Sabtu 31 Oct 2015 14:50 WIB

Kampung Keakwa dan Wao Ainauku Tank Mame Airamu

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, KEAKWA--Kampung Keakwa, Distrik Mimika Tengah, Papua, punya rahasia. Ya, ternyata di sana bersemayam mesin-mesin perang buatan Jepang dan Amerika Serikat (AS). Ada meriam, tank, mortir, peluru, bahkan pesawat tempur. Eh, bagaimana bisa? Rupa-rupanya kampung kecil di pesisir itu pernah menjadi basis pertahanan Jepang saat diserang sekutu dalam Perang Dunia II.

Sialnya, nasib benda-benda yang dulunya garang buat perang itu kini usang. Merana di pantai dan hutan, menunggu menjadi puing. Tokoh masyarakat Keakwa Felix Waukateyau kepada Antaradi Timika, Jumat, mengatakan, hingga kini Pemkab Mimika melalui instansi terkait belum pernah mendata dan memberi perhatian khusus untuk perawatan benda-benda tersebut.

"Dulu saat berkecamuknya Perang Dunia II, Keakwa menjadi basis utama pertahanan tentara Jepang melawan sekutu di bagian selatan Papua. Ini pelabuhan utama untuk mobilisasi peralatan tempur Jepang. Di ujung kampung baru juga terdapat lapangan terbang yang dibangun Jepang," kata Felix, seorang pensiunan guru SD.

Menurut dia, bukti-bukti peninggalan tentara Jepang di Keakwa masih dijumpai hingga saat ini, seperti sebuah tank baja, dua buah meriam, dan sebuah puing pesawat sekutu yang jatuh tertembak pasukan Jepang. Puing pesawat itu, katanya, hingga kini masih ada tersembunyi di tengah hu tan belantara belakang Kampung Ke akwa.

Adapun dua buah meriam anti pesawat tempur kini tidak bisa lagi dilihat dari dekat karena sudah terkubur dalam laut. Warga baru bisa mendekati dua meriam itu saat air laut sedang surut.

Sementara, tank baja dengan roda rantai masih utuh dan sudah dicat kembali oleh sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari yang menggelar kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Keakwa, belum lama ini.

Lokasi tank itu berada dekat kam pung baru Keakwa, di tengah-tengah perkebunan warga. "Wao Ainauku Tank Mame Airamu," demikian tulisan dalam bahasa Kamoro pada papan tugu peringatan PD II Keakwa. Tulisan itu berarti "Mari Datang ke Sini Melihat Tank Peninggalan Jepang".

Felix mengatakan, sesungguhnya masih banyak bukti peninggalan tentara Jepang di Keakwa, seperti bom, peluru, dan mortir, tapi kini sudah terkubur di dalam pasir. "Dulu sewaktu kami masih SD, dua meriam itu ada di daratan dengan jarak sekitar 100 meter dari bibir pantai," kata Felix yang juga aktif di Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) itu.

Akan tetapi, kini meriam-meriam itu sudah ada di tengah laut. Abrasi di Keakwa sangat tinggi sehingga membutuhkan perhatian dari Pemda Mimika. Wakil Ketua Lemasko Marianus Maknaipeku meminta Pemkab Mimika melalui instansi terkait, seperti Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup, membuat program penanaman mangrove di pantai Keakwa untuk mencegah abrasi meluas hingga masuk kampung.

Marianus juga mendukung permintaan masyarakat agar Pemkab Mimika mengembangkan potensi wisata bersejarah PD II di Keakwa. Ini agar generasi muda ke depan dapat memahami sejarah masa lampau.

"Ini potensi wisata yang bagus untuk dikembangkan. Apalagi, Keakwa punya pantai pasir putih yang panjang dengan potensi ikan, udang, dan kepiting yang melimpah. Sudah waktunya ini dikembangkan agar menarik minat wisatawan," kata Marianus. ed: Stevy Maradona

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement