Jumat 21 Oct 2016 17:00 WIB

Industri Rokok Cenderung tidak Patuh Cukai

Red:

JAKARTA  -- Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, pengurangan lapisan tarif cukai akan dilakukan secara bertahap. Bila saat ini ada 12 lapisan tarif cukai, ia menyebutkan, nantinya tersisa delapan atau sembilan lapisan pada 2018.

Heru mengatakan, sepanjang 2017 pemerintah akan mengecilkan perbedaan antarlapisan untuk tarif cukai rokok sebelum memangkas sejumlah layer dua tahun mendatang. Langkah ini diambil untuk memberikan kesempatan produsen untuk menyesuaikan tarif cukai dengan tipe rokok, klasifikasi usaha berdasarkan jumlah produksi, dan harga jual eceran (HJE) minimum.

"Layer kita sudah rencanakan ke depan akan makin kecil, saat ini ada 12 layer. Nanti 2017 kita mengecilkan gap antarlapisan, tapi tetap sama 12. Mulai 2018 kita akan kurangi layer. Jadi pemerintah dengan kebijakan ini berharap. Satu, jangan sampai layer ini dimanfaatkan men-switch pita cukai dari harga murah ditempelkan ke harga rokok yang lebih mahal," kata Heru kepada Republika, Kamis (20/10).

Di sisi lain, ahli ekonomi UGM Bambang Riyanto merilis hasil penelitiannya. Ia menemukan ketidakpatuhan industri rokok terhadap penetapan cukai rokok yang telah ditetapkan pemerintah.

"Ketidakpatuhan ini diperkirakan karena adanya pengaruh struktur tarif cukai rokok Indonesia yang rumit terdiri dari 12 tingkatan tarif," katanya pada Seminar What Motivates Tax Compliance di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM.

Bambang mengatakan, industri rokok cenderung melakukan kecurangan yang lebih besar akibat struktur tarif cukai yang rumit. Sebaliknya, kecurangan sangat jarang dilakukan dalam kondisi struktur tarif cukai yang sederhana. Menurut dia, pemerintah perlu melakukan penyederhanaan struktur tarif cukai, seperti dinyatakan dalam peta jalan industri hasil tembakau. "Isu keadilan dapat diakomodasi dengan jalan menerapkan tarif cukai menengah sehingga tidak mematikan industri rokok kecil," ujar Bambang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kesadaran wajib pajak untuk melaporkan hartanya masih rendah sehingga target pajak pemerintah masih jauh dari ketercapaian. Ia membenarkan regulasi perpajakan yang rumit menjadi salah satu penyebab rendahnya kepatuhan pajak.

"Kita lakukan akan amendemen RUU Undang-Undang Perpajakan (KUP) dan RUU Pajak Penghasilan (Pph). Regulasi pajak kita perbaiki supaya tidak menciptakan kompleksitas dan bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak," ujar mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini.

Sementara itu, dari sisi administrasi pajak, pemerintah mendorong perbaikan pada Direktorat Jendral Pajak (DJP) dengan membangun dan memperkuat profesionalisme serta integritas sumber daya manusia dalam pelayanan perpajakan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan kemudahan dalam pembayaran, pelaporan, serta akses infromasi perpajakan berbasis pada teknologi informasi.

Sri mengatakan, selama beberapa tahun terakhir, penerimaan pajak di Indonesia masih sangat rendah. Selain penerimaan pajak nasional yang belum optimal, rasio pajak juga mengalami penurunan, bahkan lebih rendah dibandingkan negara lain. "Penerimaan pajak kita dalam beberapa tahun terakhir jauh di bawah target. Kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan hartanya masih rendah sehingga membuat rasio pajak menjadi kecil," katanya.

Ia menyebutkan, regulasi perpajakan yang rumit menjadi salah satu penyebab rendahnya kepatuhan pajak. Karena itu, pemerintah berencana akan melakukan perbaikan regulasi perpajakan, di antaranya melalui amendemen RUU Undang-Undang Perpajakan (KUP) dan RUU Pajak Penghasilan (Pph).

Menurut Sri, peraturan pajak harus perbaiki agar tidak menciptakan kompleksitas dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sementara itu, dari sisi administrasi pajak, pemerintah akan mendorong perbaikan pada Direktorat Jendral Pajak (DJP), dengan membangun dan memperkuat profesionalisme sumber daya manusia dalam pelayanan perpajakan. "Untuk meningkatkan rasio pajak, pemerintah menetapkan kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak)," ujar Sri.

Adapun target penerimaan pajak pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 sebesar Rp 1.495,9 triliun. Sebanyak Rp 1.271,7 triliun di antaranya berasal dari pajak nonmigas. Sementara, sisanya bersumber dari kepabeanan dan cukai Rp 191,2, triliun serta PPH Migas Rp 33 triliun.     rep: Rizma Riyandi, Sapto Andika Candra, ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement