Ahad 03 Jan 2016 13:00 WIB

Ardy Chrismas Widiantoro Tergugah Guru Agama Islam

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Ardy Chrismas Widiantoro Tergugah Guru Agama Islam

Demi iman Ardy pernah terkucil dari keluarganya. 

Sore itu, ia tampak sumringah dengan balutan jaket, kemeja batik, dan celana pan jang hitam. \"Dari seko lah, tadi ada rapat guru,\" ucapnya, sambil menyusuri sela sar Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia, Depok. Suasasa masjid kala itu tengah ramai oleh para mahasiswa yang menghadiri kajian. 

Setelah menemukan tempat yang tenang di pelataran masjid, ia pun mulai berkisah.

Pemilik nama lengkap Ardy Chrismas Widiantoro itu masuk Islam empat tahun yang lalu. Kedua orang tuanya berasal dari Jawa Timur. Mereka berdua terlahir Muslim, tetapi pindah ke Katolik karena faktor ekonomi dan pergaulan. Banyak anggota keluarga besar ayah ibunya yang menganut Islam.

Walau bukan Katolik sejak lahir, kedua orang tua sosok yang akrab disapa Ardy ini taat beragama. Ia juga dididik rajin pergi ke gereja. \"Saya dulu seorang misdinar, dalam arti misdinar itu pelayan altar di gereja,\" 

kata Ardy. Sulung dua bersaudara ini mulai menjadi misdinar sejak kelas 5 SD sampai SMP. Namun, hal itu tak lama sebab benaknya mulai terbentur pada berbagai pertanyaan menginjak masa remaja. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal.

Sebenarnya pria kelahiran Bogor, 23 Desember 1989 ini sudah tertarik Islam sejak kelas VI SD. Pak Andi, guru agama di sekolahnya yang berperawakan gemuk itu berhasil memantik kemarahan sekaligus rasa ingin tahunya. Sang guru menyebut hanya Islamlah yang akan mendapat ridha Allah, selain Islam agama tertolak. Pernyataan ini kontra dengan keyakinannya. \"Saya pikir, ini guru agama kok ngajarinnya nggak beres,\" kata Ardy.

Namun, justru perasaan itu menjadi gerbang menuju hidayah. 

Di bangku SMP, dia mulai banyak belajar Islam dari buku paket milik teman Muslimnya. Ia pun memilih tetap mengikuti pelajaran Islam dan membandingkan pelajaran Katolik yang diterima setiap Jumat.

Sampai suatu saat, lelaki itu menemukan sebuah ayat surah Markus di Alkitab tentang keesaan Tuhan.

 
Nabi Isa terang-terangan mengatakan, tiada tuhan selain Allah. Ayat itu kurang lebih berbunyi, \"Hai Bani Israel, sembahlah Tuhanmu. Sesungguhnya Tuhan itu esa.\" Ardy mulai berpikir. 

Temuannya itu bertolak belakang dengan doktrin trinitas yang ia terima selama ini. Penasaran Ardi kian membuncah. Belum lagi, kebingungannya tentang puasa 40 hari 40 malam tanpa makan dan minum dalam tradisi Kristen. Meski ia tetap menjalaninya, hati kecilnya bertanya-tanya. 

Ragam per tanyaan liar meng gelayuti pikirannya. \"Secara naluri aneh,\" kata Ardy. 

Sewaktu duduk di bang ku SMA, rasa penasarannya terjawab. Ia mendapati kebenaran pernya taan Pak Andi, guru agamanya sewaktu SMP itu, tertuang dalam surah Ali Imran ayat ke-19. Hatinya tergugah. Satu hal yang tidak pernah ia temukan di keyakinannya selama ini.

Meski perlahan yakin, ia belum juga bersyahadat. Tetapi, lulus SMA, ia mulai ikut shalat. Namun, kata Ardy, ternyata menirukan nasihat temannya, shalat yang ia jalani tanpa syahadat tidak diterima. Ibarat karyawan yang tidak terima gaji lantaran belum tanda tangan kontrak. 

Syahadat Proses bersyahadat memakan tem po sangat lama. Setiap malam dia berdoa, \"Ya Tuhan, jika Engkau me mang sayang pada hamba-Mu ini, tolong beri hidayah di jalan yang benar.\" 

Selama hampir sepekan, ia memimpikan peristiwa yang sama. \"Saya masuk neraka yang paling atas. Saya berjalan, sedangkan di bawah ada api yang panas. Saya kemudian jatuh terjun ke bawah,\" ujarnya. Teriakan Yesus tak mampu membuatnya terang kat naik. 

Justru, ketika ia berteriak menyebut \"Allahu Akbar\" sebanyak tiga kali, Ardy langsung terbangun. Dia basah kuyup dan gemetar. Dihampiri mimpi yang sama terus-menerus setiap malam, membuat Ardy mulai bertanya- tanya, kendati ia belum bersyahadat lantaran menjaga perasaan orang tua.

Singkat cerita, suatu hari dia bersama teman-teman kampusnya melakukan observasi di Pantai Pangandaran. Saat jam bebas, Ardy berenang di laut. Tiba-tiba, dia merasa ada sesuatu yang menariknya hingga hampir tenggelam. Penjaga pantai dan seorang temannya bergegas menolong. 

Alhamdulillah, dia masih diberi umur panjang. 

Dari situ, Ardy me rasa Allah telah me nye lamatkannya un tuk memberi dia kesempatan. \"Sa ya berpikir Allah masih mem beri kan saya hidup untuk bi sa memeluk Is lam. Untuk teman saya yang menolong ini, semoga mendapat hidayah Allah,\" kata Ardy, mendoakan temannya yang masih non-Muslim.

Selang beberapa hari kemudian, tepatnya Jumat, Ardy me nyam paikan keinginannya ber syahadat. Sempat ditolak oleh Masjid Sunda Kelapa Jakarta karena kurangnya berkas administrasi, ia kembali lagi untuk melengkapi berkas dan bersyahadat. 

Tepat 11 Desember 2011, Ardy mengikrarkan syahadat pada usia 21 tahun setelah satu fase pencarian panjang selama hampir 10 tahun. Tak lagi ada rasa waswas beban dosa seakan terangkat. 

\"Kebahagiaan yang ada di hati tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,\" 

ungkap Ardy. Ham pir dua tahun, ia merasa ragu ke gereja. Terakhir, Natal tahun 2010, dia dipaksa pergi ke gereja. 

Tetapi, Ardy sudah tidak yakin.

Tantangan \"Kebahagiaan lahir dan batin yang saya rasakan sekarang ini ada di Islam dan akan saya genggam hingga ajal tiba,\" kata Ardy. Perlahan keislamannya tercium keluarganya. 

Ia disidang. Pembelaannya tak berpengaruh di hadapan sang ibu. Ia sampai dikutuk menjadi kera, menjadi batu, dan sebagainya. 

\"Kata-kata kasar itu keluar, sempat takut, tapi la haula wa la quwwata ila billah,\" ujar Ardy. Ia berpegang pada istiqamah dan tawakal. Beberapa kali diusir, selalu ada teman-teman yang siap menyediakan tempat berteduh.

Banyak godaan muncul setelah ia bersyahadat. Teman-teman Kristennya banyak yang menaruh dendam, ia diserang di sosial media serta dijauhi di lingkungan pergaulan. 

Ardy yang kala itu masih mahasiswa jurusan biologi di sebuah kampus Kristen di Jakarta bahkan pernah akan dikeluarkan. Skripsinya selesai paling akhir. Dosen pembimbing tidak mau membantu saat sidang. Ia dibantai habis-habisan, tapi atas kehendak Allah bisa lulus, meski dengan nilai pas-pasan pada 2014.

Kini, Ardy bekerja di sebuah SD IT. Untuk menjaga silaturahim, ia tetap berkomunikasi dengan ibunya, termasuk hadir ketika Natal keluarga, dengan tetap menjaga ketentuan syar\'i. 

Tak henti-hentinya Ardi berdoa agar orang tua kesayangannya itu mendapat hidayah. Semoga. 

(c38, ed: nashih nashrullah)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement