Selasa 16 Feb 2016 14:00 WIB

Ada Tekanan Asing Soal LGBT

Red:
Anggota dalam Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Interseks (LGBTI) menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (17/5). Aksi ini dilakukan untuk memperingati Internasional Day Against Homophobia dan Transphobia.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Anggota dalam Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Interseks (LGBTI) menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (17/5). Aksi ini dilakukan untuk memperingati Internasional Day Against Homophobia dan Transphobia.

JAKARTA - Pemerintah mengungkapkan adanya tekanan dari lembaga-lembaga internasional terkait kampanye lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Diketahui pula, UNDP mengucurkan 8 juta dolar AS pada periode 2014-2017 untuk advokasi LGBT, termasuk di Indonesia.

"Memang tekanannya cukup besar untuk menyusupkan ide LGBT ke dalam implementasinya, bukan undang-undang," kata Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak Pribudiarta Nur, Senin (15/2).

Dia mencontohkan, pada 2015, kementerian menggalakkan upaya pencegahan perkawinan usia dini, khususnya pada perempuan di bawah usia 21 tahun. Saat itu, sebuah lembaga internasional mengajukan modul sebagai dukungan.

Namun, kata Pribudiarta, ternyata sebagian isi modul itu hanyalah kedok untuk kampanye propernikahan sesama jenis. ''Kita baca di dalamnya ternyata ada LGBT, ada modus LGBT,'' katanya. Kalau soal LGBT, jelas dia, belum bisa karena aturannya melarang.

Pribudiarta menyatakan, pihaknya tak sepakat dengan cara-cara yang ditempuh para pendukung perkawinan sesama jenis itu. Sejauh ini, ia menilai kampanye LGBT juga melanggar dua aturan, salah satunya yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dalam pasal 1 undang-undang itu, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Mereka juga melanggar Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Dalam undang-undang itu disebut soal reproduksi, sesuatu yang mustahil terjadi pada pernikahan sesama jenis.

''Tetap saja, pegangan kami dua undang-undang itu. Pemerintah pasti taat undang-undang," kata Pribudiarta. Ia menuturkan, sebenarnya sudah ada kajian tentang LGBT yang dilakukan kementerian bermitra dengan Universitas Indonesia pada 2015.

Namun, kajian itu sebatas mengumpulkan pendapat sejumlah kepala keluarga, tokoh agama, dan pelaku LGBT soal hubungan sesama jenis. Pendapat anak-anak yang diduga terdampak isu LGBT juga ada, tetapi jumlahnya belum tercatat.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan menegaskan, pemerintah tidak akan tunduk terhadap tekanan asing soal LGBT. ''Kita tidak pernah tunduk terhadap tekanan siapa pun. Kita ini selesaikan dengan cara kita," katanya.

Indonesia, jelas dia, tidak akan mengikuti jejak Brasil, negara berpenduduk mayoritas Katolik yang melegalkan perkawinan sesama jenis. ''Kita tidak mau seperti itu. Maka, dari sekarang kita harus sikapin betul, jangan sampai nanti seperti demikian," katanya.

Ia mengatakan, isu LGBT telah berada di depan mata dan tidak bisa dikesampingkan. Untuk itu, ia akan melakukan sejumlah pertemuan dengan berbagai lembaga keagamaan, termasuk Muhammadiyah, guna merumuskan kebijakan yang tepat untuk menangani isu tersebut.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta pemerintah tidak gentar menghadapi desakan dunia internasional agar Indonesia mendukung LGBT. Sikap tegas pemerintah merupakan salah satu langkah dalam menjaga kedaulatan Indonesia.

Hentikan program

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memanggil perwakilan UNDP di Indonesia soal dana untuk advokasi LGBT. Menurut dia, UNDP membantahnya dan mengaku tak tahu aliran dana untuk LGBT di Indonesia.

''Secara formal (UNDP) tidak (berikan dana). Mungkin diberikan oleh LSM," kata Kalla, di kantornya, kemarin. Ia menjelaskan, temuan aliran dana melalui LSM merujuk keterangan UNDP, tetapi belum diketahui nama LSM-nya.

Ia pun menegaskan, pemerintah meminta UNDP menghentikan program dukungan LGBT di Indonesia. "Iya, begitu keterangan dari UNDP itu, yang kemudian kita minta untuk jangan diteruskan. Hentikan itu program yang menurut kabarnya termasuk Indonesia."

Kalla menilai kelainan seksual yang terjadi pada LGBT merupakan masalah pribadi. Jadi, tak dibenarkan kalau menjadi gerakan untuk memengaruhi orang lain. ''Kalau itu urusan pribadilah. Tapi, kalau dia menyebarkan, pasti kita tidak setuju," kata dia.

Ia juga menyebut hukuman terhadap kaum LGBT di Indonesia belum setegas seperti hukuman di negara lain, contohnya Malaysia. Kalau di Malaysia, yang berbuat sodomi, gay, itu bisa masuk penjara. Di Indonesia belum ada kasus semacam itu. rep: Dessy Suciati Saputri/Hasanul Rizqa/c25, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement