Senin 07 Jul 2014 16:00 WIB

Uighur Abaikan Cina

Red: operator

Dubes Cina untuk Malaysia membantah larangan berpuasa di Xinjiang.

KASHGAR -- Otoritas Cina memberlakukan sejumlah larangan bagi Muslim Uighur di Xinjiang. Pada Ramadhan pemerintah melarang pegawai negeri sipil dan pelajar berpuasa. 

Kelompok penggiat hak asasi manusia menilai, larangan itu bersifat sistematis untuk menghapus identitas Muslim Uighur, sehingga mereka lupa agama dan budaya nenek moyangnya. 

Namun, di Kota Kashgar, Provinsi Xinjiang, Muslim Uighur banyak tak mematuhi larangan-larangan tersebut. Seperti dikutip Aljazirah, Sabtu (5/7), di kota paling barat Cina yang berbatasan dengan Tajikistan dan Kyrgystan itu, penduduk lokal justru semakin giat dan khusyuk beribadah. Muslim di sini menemukan cara menegakkan Islam. Mereka tetap menghadiri masjid atau membaca Alquran.

Berdasarkan aturan setempat, selain pegawai negeri, anak-anak di bawah usia 18 tahun juga dilarang datang ke masjid. Kendati begitu, pada bulan suci ini puluhan jamaah putra dengan menggandeng anak-anak mereka datang ke masjid untuk menunaikan shalat Tarawih berjamaah. Anak-anak berdiri di samping orang tuanya meniru gerakan shalat. "Tentu, hal ini (membawa anak-anak ke masjid) melanggar hukum, tapi kami tetap melakukannya," kata seorang warga Ghulam Abbas, dikutip dari Al jazirah.

Dia menambahkan, sudah menjadi tradisi, orang tua mengirim anaknya ke maktaps atau sekolah paruh waktu di masjid. Di sekolah itu, anak-anak belajar menghafal Alquran. Tapi, tradisi ini kini telah dilarang.

Saat ditanya apakah Uighur sekarang sudah lupa melafalkan Alquran, Abbas lantas menyuruh anak laki-lakinya yang berusia delapan tahun melafalkan beberapa ayat Alquran. "Mereka ingin anak-anak kami melupakan Islam. Kami tidak diizinkan mengajarkan mereka Alquran, tapi kami melakukannya secara diam-diam di rumah," kata Abbas.

Larangan lain, seperti berpuasa, bagi siswa sulit dihindari. Guru juga dilarang berpuasa dan meminta murid untuk tidak melakukan puasa. Tapi, seorang pelajar sekolah menengah atas Mehmet mengatakan, hal itu bergantung gurunya. Beberapa guru ada yang membawa air, roti, dan permen dan memaksa murid memakannya.

Pemerintah juga melarang jilbab tertentu. Pakaian abaya yang sangat populer empat atau lima tahun lalu kini dilarang. Bahkan, buku bacaan Islam, termasuk Alquran, harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Jika tertangkap membaca Alquran dengan terjemahan yang berbeda atau buku dari Arab Saudi atau Pakistan, warga akan dipenjara.

Saudi mengecam

Arab Saudi mengutuk keras tindakan Pemerintah Cina. Saudi mendesak negara-negara Muslim mengambil langkah politik dan ekonomi terhadap tindakan represif Cina. Saudi juga mengajak untuk memboikot produk Cina. "Kami menunggu jawaban Cina," ujar seorang sumber kepada Arab News.

Asisten Sekretaris Jenderal Majelis Dunia Pemuda Muslim Mohammed Badahdah mengatakan, Cina telah menerapkan kebijakan anti-Islam selama beberapa tahun terakhir.

"Cina adalah negara tertutup dan kami mulai mengetahui kebijakan itu dari media sosial. Kita Muslim harus bersatu dan kembali ke ajaran Alquran dan sunah. Kita adalah pasukan besar dengan populasi 1,5 miliar. Kita harus menjadi Muslim yang sebenarnya untuk mendapat pertolongan Allah," ujar dia

Badahdah mengatakan, tindakan Cina merupakan pelanggaran terhadap Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang melindungi kebebasan beragama dan berpendapat.

Sebelum Xinjiang berada dalam kekuasaan Cina pada 1949, hampir seluruh populasi merupakan Muslim Uighur. Tapi, jumlah Uighur terus berkurang. Bahkan, pada 2000 jumlahnya berkurang hingga kurang dari setengah.

Cina mendorong puluhan juta etnis Han agar tinggal di daerah kaya minyak, gas bumi, dan batu bara tersebut. "Pemerintah mengatakan, semua orang Uighur yang berjenggot atau berjilbab adalah teroris," kata Abdul Majid yang memiliki toko telepon seluler di dekat Alun-Alun Rakyat.

Duta Besar Cina untuk Malaysia Huang Huikang, Jumat pekan lalu, membantah laporan yang menyebtu Muslim di Xinjiang dilarang berpuasa selama Ramadhan. “Saya rasa itu tidak benar. rep:ani nursalikah/ap/reuters ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement