Rabu 11 Jan 2017 16:00 WIB

Polri Dalami Temuan PPATK

Red:

JAKARTA-Polri mendalami laporan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) terkait terduga teroris Bahrun Naim menggunakan teknologi keuangan (Fintech) berupa Paypal dan Bit Coin untuk mengirimkan uang. Pengiriman ini akan dipastikan apakah terkait aksi teror atau tidak.

Polri mengaku akan mencocokkan temuan tersebut dengan data jaringan teroris yang selama ini tertangkap dan terafiliasi dengan Bahrun Naim. "Ini fakta (transaksi BN), sehingga dari fakta ini bisa ditelusuri dan didalami agar menjadi kesatuan utuh dari jaringan BN yang di Indonesia," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (10/1).

Informasi PPATK akan didalami lagi dengan sumber informasi lain yang dimiliki Polri. Misalnya dengan perencanaan, persiapan, catatan-catatan, serta pendalaman selanjutnya dari aliran dana itu.

Jika benar transaksi menggunakan teknologi ini, menurutnya ini bukan hal baru. Pihaknya memastikan kelompok teroris menggunakan berbagai cara untuk dapat mengirimkan uangnya ke berbagai jaringan yang tersebar.

Martinus mengatakan, kelompok teroris kerap mengirimkan uang secara langsung. Ada juga yang memanfaatkan bank. Uang ditransfer dari satu rekening ke rekening lain. Ada juga yang memanfaatkan jasa pengiriman uang. Yang terakhir adalah melalui dunia maya, seperti yang dilaporkan PPATK. "Untuk pengiriman (melalui) dunia maya, ini sudah lama dan sudah didalami. Tapi, fakta yang disampaikan PPATK adalah hal baru yang perlu didalami," kata dia.

Polri akan menggandeng Bank Indonesia (BI) untuk mengetahui apakah transaksi tersebut dibenarkan atau sesuai dengan aturan atau tidak.

Sebelumnya, PPATK mengungkap ada transaksi pendanaan kegiatan terorisme yang dilakukan dengan memanfaatkan Fintech berupa akun pembayaran daring Pay Pal dan Bit Coin atas nama Bahrun Naim. Ia diduga sebagai tokoh di balik aksi bom Thamrin pada 2016 lalu. Pay pal adalah jenis alat pembayaran virtual yang bisa digunakan untuk transaksi oleh seluruh pengguna internet di dunia.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, Fintech mulanya dimanfaatkan banyak pelaku bisnis untuk bertransaksi karena cepat dan murah. Namun, PPATK menyinyalir Fintech belakangan juga dimanfaatkan untuk kegiatan terlarang, seperti terorisme. Transaksi lewat Fintech lebih sulit dilacak. "Tapi, bukan berarti tidak bisa," ujar Badar.

Ia tidak memerinci berapa besar dana yang dikirim Bahrun Naim dan siapa saja penerimanya. Ia hanya mengatakan, pada 2017 PPATK akan membuat desk khusus Fintech karena melihat risiko yang besar di balik teknologi tersebut sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

PPATK mencatat, selama kurun waktu lima tahun terakhir, laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait dengan dugaan tindak pidana terorisme meningkat. Sejak Januari 2003 sampai November 2016, PPATK telah menyerahkan 105 hasil analisis transaksi mencurigakan terkait terorisme pada penyidik, yang terdiri dari 47 hasil analisis proaktif dan 58 hasil analisis atas permintaan.       rep: Mabruroh, Halimatus Sa'diyah, ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement