Selasa 01 Mar 2016 13:00 WIB

Baru Empat Perusahaan Bentuk Desa Bebas Api

Red:

JAKARTA -- Empat perusahaan pemegang konsesi hutan menyatakan siap membangun desa bebas api pada 2016. Mereka antara lain perusahaan pulp dan kertas tingkat dunia, Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL Group) selaku inisiator, perusahaan sawit Asian Agri, Musimas, dan Wilmar Grup.

"Beberapa perusahaan lain pastinya juga menginisiasi sendiri mencegah kebakaran hutan dengan konsep yang berbeda," kata inisiator desa bebas api sekaligus Direktur Royal Golden Eagle Anderson Tanoto di Jakarta, Senin (29/2).

Ia menerangkan lima langkah inisiatif dalam konsep desa bebas api. Di antaranya, pemberian insentif bagi masyarakat yang mampu menjaga desanya bebas api sebesar Rp 50-100 juta. Perusahaan juga menggaji penanggung jawab di masing-masing desa binaan yang fokus mencegah dan memadamkan kebakaran.

Penanggung jawab desa juga menjadi penyambung perusahaan dengan masyarakat. Mereka yang membutuhkan perangkat pembukaan lahan berupa mini ekskavator untuk membuka lahan akan dibantu pihak perusahaan.

Pada 2016, April Grup membina 20 desa binaan. Sementara, tiga perusahaan lainnya masing-masing membina 10 desa. "Tahun pertama sosialisasi, tahun selanjutnya selama dua tahun praktik pencegahan dan di tahun keempat diharapkan masyarakat bisa mandiri mencegah kebakaran hutan dan lahan," katanya.

Perusahaan pulp dan kertas tingkat dunia, Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL Group), menginisiasi desa bebas api sejak 2013. Ia merupakan pembangunan gerakan yang menggandeng langsung masyarakat setempat agar bekerja sama mencegah kebakaran hutan. Pihaknya tidak mau terus-menerus bergantung pada hujan agar tidak ada kebakaran.

APRIL Group Indonesia Operations Managing Director Tony Wenas menyatakan, pada 2016 pihaknya meneruskan program tersebut yang melibatkan 20 desa di sepanjang Sungai Kampar, Riau. Anggaran yang dialokasikan, yakni 1 juta dolar AS. Sebelumnya, APRIL telah berhasil melakukan program percontohan dengan melibatkan sembilan desa pada 2015.

Gerakan tersebut ingin ditularkan kepada perusahaan swasta lainnya, terutama perusahaan pemegang konsesi agar turut mengaplikasikan konsep desa bebas api. "Tujuan akhir program ini adalah tercipta kesadaran masyarakat untuk menjaga lahan dan hutan dari kebakaran," katanya melanjutkan.

Pada 2015, APRIL membina sembilan desa dengan jumlah lahan terbakar seluas seribu hektare. Lalu, program digulirkan, dimulai dengan tahap sosialisasi. Hasilnya, lahan terbakar berkurang hingga 500 hektare pada 2014. Pengurangan lahan terbakar meningkat pada 2015 menjadi hanya sekitar 50 hektare.

Salah satu penerima bantuan dari program Desa Bebas Api 2015, yakni Desa Kualapanduk, Pelalawan Riau. Kepala desa setempat, Tomjon, mengungkapkan, program tersebut sangat membantu karena memberi solusi ketika masyarakat dilarang membakar. "Kalau membakar lahan untuk berladang, lebih murah biayanya, lahannya juga subur otomatis," katanya.

Tapi semenjak ada pelarangan membakar, mereka pun terbantu dalam membuka lahan karena perusahaan menyediakan alat berat untuk mencacah tumbuhan liar di lahan. Ia mengaku, pada awalnya sulit mengubah kebiasaan masyarakat membakar lahan untuk bercocok tanam. Namun, selama tidak merugikan ekonomi masyarakat, konsep berladang tanpa membakar diaplikasikan sehingga menekan tingkat kebakaran lahan.

Hal senada diungkapkan Kepala Desa Teluk Binjai, Pelalawan Riau Musri Efendi. Biaya pembukaan lahan untuk bercocok tanam tanpa membakar bisa mencapai Rp 5 juta. Sementara jika membakar, biayanya hanya Rp 1 juta. "Biasanya lahan dibakar untuk menanam jagung, padi dan sawit," katanya. Tapi dengan bantuan swasta, mereka bisa membuka lahan tanpa membakar. Sehingga, tidak mengganggu perekonomian desa.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud menyebut, pemerintah sangat mendukung program Desa Bebas Api yang diinisiasi swasta. Hal ini dinilainya harus cepat dilakukan untuk menyikapi perubahan iklim.

Selama ini, kata dia, masyarakat melakukan siklus menanam pangan melalui membakar lahan. Pola tersebut harus diubah dengan menyosialisasikan secara terus-menerus tanpa mengorbankan ekonomi masyarakat. Tujuannya bukan sekadar mencegah kebakaran, melainkan juga mengubah pola hidup.

Duta Besar Amerika Serikat Robert O Blake dalam sambutannya melihat masalah kebakaran hutan melibatkan banyak kepentingan. Untuk itu, harus dilakukan kerja sama untuk mencegah kebakaran agar tidak merugikan semua warga dunia. "Termasuk bekerja bersama menjalankan restorasi gambut dan one map policy," ujarnya.

Kedutaan Besar AS mengalokasikan dana sebesar 50 juta dolar selama lima tahun untuk membantu pencegahan kebakaran hutan di Indonesia, khususnya dalam pengelolaan gambut.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP) mengalokasikan dana sebesar Rp 33 miliar untuk membangun 100 Desa Bebas Api sepanjang 2016. Direktur Utama BPDP Bayu Krisnamurthi menjelaskan, pihaknya mendukung pencegahan kebakaran hutan.

Ancang-ancang pengalokasian dana tersebut telah digulirkan sejak 2015 lalu. Pembagian dana, yakni Rp 100 juta per desa untuk penyuluhan, Rp 100 juta per desa untuk pembelian alat pembukaan lahan tanpa membakar, dan Rp 100 juta lainnya untuk pemberian insentif bagi desa yang berprestasi mencegah kebakaran hutan.

Kendala terbesar pembangunan desa bebas api, yakni pendampingan di masyarakat serta membangun kesadaran pentingnya mencegah api agar tidak berkobar besar. "Tidak banyak yang punya pengalaman, dan yang mau turun langsung," katanya.

Sejauh ini baru empat perusahaan yang mau bergabung menerapkan konsep desa bebas api. Itu pun baru tahap workshop. Padahal, ada sekitar 50 perusahaan lainnya yang harusnya turut berpartisipasi. Nantinya, bagi warga desa yang berhasil mencegah kebakaran hutan dan lahan, BPDP memberi insentif berupa pembangunan mushala atau sekolah. rep: Sonia Fitri  ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement