim, perlu adanya gerakan nasional untuk memerangi bahaya narkoba. Ia menyarankan kom ponen yang harus dilibatkan dalam gerakan ini. Pertama, kata dia, penyelenggara negara harus menjadi ujung tombak gerakan ini. 

Kedua, lanjut dia, imunitas masyarakat terhadap gerakan narkoba. Gerakan nasional tidak bisa dilakukan negara saja tanpa adanya tokoh nasional yang terjun langsung. Tokoh ini tidak hanya memberikan informasi saja, tetapi juga keterlibatan secara aktif. "Tokoh agama dan tokoh masyarakat bukan sekadar mengimbau tetapi juga harus ada pola terstruktur yang dimulai dari RT, RW, kelurahan, terus ke atas," tegasnya.  rep: Ratna Ajeng Tejomukti, ed: Heri Ruslan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement