Kamis 03 Mar 2016 14:00 WIB

Clinton-Trump Saling Berhadapan

Red:

FLORIDA - Hillary Clinton dan Donald Trump mendulang kemenangan besar di Super Tuesday, masing-masing di tujuh negara bagian. Setelah bertarung di 11 negara bagian, peluang mereka kian terbuka menjadi wakil partainya dalam pemilu presiden 8 November 2016.

Clinton dari Partai Demokrat dan Trump dari Republik bahkan kini telah saling menganggap satu sama lain sebagai rival di pemilu presiden. Hal itu misalnya ditandai dengan dipilihnya Negara Bagian Florida untuk menyampaikan pidato kemenangan mereka pada Selasa (1/3) malam.

Florida selama ini dianggap sebagai kunci kemenangan bagi seorang calon presiden dalam pemilu. Sebab, di negara bagian itu banyak pemilih mengambang. Maka, siapa saja yang mampu membujuk pemilih mengambang, dialah yang bakal menjadi kampiun.

Pada 15 Maret mendatang, Clinton akan bertarung dengan rivalnya, Bernie Sanders, di Florida untuk memperebutkan 214 delegasi. Bila ia mampu mendapat dukungan maksimal di Florida dan negara bagian lainnya dalam dua pekan, tiket calon presiden sudah di tangan.

Berbicara di hadapan pendukungnya di Miami, Florida, Clinton berlaku seakan telah menjadi calon resmi dari Demokrat. Ia hanya berbicara singkat mengenai rivalnya di Demokrat, Bernie Sanders. Di sisi lain, ia berbicara banyak soal pemilu presiden.

Lebih jauh, meski tak menyebut nama, dalam pidatonya Clinton menyerang sosok yang kemungkinan besar menjadi rivalnya di pemilu presiden, Trump. Ia menyatakan, Amerika sejahtera saat semuanya sejahtera dan Amerika kuat saat semua kuat.

''Kita tahu, semua pekerjaan harus dilakukan. Namun, kerja kita tidak untuk membuat Amerika kembali besar. Amerika tak pernah berhenti menjadi negara yang besar,'' kata Clinton. Ia menyindir pernyataan Trump yang bertekad membuat AS kembali menjadi negara besar.

Ia menekankan, negara harus bersatu dan meneruskan kemajuan yang telah dicapai Presiden Barack Obama. Dalam pidatonya itu, Clinton menentang sikap Trump yang selama ini banyak melontarkan kritik terhadap kebijakan-kebijakan Obama.

Dalam pidatonya di Palm Beach, Florida, Trump menunjukkan dirinya siap berhadapan dengan Clinton. Ia langsung merespons pidato mantan menteri luar negeri itu. Membuat Amerika kembali menjadi negara besar, jelas dia, lebih baik daripada membuat Amerika bersatu lagi.

Trump pun menegaskan, dirinya merupakan sosok pemersatu. ''Saya adalah pemersatu. Saya akan senang melihat Partai Republik dan semua orang bersatu. Saat kita bersatu, tak ada seorang pun yang mampu mengalahkan kita.''

Di Super Tuesday, pemilihan di 11 negara bagian pada hari yang sama, Clinton yang selama ini difavoritkan menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat menang atas rivalnya, Bernie Sanders, di tujuh negara bagian. Clinton juga menang di wilayah selatan yang dikenal sebagai basis pemilih Afro-Amerika dan menjadi pendukungnya.

Ia meraup kemenangan di Alabama, Georgia, Massachusetts, Tennessee,Texas, Virginia. Clinton juga mencatat kemenangan di Arkansas yang menjadi tempat ia bersama suaminya, mantan presiden AS Bill Clinton, merintis karier politik.

Di kubu Republik, Trump juga berjaya di wilayah selatan. Ia menang di Negara Bagian Alabama, Arkansas, Georgia, Massachusetts, Tennessee, Vermont, dan Virginia. Para pemilih di negara bagian tersebut mendukung ide Trump melarang Muslim masuk ke AS.

Dalam exit poll yang dilakukan ABC News terungkap, lebih dari 60 persen pemilih Partai Republik di lima negara bagian sebelah selatan mendukung ide Trump itu. Alabama dan Arkansas membukukan angka paling tinggi, yaitu 78 persen.

Selanjutnya adalah Tennessee dengan angka 72 persen, Texas 65 persen, dan Virginia 64 persen pemilih yang sepakat melarang Muslim memasuki AS. Trump sebelumnya diperkirakan menang di negara-negara bagian itu kecuali Texas.

Bakal calon presiden, baik dari Demokrat maupun Republik, berupaya menghimpun sebanyak mungkin delegasi untuk dibawa dalam konvensi Juli mendatang. Bakal calon presiden Republik sedikitnya harus memiliki 595 dari 1.237 delegasi untuk bisa dinominasikan.

Sedangkan, bakal calon dari Demokrat minimal mesti memperoleh 865 delegasi atau sekitar sepertiga dari 2.383 delegasi yang dibutuhkan untuk menjadi nomine.

Laman Aljazirah menyebut, di Super Tuesday, Clinton memperoleh 334 delegasi dan Sanders 145 delegasi. Jika memasukkan delegasi super, yakni pimpinan partai yang bisa menentukan pilihan calon presiden dalam konvensi, Clinton sekarang telah mampu menghimpun setidaknya 882 delegasi dan Sanders 232 delegasi.

Trump memenangi 139 delegasi di Super Tuesday, sementara pesaing beratnya, Ted Cruz, meraih 52 delegasi dan Marco Rubio 25 delegasi. Secara keseluruhan, Trump mengoleksi 221 delegasi, Crus 69, dan Rubio sebanyak 41 delegasi.

Di Super Tuesday, Bernie Sanders menguasai empat negara bagian. Ia memimpin perolehan suara di tempat asalnya, Vermont. Selain itu, ia juga mendapat suara mayoritas di Colorado, Minnesota, dan Oklahoma.

Sanders yang berharap menang di Massachusetts harus mengakui kedigdayaan Clinton di sana. Meski demikian, Sanders tak patah arang. Ia tetap akan bertarung dengan Clinton hingga akhir. Ia beralasan, masih ada 35 negara bagian yang belum melakukan pemilihan awal.

Ia juga berharap tentang Trump dan tidak menghentikan langkahnya. ''Kita tak akan membiarkan Donald Trump memecah belah kita,'' kata senator sosialis ini, didampingi oleh istri, anak, serta cucunya, di kota asalnya, Burlington, Vermont.

Dua pesaing Trump, senator Ted Cruz asal Texas dan Marco Rubio asal Florida, menegaskan akan tetap bertarung. Cruz menang di dua negara bagian, yaitu Texas dan Oklahoma. Sedangkan, Rubio mencatat kemenangan pertamanya, yakni di  Minnesota.

Rubio pun bertekad menyetop langkah Trump. ''Saya satu-satunya orang yang dapat menghentikan Donald Trump, menyatukan serta membesarkan Partai Republik,'' katanya dalam wawancara dengan Fox News.

Sikap muslim

Shamsi Ali, imam masjid di New York, mengatakan, kemenangan Trump memang mengejutkan. Apalagi, elite Partai Republik menyatakan ketidaksenangannya terhadap Trump, mulai dari karakter, pribadi, sejarah bisnisnya yang kelam, masalah keluarga, hingga sikap rasialnya.

Namun, yang lebih penting, jelas Shamsi, Trump tampaknya tidak punya konsep jelas tentang kepemimpinan politik. ''Umat Islam memang terusik, tapi hampir semua merasakan hal sama, khususnya kelompok minoritas, seperti Afro, Hispanik, dan Asia,'' katanya.

Shamsi optimistis kemenangan Trump bersifat sementara. Amerika juga sadar, jika orang seperti Trump memenangi pemilihan maka Amerika akan terisolasi dari dunia, khususnya dunia Islam, Asia, Amerika Latin, dan Afrika.

Bahkan, negara-negara Eropa sudah mengekspresikan ketidaksenangannya kepada Trump. Karena itu, Shamsi yakin Amerika akan membuat sejarah baru. Kemenangan Trump saat ini ia perkirakan memudahkan Hillary ke Gedung Putih.

Umat Islam, menurut dia, akan semakin solid secara politik dalam menggalang suara untuk mendukung calon yang bersahabat. ''Tentunya dalam hal ini, kalau tidak 100 persen, lebih dari 90 persen umat Islam akan memilih Clinton.''

rep: Lida Puspaningtyas ap/reuters ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement