Jumat 26 Aug 2016 14:00 WIB

Mendikbud: Materi Bahaya Rokok Diajarkan

Red:
Kampanye anti merokok di kawasan silang Monas, Jakarta, Rabu (12/11).
Foto: Antara
Kampanye anti merokok di kawasan silang Monas, Jakarta, Rabu (12/11).

JAKARTA -- Pemerintah berencana memasukkan materi bahaya rokok ke dalam proses belajar di sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, materi ini mungkin bakal masuk  dalam pendidikan karakter.

Meski demikian, Muhadjir mengatakan, pendidikan karakter tidak mungkin dituangkan secara eksplisit dalam bentuk mata pelajaran (mapel). "Kalau secara eksplisit dalam bentuk mapel, tidak mungkin. Nanti seolah-olah semua permasalahan masuk kurikulum,'' katanya kepada wartawan, kemarin.

Apalagi, menurut dia, sekarang ini jumlah mapel di sekolah sudah banyak. Dengan demikian, penambahan mapel-mapel baru belum mungkin dilakukan. Paling memungkinkan pengajarannya melalui pendidikan karakter.

 

Muhadjir mengaku belum mempunyai konsep khusus, terkait integrasi antara pendidikan karakter dan materi bahaya rokok. "Materi itu bisa ditanamkan lewat pendidikan karakter. Bentuknya seperti apa, belum saya pikirkan," katanya.

Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Kartono Muhammad mengatakan, materi soal rokok sebaiknya disampaikan dalam hal kecil dan contoh nyata di sekolah. Misalnya, guru sebaiknya tidak merokok di sekolah.

Kartono mencontohkan bentuk konkret lainnya adalah penerapan aturan yang melarang penjualan rokok di kantin sekolah. ''Saya sarankan, materi bahaya rokok disampaikan sedini mungkin. Idealnya, dari mulai taman kanak-kanak hingga sekolah menengah,'' katanya.

Pertimbangan penting yang mendasari harus dimasukkannya materi bahaya rokok dalam proses belajar, yakni sifat alamiah anak yang mudah meniru. Kartono mengungkapkan pula, intervensi industri rokok terhadap perokok pemula sangat tinggi dan kontinu.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir, juga memandang perlunya materi soal bahaya rokok, masuk dalam paket perkuliahan. ''Berarti, ini harus terintegrasi dengan lainnya, seperti dalam bela negara ataupun wawasan kenegaraan."

Menurut Nasir, pematerinya harus merupakan pakar di bidangnya, yaitu ahli kesehatan. Dia menambahkan, dunia kampus harus bisa terhindar dari rokok. Di sisi lain, kata dia, kampus perlu menyediakan tempat khusus bagi para perokok, sehingga mereka tidak merokok di sembarang tempat.

Kalau hal seperti ini tak diterapkan, kampus jelas tidak akan sehat. Untuk perusahaan rokok yang memberikan bantuan pendidikan, Nasir meminta mereka tidak memasang iklan rokok di kampus. "Tidak boleh pasang iklan rokok, kalau bantuan ya silakan," katanya.

Sehari sebelumnya, Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menegaskan, sudah mendesaknya kebijakan memasukkan bahaya rokok dalam kurikulum pendidikan. Jadi, para pendidik bisa menjelaskan dampak buruk rokok kepada anak didiknya.

Materi tentang bahaya rokok bisa dikenalkan sejak jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Untuk tingkat pendidikan sekolah dasar, materi dapat disampaikan secara lebih ringan. Penjelasan lebih terperinci bisa di SMP hingga SMA.

Mengajarkan soal bahaya rokok kepada siswa sekolah mampu mencegah munculnya perokok pemula. Berdasarkan data Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), jumlah perokok muda dari usia 10 tahun - 14 tahun terus bertambah.

Pada 2001, jumlah perokok usia 10 tahun - 14 tahun tercatat sebanyak 1,9 juta orang. Pada 2010, jumlahnya meningkat hingga mencapai 3,9 juta orang. Bila terus dibiarkan tanpa ada upaya menghambat lahirnya perokok pemula, jumlahnya kian membengkak.

Bonus demografi

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mendukung pemerintah menaikkan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Dalam konteks ini, pemerintah harus menyelamatkan generasi muda dari jerat rokok.

Dahnil, yang berbicara dalam diskusi "Ada Rente di RUU Pertembakauan dan Industri Rokok", Kamis (25/8) siang, di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, mengatakan, pemerintah mestinya mampu memanfaatkan bonus demografi dengan banyaknya usia produktif.

Agar bonus demografi ini rusak, menurut Dahnil, pemerintah haruslah mempersulit generasi mudanya untuk merokok. ''Ini penting karena rokok bisa mengakibatkan sakit, dan akhirnya membuat produktivitas generasi muda menurun,'' katanya, seperti dilansir laman resmi Muhammadiyah.      rep: Dian Erika Nugraheny, Wilda Fizriyani, Sri Handayani, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement