Ahad 18 Jan 2015 18:00 WIB

Mitos Kuil dan Ancaman Bagi Al-Aqsa

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Kuil Sulaiman menjadi doktrin utama Zionisme.

Konflik antara Israel dan Palestina yang terus berlangsung sampai hari ini, tidak dapat dipisahkan dari Zionisme. Ideo logi itulah yang menjadi pembenaran dan doktrin utama oleh sebagian besar kalangan Yahudi untuk merebut kota suci Yerusalem (Baitul Maqdis) dari tangan umat Islam.

Secara harfiah, istilah Zionisme berasal dari kata `Tzi-yon' yang dalam bahasa Ibrani merujuk kepada bukit Sion yang terletak di Yerusalem. Namun, definisi umum Zionisme diartikan sebagai gerakan massal sebagian besar Yahudi untuk menguasai kembali tanah leluhur mereka di Palestina.

Guru besar sejarah dari Universitas Cambridge, Inggris, Nicholas De Lange menyebutkan, cita-cita kaum Zionis di mulai sejak akhir abad ke-19. Pada masa itu, di Eropa Timur ada banyak sekali kelompok Yahudi akar rumput yang mendukung pembangunan pemukiman khusus Yahudi di Palestina. Mereka juga menginginkan adanya revitalisasi dan pemeliharaan tradisi Ibrani di wilayah tersebut, terutama Yerusalem.

"Secara umum, kelompok-kelompok pengusung gagasan itu disebut `Pencinta Sion'. Istilah ini pertama kali digunakan oleh pendiri gerakan mahasiswa Yahudi Austria Kadimah, Nathan Birnbaum, dalam jurnalnya "Selbstemanzipation" (Pem bebasan Diri) pada 1890. Dari situlah penggunaan kata Zionisme berasal," ungkap De Lange dalam buku An Introduction to Judaism.

Selanjutnya, aktivis politik Yahudi berkebangsaan Austria-Hungaria, Theodor Herzl, dianggap sebagai pendiri gerakan Zionis internasional. Dalam bukunya Der Judenstaat yang terbit pada 1896, Herzl membayangkan berdirinya negara Yahudi merdeka pada masa depan.

Menjelang abad ke-20, migrasi warga Yahudi dari berbagai penjuru dunia ke Palestina mulai dilakukan secara besar- besaran. Kegiatan tersebut mendapat dukungan penuh dari Kerajaan Inggris lewat penandatanganan Deklarasi Bal four pada 1917. Bahasa Ibrani mulai mendominasi sebagian wilayah Palestina sejak masa itu.

Selama Perang Dunia I berlangsung, Kesultanan Turki Utsmani mengalami kekalahan besar. Sejumlah wilayah kerajaan itu jatuh ke tangan musuh, termasuk Palestina yang sejak 1922 berada di bawah mandat Inggris. Peluang kaum Zionis untuk mendirikan negara Yahudi pun semakin terbuka lebar.

Dua tahun lebih setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya pada 14 Mei 1948, sejumlah tokoh Zionis di bawah pimpinan David Ben Gurion mendeklarasikan berdiri nya negara Israel. Mereka pun mengklaim wilayah Palestina sebagai "tanah yang dijanjikan" bagi bangsa Yahudi.

Belakangan, kaum Zionis juga terus berusaha menguasai kompleks Haram asy- Syarif (Masjid al-Aqsa)--yang merupakan tempat suci ketiga umat Islam setelah Makkah dan Madinah--secara penuh.

Pertanyaan yang cukup menarik adalah sepenting apakah posisi Masjid al-Aqsa di mata orang-orang Zionis sehingga mereka begitu terobsesi mencaplok situs tersebut? Mitos Kuil Sulaiman (Temple of Solomon) adalah jawabannya.

Selama ini, orang-orang Yahudi, terutama kalangan Zionis, meyakini bahwa Raja Solomon (Nabi Sulaiman dalam Islam --Red) pernah membangun haikal atau kuil pertama Yahudi kuno di Yerusalem.

Mereka mengklaim kuil tersebut berada di lokasi Haram asy-Syarif sekarang--yang oleh orang-orang Barat disebut sebagai Temple Mount.

Atas dasar asumsi itulah, kaum Zionis meluncurkan beberapa proyek arkeologi di sekitar kompleks Baitul Maqdis untuk menemukan keberadaan Kuil Sulaiman.

Pada 1970, pemerintah Israel memulai penggalian secara intensif di sisi selatan dan barat luar tembok Masjid al-Aqsa.

Orang-orang Palestina menduga kuat penggalian terowongan di bawah Masjid al-Aqsa itu hanya bertujuan untuk melemahkan fondasi tempat suci umat Islam tersebut. Namun, tuduhan itu ditampik oleh Israel.

"Kami tidak mencoba meruntuhkan al- Aqsa. Karena ekskavasi yang kami lakukan berjarak 70 meter arah selatan dari masjid itu," kata arkeolog Israel Finkelstein dalam artikel "In the Eye of Jerusalem's Archaeological Storm" yang diterbitkan the Jewish Daily Forward pada Mei 2011.

Selanjutnya, Departemen Arkeologi Ke men terian Agama Israel kembali menggali terowongan di dekat bagian barat Masjid al- Aqsa pada 1984. Utusan khusus UNESCO di Yerusalem, Oleg Grabar melaporkan, struktur dan bangunan di kompleks Haram asy-Syarif semakin memburuk kondisinya lantaran menjadi rebutan antara Israel, Palestina, dan Yordania.

Pada Februari 2007, Israel melakukan penggalian lagi di bawah kompleks Baitul Maqdis. Kali ini, lokasi ekskavasi mereka semakin mendekati al-Aqsa, yakni hanya berjarak 60 meter dari masjid tersebut.

Penggalian itu kembali memicu kemarahan umat Islam di seluruh dunia. Dugaan bahwa Israel memang tengah berusaha menghancurkan fondasi al-Aqsa pun semakin menguat.

Sampai sejauh ini, belum ada tanda- tanda keberadaan sisa-sisa Kuil Sulaiman di kompleks al-Aqsa. Dari sekian banyak penggalian yang dilakukan, Israel hanya menemukan terowongan kuno peninggalan Raja Jeconiah (yang memerintah Kerajaan Yehuda/Israil Selatan pada 598-597 SM).

"Kaum Zionis mengklaim upaya mereka mencari Kuil Sulaiman yang hilang telah berhasil hanya lantaran menemukan reruntuhan terowongan Raja Jeconiah. Padahal, temuan itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan Kuil Sulaiman. Terowongan itu juga tidak memiliki makna keagamaan apa pun," ujar Kais al-Kalby dalam karyanya History of al-Aqsa.  oleh ahmad islamy jamil ed: nashih nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement