Ahad 12 Oct 2014 12:10 WIB

Di Dermaga Pulau Santolo

Red: operator

Pulau Santolo menyimpan banyak saksi sejarah yang berdiam diri sejak era Hindia Belanda.

Lelaki itu melingkarkan tali tambang erat-erat di sebongkah batu besar. Ia tak mau perahunya lari ke mana-mana. Dan, perahu kecilnya bersandar di dermaga Pantai Cilautereun, Cikelet, Garut Selatan. Jarak pantai ini tak kurang dari tujuh kilometer pusat Desa Pameungpeuk. Ia baru saja memarkir perahu kusamnya. Ia jejerkan rapi bersama perahu-perahu kecil milik nelayan lain.

Husnia (50 tahun), lelaki itu, adalah seorang nelayan. Malam mencari ikan, sedangkan paginya mengantarkan wisatawan ke sebuah pulau wisata. Pulau Santolo namanya. Dengan Kurnialah saya rogoh kocek Rp 50 ribu untuk berlima diantarkan ke pulau bersejarah tersebut. Pulau Santolo merupakan pulau dengan peninggalan kolonial. Di sanalah terdapat sebuah sisa dermaga yang dibuat Hindia Belanda sebagai dermaga pengangkutan rempah-rempah.

 

 

 

 

 

 

 

 

Dinding Dermaga Pulau Santolo.

Tarif menyeberang ke Pulau Santolo hanya butuh Rp 10 ribu untuk jasa antar pergi-pulang.Namun, dalam kesempatan itu saya meminta Husnia lebih dulu berkeliling sepu taran pantai. Tak mengapa katanya, lagi pula pengunjung Santolo sedang sepi saat itu. Perahu kecil kami berputar mengelilingi indah pasir putih Santolo yang terlihat dari kejauhan. Pantai Santolo sangat memukau. Terlebih jika menengok ke sisi utara, beberapa gunung dan bukit terlihat berdiri saling berlapis. Di balik bukit itulah Kota Garut.

Tak lebih dari 15 menit tibalah kami di Pulau Santolo, pulau bersejarah itu. Beberapa peninggalan yang tersisa masih dapat terlihat.

Dinding-dinding sisa dermaga terlihat kokoh meski sebagian telah runtuh diterjang ombak atau sisa peristiwa tsunami Laut Selatan beberapa waktu silam.

Di Pulau Santolo terdapat sebuah dam/ bendungan berbentuk persegi dengan luas 100x50 meter. Ketebalan dindingnya mencapai satu meter. Dinding berbahan batu karang.

Merupakan sebuah bekas tempat parkir perahu-perahu Hindia Belanda sebelum berlayar menuju laut lepas di Samudra Hindia. Sisa dam itu kini dijadikan beberapa wisatawan untuk melepaskan hobinya memancing. Sebab, di kolam bekas dermaga itu pula airnya begitu jernih dan tenang. Beberapa ikan laut berenang menggosokkan tubuhnya di lumutlumut yang menempel di dinding dermaga.

 

 

 

 

 

 

 

 

Puluhan hingga ratusan wisatawan menjadikan Pulau Santolo ini sebagai target kunjungan. Selain arsitektur derrmaganya yang cantik, di lokasi ini wisatawan juga bisa berjalan di atas batu karang yang tingginya sejajar dengan air laut. Artinya, bila terlihat dari kejauhan, siapa pun yang berdiri di atas karang terlihat seperti berjalan di atas air.

Pesona Santolo memang tiada banding.

Nasib puing dermaga tua Di sisi timur, kecantikan dinding dermaga menunjukkan nada tegas bahwa pelabuhan kecil ini dibangun penuh keseriusan. Satu bagian dari dinding itu merupakan pintu air, tempat mengatur ketinggian air di dermaga.

Sayangnya, kecantikan pintu air itu sedikit pudar mengetahui aksi nakal masyarakat setempat puluhan tahun silam.

"Kalau dulu, alat pengatur ketinggian air masih ada, seperti keran besar dari bahan baja," ujar Kurniaman (64), salah satu warga setempat.

Tepatnya, ujar Kurniaman, perusakan dermaga terjadi pada 1970-an. Tidak hanya beberapa besi di pintu air. Dahulu, kata dia, dinding-dinding dermaga itu dikelilingi rel besi untuk melintas lori yang membawa muatan kapal. Sisa rel tersebut sudah hilang tak berbekas.

Begitulah kondisi Pulau Santolo dengan keberadaan dermaganya yang jauh dari perhatian. Padahal, sudah barang tentu pelabuhan ini demikian cantik saat pertama kali dibuat. Berdasarkan penelusuran sejarah, dermaga Santolo dibangun pada rentang 1910-1913 sebagai jalur pembantu pengangkutan distribusi rempah Priangan Timur. Santolo juga dikenal luas dalam sejarah dunia.

Berdasarkan banyak buku terbitan Eropa, keberadan Pelabuhan Santolo masih tercatat penting. Di dermaga sekecil itu, Santolo tetap mampu menampung 50 perahu berkapasitas angkut hingga mencapai beban lima ton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement