Selasa 08 Nov 2016 13:00 WIB

Jokowi, SBY, dan Ani Yudhoyono Saling Sahut

Red:
Presiden Joko Widodo mengenakan jaket bergaya bomber pada konferensi pers terkait aksi 4 November 2016.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Presiden Joko Widodo mengenakan jaket bergaya bomber pada konferensi pers terkait aksi 4 November 2016.

JAKARTA -- Polemik seputar aktor politik yang dituding Presiden Joko Widodo menunggangi aksi damai Bela Islam II, Jumat (4/11), terus bergulir. Setelah sejumlah anggota DPR meminta Presiden mengungkap sosok yang dimaksud, kini giliran istri presiden ke-6 Republik Indonesia yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Ani Yudhoyono, angkat bicara.

Ani tidak terima jika sang suami dituding berada di balik aksi tersebut. "Jadi, kalau ada tuduhan kepada Pak SBY yang menggerakkan dan mendanai aksi damai 4 November lalu, itu bukan hanya fitnah yang keji, tapi juga penghinaan yang luar biasa kepada Pak SBY," tulis Ani dalam akun Instagram-nya, @aniyudhoyono, seperti dikutip Republika, Senin (7/11).

Pernyataan Ani menjawab pertanyaan sejumlah pengikut pada akun tersebut saat mengunggah foto anaknya yang juga calon gubernur DKI Jakarta, Agus H Yudhoyono, beberapa waktu lalu. Menurut Ani, selama 30 tahun mengabdi untuk TNI dan bangsa Indonesia, SBY selalu siap membela NKRI dengan taruhan nyawa.

Tak hanya itu, selama 10 tahun menjadi presiden, tidak pernah ada DNA di dalam keluarga SBY untuk melakukan sesuatu yang tidak terpuji. "Sekali lagi, tuduhan itu sangat kejam dan Allah Mahatahu apa yang kami lakukan selama ini," kata Ani.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menilai sikap Ani Yudhoyono tak lepas dari informasi yang berseliweran di media sosial ataupun media massa. Di dalamnya disebutkan bahwa SBY menggerakkan dan membiayai aksi damai 4 November 2016. "Padahal, itu fitnah," ujar Syarief kepada Republika.

Menurut dia, seharusnya Presiden segera mengklarifikasi terkait aktor politik yang dimaksud. "Supaya jelas. Masyarakat enggak bertanya-tanya, yang merasa disebut juga harus jelas. Kalau ini kan tidak jelas," kata Syarief. "Ini malah jadi mencurigai kan. Banyak tokoh politik yang saling curiga," ujarnya menambahkan.

Mantan menteri koperasi dan UKM ini pun menilai tudingan terhadap SBY teramat serius. Sebab, kata dia, hal itu berpotensi merusak persatuan dan kesatuan bangsa, tapi Partai Demokrat masih melihat situasi untuk mengambil langkah selanjutnya. "Kita tunggu klarifikasi Presiden," kata Syarief.

Namun, pernyataan Jokowi ini tidak lepas dari pernyataan SBY sebelumnya. Pada 2 November lalu di Cikeas, Bogor, SBY menilai intelijen harus memberikan informasi akurat perihal aksi tersebut. SBY menilai, sangat berbahaya jika intelijen memberikan informasi rencana aksi digerakkan atau didanai oleh pihak tertentu.

"Kalau dikaitkan situasi sekarang, jika ada analisis intelijen seperti itu (menuduh), saya kira berbahaya. Berbahaya menuduh seseorang atau kalangan atau partai politik melakukan seperti itu (mendanai unjuk rasa). Itu fitnah, I tell you fitnah lebih kejam dari pembunuhan dan sekaligus itu penghinaan," katanya. SBY menekankan, intelijen harus akurat dalam menyikapi setiap situasi, termasuk pertemuan politik.

Intelijen tidak boleh ngawur dan main tuduh. Menurut SBY, banyak seruan agar aksi damai boleh dilakukan asalkan tidak menggunakan cara-cara kekerasan dan perusakan. Baginya, unjuk rasa pada era demokrasi adalah unjuk rasa damai dan tidak anarkistis. Hal itu telah terbukti dalam 10 tahun masa kepemimpinannya. Jumpa pers SBY ini masih terkait konteks siapa yang menggerakkan aksi damai 4 November.

Dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Sabtu (5/11) dini hari WIB, Presiden Jokowi menyayangkan kericuhan yang terjadi selepas waktu aksi damai selesai, yaitu pukul 18.00 WIB. Menurut dia, kerusuhan terjadi karena ditunggangi aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi.

Kemudian, saat melakukan kunjungan kerja ke Markas Besar TNI Angkatan Darat di bilangan Gambir, Jakarta Pusat, Senin (7/11), Presiden tetap enggan mengungkapkan sosok aktor politik yang dia maksud. "Nanti kita lihat," ujar dia.

Namun, dalam acara ini, pernyataan Jokowi cukup keras. Presiden mengomentari posisinya sebagai panglima tertinggi TNI. Ia mengatakan, penting baginya untuk mengingatkan kepada seluruh prajurit agar mewaspadai gerakan-gerakan provokasi. Sebab, gerakan tersebut amat berbahaya bagi keutuhan bangsa.

"Sebagai panglima tertinggi TNI, saya telah memerintahkan agar tidak menoleransi gerakan yang ingin memecah belah bangsa, mengadu domba bangsa dengan provokasi dan politisasi. Jangan ragu bertindak untuk keutuhan NKRI kita," kata Presiden.

Aksi lanjutan

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Ustaz Bachtiar Nasir menegaskan, belum ada aksi lanjutan setelah aksi damai Bela Islam II yang digelar pada 4 November lalu. Hal ini sekaligus membantah adanya informasi yang beredar bahwa ada postingan "Aksi Bela Islam III, 25 November 2016 dengan tagar #LengserkanJokowi, jika Ahok bebas".

"Terkait aksi lanjutan belum kita rapatkan. Adapun info yang beredar, mereka paling mendengar selentingan-selentingan. Tapi, secara resmi GNPF-MUI belum ada (info), kapan dan tanggal berapanya," kata Bachtiar kepada Republika. Ia mengatakan, masih mencermati situasi pada tiga hingga empat hari mendatang.

Sedangkan, gambar Aksi Bela Islam III yang beredar di media sosial, menurut Bachtiar, bukan dirilis oleh GNPF-MUI. Bila kemudian, sambung dia, ada indikasi dari gelar perkara Polri terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama mengarah pada hal-hal yang menguntungkan dan meringankan Basuki dari jeratan hukum, Bachtiar menegaskan, GNPF-MUI baru akan membahas rencana Aksi Bela Islam III. Tujuannya untuk menyerukan seluruh umat Islam kembali berdemonstrasi secara besar-besaran kembali menuntut keadilan. rep: Dadang Kurnia, Eko Supriyadi Amri amrullah ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement