Rabu 07 Dec 2016 18:00 WIB

RI-Korsel Kembangkan UMKM Ramah Lingkungan

Red:

JAKARTA -- Indonsia dan Korea Selatan bekerja sama untuk mengembangkan bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang ramah lingkungan, terutama dalam kegiatan produksi supaya mengurangi emisi industri.

Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring Meliadi mengatakan, UMKM memiliki peranan penting dalam mengurangi emisi industri melalui konsep green business.  "UMKM diharapkan lebih kreatif dan inovatif agar mampu bertahan dalam persaingan usaha dan juga mampu mengoperasikan usahanya dalam wawasan ramah lingkungan," ujar Meliadai saat membuka acara 1st Indonesia-Korea Green Business Forum di Jakarta, Selasa (6/12).

Ia mengatakan, Indonesia-Korea Business Forum merupakan forum pertama yang diselenggarakan Green Business Center (GBC) atas dukungan ASEM SMES Eco Innovation Center (ASEIC) Korea Selatan dan Kemenkop UKM. Green Business Center merupakan bentuk lembaga kerja sama antara Indonesia dan Republik Korea. GBC berperan sebagai inkubator bisnis untuk para UKM, baik di Indonesia maupun Korea.

GBC didedikasikan untuk inkubasi, konsultasi, dan membantu para UKM dalam mengembangkan bisnis dan industrinya. "Sehingga, mempercepat laju potensi bisnis melalui inovasi bisnis hijau," ujar Meliadi.

Menurutnya, hingga saat ini sudah ada 11 tenant yang berada di GBC. Mereka terdiri atas tiga perusahaan asal Indonesia, yakni PT Petra Sumber Makmur (batu bara dan campuran beton), KOSPERMINDO-ASPERLI (usaha pengolahan rumput laut), dan PT Multi Coco Indonesia (usaha pengolahan kelapa) serta delapan perusahaan asal Korea.

"Tujuan forum ini adalah untuk meningkatkan komitmen dan partisipasi UKM serta menambah wawasan mengenai industri yang ramah lingkungan," katanya.

Perwakilan Korea untuk Indonesia-Korea Joint Secretariat for Economic Development,Jang Jean-kang, mengatakan, forum ini sangat penting bagi ajang pertukaran informasi industri ramah lingkungan antara Indonesia dan Korea. "Korea sudah lama melakukan itu dan hasilnya dari yang tadinya negara miskin, kini sudah menjelma menjadi salah satu negara industri besar di dunia," ujar Jang.

Ia menambahkan, Indonesia dikenal sebagai negara penghasil CO2 terbesar keempat dunia. Karena itu, ia berharap Indonesia mengubah struktur industri menjadi ramah lingkungan. "Kami berhasil mengatasi masalah lingkungan tersebut, kami selalu menekankan pada perusahaan agar menghasilkan produknya yang ramah lingkungan dan mengurangi polusi," lanjut dia.

Itu artinya, kata dia, kebijakan ramah lingkungan tersebut dimotori oleh perusahaan yang bersangkutan. Anggaran pemerintah Korea sebesar 5,3 triliun won, sementara Indonesia anggarannya lebih kecil lagi. "Jadi, sulit diharapkan bisa diatasi masalah tersebut dalam waktu dekat," ujar Jang.

Selain bekerja sama mewujudkan UMKM ramah lingkungan, Indonesia dan Korea Selatan juga bekerja sama meningkatkan manajemen keselamatan fasilitas publik di Indonesia. Kerja sama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan Korea international Cooperation Agency (KOICA) telah dimulai sejak akhir 2014.

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib mengatakan, keandalan infrastruktur salah satunya dinilai dengan pemenuhan terhadap aspek keselamatan. Ia juga menegaskan pentingnya aspek pemeliharaan konstruksi.

"Aspek keselamatan tidak hanya ditinjau pada saat pelaksanaan konstruksi, tetapi juga saat masa pemanfaatan, pemeliharaan, sampai pembongkaran infrastruktur tersebut," katanya.

Kerja sama ini diadakan sebagai wadah untuk berbagi informasi terkait proyek dengan berbagai pemangku kepentingan, untuk melakukan brainstorming dan  mempromosikan proyek. Ia menjelaskan, Korea Selatan telah memberi dana hibah sebesar Rp 7,5 miliar yang diberikan melalui pelatihan. "Tidak terlalu besar, tapi kita butuh pelatihannya," kata dia.

Kerja sama ini didasari pada kesadaran mengenai urgensi mewujudkan manajemen infrastruktur yang baik dengan peningkatan kapasitas serta penyiapan sistem manajemen konstruksi. Lima tahun lalu, Indonesia mendapat pengalaman buruk,  yakni dengan runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara dan hanggar di Makassar.

"Itu semua membuat kita berpikir ulang," lanjut dia.

Saat ini, kerja sama Kementerian PUPR dan Korea masih berfokus pada jembatan. Namun, Yazid berharap ke depannya kerja sama akan meningkat ke bendungan dan bangunan-bangunan tinggi. rep: Melisa Riska Putri ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement