Ahad 22 Nov 2015 17:37 WIB

Bilik Redaksi

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ma'a ahla tahiyyat ...

Membuka edisi kali ini, redaksi mencoba mengajak pembaca untuk sedikit bernostalgia dengan peninggalan bersejarah dari kejayaan Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Sejak awal berdiri pada 762 M, Baghdad langsung menjadi pusat peradaban sebuah ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, kota yang berdiri akibat tumbangnya Dinasti Umayyah pada 750 M oleh Dinasti Abbasiyah ini dijadikan pusat ilmu pengetahuan.

Sementara, tema yang diangkat dalam liputan utama kali ini, yaitu redaksi mencoba mengangkat tarekat dan dinamika sosial politik di dunia Islam. Tarekat kerap diidentikkan dengan puritan dan antidunia luar. Padahal, seja rah mencatat tarekat juga berperan penting dalam membangun peradaban.

Sepak terjang Tarekat Tijaniyah di Afrika Barat, misalnya. Tarekat ini tak bisa dilepaskan dari kiprah dan perjuangan Syekh Ibrahim Niasse. Di bawah kepemimpinan sosok kelahiran 8 November 1900, di Desa Tayba Naseen, antara Senegal dan perbatasan Gambia ini, tarekat tersebut berkembang pesat dan menjadi gerakan sufistik dengan pengikut terbanyak di Benua Hitam ini. Bahkan, Tijaniyah yang berdiri sejak abad ke-18 itu sekarang telah memiliki jutaan jamaah yang tersebar hingga ke Timur Tengah dan Eropa.

Tarekat Tijaniyah al-Ibrahimyah merupakan lokomotif utama munculnya kesadaran masyarakat Afrika melawan penindasan kolonial. Syekh Ibrahim, dalam risalahnya yang bertajuk "al-Ifriqiyya li al-Ifriqiyyin", menegaskan Afrika untuk bangsa Afrika.

Sedangkan pada rubrik kisah, redaksi mengangkat kisah tentang teguran yang disampaikan oleh Allah SWT kepada Nabi Musa AS. Nabi Musa mendapat pelajaran penting bahwa setinggi apa pun ilmu yang dikuasai, tak boleh bersombong ria. Nabi Musa dipertemukan dengan Khidir, yang ternyata diberikan oleh Allah pengetahuan yang tak dimiliki Musa AS.

Pada rubrik "Dunia Islam", redaksi mengungkit sekilas tentang masa depan Muslim Rohingya Myanmar pasca-Pemilu 2015. Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai oposisi terbesar pimpinan Aung San Suu Kyi, menyapu bersih kursi parlemen. Tersimpan harapan besar di hati kaum Muslim Myanmar atas kemenangan ini.

Kebanyakan Muslim Myanmar memberikan dukungan mereka untuk NLD. Hanya partai ini yang dianggap dapat mengeluarkan Myanmar dari junta militer yang berkuasa selama beberapa dekade. Sesuai pesan pendiri Myanmar, Aung San, partai ini juga diharapkan dapat lebih menghargai kelompok etnis dan agama minoritas.

Nama Muhammad Ash'ad bin Muhammad Ilyas boleh saja tidak tercatat dalam deretan pahlawan nasional. Namun, sejarah tetap me ngenang sepak terjangnya dalam perlawanan mengusir penjajah Belanda. Semangat perjuangan itu ia gelorakan melalui majelis- majelis dakwah dan ilmu yang ia asuh.

Aktivitasnya itu terbukti mampu membuat Belanda geram. Mereka khawatir aksinya ini dapat menyulut api perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Para penjajah itu tak tinggal diam. Syekh Abdul Malik masuk dalam daftar pencarian orang.

Dengan kalimat tauhid, ia senantiasa menyuntikkan semangat perjuangan terhadap para gerilyawan di perbukitan Gunung Slamet. Perlawanan terhadap tiran dan kebatilannya tetap berlanjut. Setelah Indonesia merdeka, pada masa Gestapu, Syekh Abdul Malik juga sempat ditahan oleh PKI. Kisah keteladanan tokoh yang akrab dikenal dengan Syekh Abdul Malik ini bisa disimak pada rubrik "Mujaddid".

Di pengujung edisi kali ini, redaksi menyajikan kisah perempuan bernama lengkap Dr Maryam Blackeagle. Ia masih keturunan suku asli Amerika. Ayahnya dari suku Miami Wea, sedangkan ibunya campuran suku Cherokee dan kulit putih.

Maryam mengakui, itu adalah proses yang panjang dan sangat keras. Transisi para penyintas suku asli Amerika sangat sulit. Suku- suku asli telah hancur sepanjang tahun. Banyak dari mereka kehilangan identitas.

Beberapa suku yang kuat bekerja keras untuk menjaga identitas, tapi pada saat yang sama mereka harus berjuang dengan masalah kekerasan, alkohol, dan penyalahgunaan obat terlarang.

Masalah itu pula yang harus dilewati Maryam sejak kecil. Krisis yang dialami Maryam membawanya pada perenungan spiritual. Dia mulai pergi ke `Gereja Hippie' pada usia dua puluhan. Maryam cukup bahagia bersama mereka. Namun, lukanya tetap tak ter sembuhkan. Semoga bermanfaat. Wallahu yahdina ila sawa' as-sabil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement