Kamis 26 Nov 2015 15:00 WIB
TSAQOFI-

Sarajevo dan Wakaf Produktif

Red:

Pada tanggal 10-15 November 2015 lalu penulis berkesempatan untuk memenuhi undangan Badan Zakat Bosnia dan Herze govina sebagai pembicara da lam suatu seminar tentang zakat dan ke uang an sosial Islam. Dalam ke sempatan kunjungan singkat tersebut, penulis mendapatkan satu pelajaran yang sangat berharga terkait de ngan Sarajevo, yaitu kekuatan wakaf yang menjadi penopang ber dirinya ibukota di negeri Balkan tersebut.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Sarajevo adalah contoh kota yang pada awalnya didirikan dengan basis pe manfaatan aset wakaf. Adalah Gazi Husrev-Beg (1480-1541) yang pada saat itu ditunjuk oleh kekhilafahan Turki Usmani untuk menjadi gubernur Bosnia, yang pertama kali me ngembangkan kota Sarajevo sehingga kota tersebut muncul menjadi tem pat strategis yang berada diantara Istanbul dan Roma.

Sejak ditunjuk sebagai gubernur oleh Sultan Sulaiman I pada tanggal 15 September 1521, Gazi Husrev-Beg ber upaya untuk menjadikan Bosnia se bagai gerbang untuk memperluas ke kuasaan dan pengaruh ajaran Islam di wilayah Balkan, sekaligus men jadikannya sebagai pusat peradaban Islam di Eropa Timur. Kemudian, beliau membangun Sarajevo dengan memanfaatkan tanah yang diwakafkannya. Pe manfaatan wakaf tersebut dilakukan un tuk tiga keperluan. Pertama, membangun masjid sebagai pusat ke giatan keummatan dan kenegaraan. Masjid yang kemudian dikenal de ngan nama Masjid Gazi Husrev-Beg ini dibangun sekitar tahun 1530an.

Kedua, ia membangun madrasah, per pustakaan dan fasilitas umum se perti toilet dan kamar mandi umum. Madrasah ini kemudian berkembang men jadi salah satu pusat pendidikan dasar dan menengah di Sarajevo, dan men dorong lahirnya Sarajevo University hingga saat ini. Adapun per pustakaannya saat ini memiliki koleksi manuskrip Islam yang termasuk terbanyak di dunia. Sekolah dan per pustakaan ini dibangun sekitar tahun 1537.

Ketiga, ia membangun pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi mas yarakat, melengkapi masjid dan pusat pendidikan. Hingga saat ini, pasar tersebut masih beroperasi di ka wasan yang dikenal dengan nama Old Town of Sarajevo. Ketiga fasilitas ter sebut dibangun di atas aset yang diwakafkannya, sehingga tidak dapat dibayangkan betapa dahsyatnya aliran pahala kepadanya hingga saat ini. Tidaklah mengherankan jika di zaman beliau, Sarajevo berkembang menjadi salah satu kota penting di Eropa, yang berada di bawah kendali Turki Usmani.

Srajevo, dalam pandangan pe nulis, dapat dijadikan sebagai salah satu bukti bahwa ketika aset wakaf di kelola secara produktif dan profesional, maka jejaknya akan bertahan lama. Untuk itu, belajar dari sejarah Sarajevo, penulis melihat bahwa se karanglah momentum yang tepat untuk mengembangkan wakaf, terma suk wakaf produktif. Ada beberapa langkah strategis yang harus di lakukan, agar lahan wakaf yang jumlahnya empat ribu kilometer persegi di tanah air ini dapat dioptimalkan bagi kemajuan bangsa.

Pertama, perlunya sosialisasi dan edukasi kepada publik tentang urgen si memanfaatkan aset wakaf untuk kepentingan bersama dengan caracara yang kreatif dan produktif. Ba nyaknya tanah wakaf yang menganggur seharusnya dijadikan seba gai mo mentum untuk memper kuat edu kasi publik ini. Termasuk di da lamnya adalah wakaf uang yang jum lahnya secara nasional sampai saat ini masih kurang dari Rp 200 miliar. Pa dahal potensi wakaf uang ini di ya kini akan lebih besar dari potensi za kat yang mencapai angka Rp 217 triliun.

Kedua, pentingnya penguatan kelembagaan nadzir, termasuk BWI (Badan Wakaf Indonesia), sebagai ujung tombak pengelolaan wakaf. Penguatan ini antara lain terkait de ngan infrastruktur kelembagaan, kualitas SDM nadzir yang ada, dukungan teknologi informasi, dan tata kelola wakaf (waqf governance). Tanpa upaya dan kesungguhan untuk me ningkatkan kualitas nadzir, maka upaya optimalisasi aset wakaf ini akan mengalami kesulitan.

Ketiga, perlunya penguatan du kungan dan regulasi pemerintah dan parlemen (DPR) terhadap pengembangan wakaf. Sarajevo adalah con toh nyata bagaimana kepedulian dan komitmen penguasa, dalam hal ini Gubernur Gazi Husrev-Beg, ternyata mam pu menjadikan wakaf sebagai sum ber yang menggerakkan per ekonomian negara. Selain itu, wakaf juga berperan dalam pembangunan SDM yang dimiliki oleh negara. Tentu kita berharap agar pemerintahan sekarang, bersama-sama de ngan DPR, dapat mendorong penguatan peran instrumen wakaf ini da lam pembangunan nasional.

Keempat, inisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan International Working Group on Waqf Core Principles (IWG WCP) yang digagas Bank Indonesia, IDB dan BWI harus kita dukung secara penuh. Di harapkan, forum tersebut dapat men jadi media untuk meningkatkan kualitas pengelolaan wakaf, baik pada level nasional maupun internasional. Wallaahu a'lam. ¦

Dr Irfan Syauqi Beik

Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement