Senin 15 Feb 2016 14:00 WIB

Menanti Kiprah Pesantren Internasional Dea Malela

Red:

Sebuah pesantren modern bertaraf internasional telah diresmikan, Selasa (9/2), oleh Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Prof Din Syamsuddin. Tak berlokasi di kota besar, tapi nun jauh di salah satu pelosok Tanah Air, yakni Dusun Pamangong, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pesantren Internasional Dea Malela, begitu nama yang disematkan pada lembaga pendidikan keislaman ini. Bukan hal aneh bila Din yang meresmikan berdirinya pesantren ini. Ya, karena dialah pendiri sekaligus pengasuh pesantren ini. Menurut Din, berdirinya Pesantren Internasional Dea Malela telah lama ia dambakan.

''Ini adalah cita-cita besar, pesantren modern bertaraf internasional. Kita harapkan pesantren ini bisa menjadi sekolah unggul di dunia," ucapnya kepada Republika, pekan lalu.

Pesantren yang dibangun sejak tahun lalu tersebut sedang merampungkan beberapa fasilitas penunjang, seperti asrama, masjid, perpustakaan, dan lainnya. Semuanya, kata Din, akan didirikan dengan ciri dan nuansa kemodernan.

Lantas, mengapa pesantren modern bertaraf internasional ini didirikan di sebuah dusun di Sumbawa Besar, NTB? Tentang hal ini, Din mengungkapkan, dibangunnya pesantren ini merupakan wujud apresiasi dan dedikasinya pada seorang ulama bernama Ismail Dea Malela.

Pada pertengahan abad ke-18 ulama dan pejuang asal Gowa, Sulawesi Selatan, ini hijrah ke Sumbawa, lalu bermukim di Dusun Pamangong. "Di sana (Sumbawa), ia berdakwah dan melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda," jelasnya.

Pada 1752 Ismail Dea Malela diringkus oleh tentara Hindia Belanda, kemudian diasingkan ke Afrika Selatan. Di tanah pengasingan pun Ismail tetap mensyiarkan ajaran Islam. "Bahkan, dia dinobatkan menjadi imam pertama di Simpsons Town yang juga kampung Nelson Mandela,'' kata mantan ketua umum PP Muhammadiyah ini.

Atas dasar itulah Din membangun pesantrennya di Dusun Pamangong, Sumbawa Besar, tempat  bermukim Ismail Dea Malela dulu. Selain sebagai bentuk dedikasi kepada sang ulama, pembangunan pesantren internasional ini juga dilakukan untuk mengenang jasa kakeknya tersebut.

"Kebetulan, beliau (Ismail Dea Malela) adalah kakek saya. Saya adalah generasinya yang ketujuh dari ayah saya," tutur Din.

Ia berharap, Pesantren Internasional Dea Malela tidak sekadar menjadi simbol dedikasi atau apresiasi atas jasa Ismail Dea Malela. "Tapi, ini juga dicita-citakan untuk menjadi sekolah unggul di dunia.''

Seirama dengan tujuan pendiriannya, para calon santri yang ingin menimba ilmu di pesantren ini harus mengikuti ujian masuk. ''Seleksi akan meliputi tes tertulis dan lisan," jelas Din.

Pesantren Internasional Dea Malela dikhususkan bagi santri pada jenjang pendidikan menengah pertama dan menengah atas. Sebagai sebuah pesantren internasional, para santrinya pun tak hanya berasal dari Indonesia, tapi juga mancanegara, terutama Asia Tenggara.

Untuk para pengajarnya, Din akan memilih guru-guru terbaik di Indonesia.  "Mereka (para guru) harus menguasai bahasa asing, seperti bahasa Arab, Inggris, dan mungkin Mandarin,'' ujarnya.

Para guru pun harus memiliki kemampuan metodologis yang mumpuni, sehingga pesantren ini mampu bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan lainnya. Jika tak ada aral, pendaftaran calon santri akan dilaksanakan pada Maret, sedangkan kegiatan belajar mengajar akan dimulai pada pada Juni mendatang. Pesantren Internasional Dea Malela dikhususkan bagi santri pada jenjang pendidikan menengah pertama dan menengah atas.  c23, ed: Wachidah Handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement