Selasa 11 Oct 2016 14:00 WIB

Akhir Drama Jas Kusut Sang Dirjen HAM

Red:

Malam-malam pemilik usaha Fresh Laundry Imam Budi Muakmar tampaknya tak akan lagi diisi dengan mimpi buruk. Budi kini bisa bernapas lega. Usaha laundry-nya tak lagi mendapat ancaman ganti rugi sampai Rp 210 juta.

Pasalnya, sang penggugat Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi sudah mencabut gugatannya. Mualimin ingin agar polemik soal jas kusut miliknya cepat berakhir. Begitu juga dengan Budi yang mengaku cukup terganggu dengan kasus yang menimpanya.

"Dua hari dua malam saya tidak tidur seolah saya melakukan tindak kriminal. Jangan di-blow up lagi karena pekerjaan kami masih banyak," kata Budi, Senin (10/10). Budi pun bersyukur gugatan Mualimin yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tidak dilanjutkan. "Alhamdulillah selesai. Sudah saling minta maaf dan sepakat tidak ada gugatan," ujarnya.

Mualimin setali tiga uang. Ia tak ingin keributan soal jas kusut terus menjadi perbincangan. "Semuanya sudah selesai. Mohon pengertian untuk memahami ini dan tidak usah dipanjang-panjangkan," ujarnya saat jumpa pers di kantor Dirjen HAM, Jakarta, Senin (10/10).

Mualimin mengatakan, kasusnya dengan jasa laundry sudah selesai. Kedua pihak sudah saling memaafkan. Mualimin sudah mencabut gugatannya pada Rabu (5/10). "Saya minta maaf atas permasalahan yang sudah telanjur ramai," kata Mualimin.

Pencabutan gugatan tersebut dilakukan usai sidang pertama pada hari yang sama. Mualimin mengaku tak mempunyai niat apa-apa saat menggugat pemilik Fresh Laundry, Imam Budi. Mualimin mengatakan, gugatan perdata yang ia layangkan pada 24 Agustus 2016 hanya untuk memberikan pelajaran hukum bagi masyarakat. Dia beralasan memberikan pelajaran bagi siapa pun yang merasa dirugikan atas perbuatan orang lain bisa menempuh jalur hukum. Itu bisa dilakukan selama kedua belah pihak tidak menemukan jalan keluar lain.

Mualimin pun membela diri jika dirinya tak membawa-bawa atau berlindung di balik jabatan. Gugatan tersebut murni atas nama pribadi. "Saya tidak membawa jabatan, sesuai pribadi saja, tapi seolah-olah yang berkembang di medsos (media sosial) saya bawa jabatan sebagai dirjen," kata Mualimin.

Dia pun membantah gugatan tersebut sebagai tindakan sewenang-wenang atas rakyat kecil. Buktinya, kata Mualimin, setelah sidang pertama pada Rabu (5/10), dia langsung mencabut gugatannya. Hari itu Mualimin memang belum sempat bertemu dengan Budi lantaran setelah sidang dia harus mengajar di kawasan Cinere, Depok. Lalu barulah pada Kamis (6/10) Budi yang ditemani kakaknya bertemu Mualimin.

Dalam pertemuan tersebut, keduanya menyatakan permasalahan jas kusut sudah selesai. "Kami bikin perjanjian tentang pencabutan gugatan dan perdamaian yang ditandatangani di atas materai," kata Mualimin.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus Mualimin dengan Budi bermula ketika Mualimin mencuci jasnya di tempat pencucian tersebut. Tarif laundry satu hari selesai untuk sebuah jas Rp 35 ribu. Setelah dikerjakan dan diserahkan kembali, Mualimin tidak terima karena jasnya menjadi berkerut dan tidak licin.

Dia lantas meminta ganti rugi. Budi kemudian memberi ganti rugi Rp 350 ribu atau 10 kali lipat dari tarif pencucian sesuai klausul perjanjian. Tetapi, ganti rugi tersebut tak diterima Mualimin dan keduanya pun terlibat perselisihan. Mualimin lalu mengambil langkah hukum menggugat Budi ke PN Jakarta Selatan sebesar Rp 210 juta.

Perinciannya, Rp 10 juta untuk harga jas dan Rp 200 juta untuk ganti rugi imateriil lantaran jas tersebut tidak bisa dipakai di acara kantornya. Sebelum sidang pertama, Budi sempat menuliskan pengalamannya di media sosial sehingga menarik perhatian masyarakat. "Kemudian berkembang di media sosial seolah saya membawa jabatan sebagai dirjen dan menganiaya orang kecil," ujar Mualimin.

Meski begitu, Mualimim enggan menjelaskan mengapa ia mencabut gugatan tersebut. "Yang penting gugatannya sudah dicabut dan kami saling memaafkan," kata dia.    Oleh Qommarria Rostanti, ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement