Ahad 24 Jan 2016 19:15 WIB

LGBT Ancaman Serius

Red: operator
Ilustrasi kelompok LGBT.
Foto: AP/Albert Cesare
Ilustrasi kelompok LGBT.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Seluruh elemen masyarakat perlu bergandeng tangan untuk mencegah berkembangnya gaya hidup lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia. Para orang tua dan guru diingatkan untuk lebih peka terhadap perkembangan anak sebab gaya hidup LGBT sudah mulai mengancam anak-anak sejak dini.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Muhammad Nasir Djamil, mengatakan, gaya hidup LGBT merupakan ancaman serius bagi bangsa Indonesia. Ia menegaskan, LGBT tak boleh berkembang bebas dengan segala macam aktivitasnya. Apalagi, kata dia, komunitas LGBT disinyalir mulai melakukan penetrasi ke kampus- kampus melalui kelompok kajian atau diskusi-diskusi ilmiah.

"Ormas-ormas Islam diharapkan terus giat memberikan informasi dan penyadaran kepada masyarakat terkait permasalahan ini. Selain itu, juga harus proaktif berdialog dan mela - kukan pendekatan-pendekatan persuasif dengan setiap anggota masyarakat yang terlibat dalam kelompok LGBT," kata Nasir, Sabtu, (23/1).

Ia juga berjanji akan mengawal proses legislasi di DPR sehingga usaha untuk membendung pe nyebaran LGBT dan segala aktivitasnya yang merusak moral bangsa terus berjalan pada semua lini secara simultan. "Semua pihak harus berperan, menguatkan satu sama lain dengan posisinya masing-masing," ujar Nasir.

Pengasuh Pondok Pesantren Buntet Cirebon KH Ayip Abbas menilai, berkembangnya gaya hidup LGBT menunjukkan bahwa jiwa bang sa Indonesia sudah sakit. "Maraknya perilaku seksual menyimpang akibat salah satu dampak modernitas. Efek domino kebebasan nyeleneh yang diagungkan," tegasnya.

Kiai Ayip meminta agar ulama yang terjun ke politik kembali pada khitahnya memperbaiki umat. Orang tua dan guru, kata dia, harus lebih peka pada perkembangan anak sebab gaya hidup LGBT sudah menggerogoti anak-anak sejak dini. "Pendidikan di rumah kurang. Lalu, ditambahi sistem pendidikan yang amburadul, ya hancur generasi kita," cetusnya.

Ia juga mengkritisi tayangan televisi yang destruktif. Menurut dia, tayangan sinetron, musik, reality show, dan sejenisnya yang tak mendidik menjadi satu bagian yang berperan merusak generasi bangsa. "Fungsi KPI formalitas saja, tayangan televisi makin rusak. Tantangan orang tua sekarang lebih berat," ungkapnya.

Berdasarkan penelusuran Republika, penganut gaya hidup LGBT semakin berkembang pesat. Komunitas LGBT secara terang-terangan muncul di media sosial, salah satunya melalui Twitter. Bahkan, sudah mulai mengincar anak-anak usia SD dan SMP. Misalnya saja, akun @GaySDSMP memiliki 980 pengikut, akun @gaysmpbekasi pengikutnya mencapai 683. Bahkan, akun @SMAgay_jkt, jumlah pengikutnya mencapai 17 ribu.

Siska (nama samaran), mantan lesbi, menuturkan, gaya hidup LGBT sudah masuk ke dunia pelajar SMP dan SMA. Ia berharap orang tua dan pihak terkait mawas diri mencegah tersebarnya LGBT. "Lesbi dan LGBT penyebarannya lebih cepat dari narkoba. Cek saja ke lapangan, hampir tiap hari ada lesbi baru," tuturnya kepada Republika,Sabtu (23/1).

Hal senada juga diungkapkan Amel (nama samaran) yang juga seorang mantan lesbi. Menurut dia, penyebaran lesbi bukan lagi ke kampus, tapi sudah ke sekolah-sekolah. "Sudah naik tingkat, remaja sekarang bukan free sex lagi, tapi jadi LGBT. Salah satunya, lesbi."

Ustaz Erick Yusuf menilai, LGBT merupakan model gaul yang kebablasan. Menurut dia, gaya hidup LGBT itu berbahaya, se ma kin lama bisa jadi penyakit ko lektif. "Semestinya orang-orang yang mempunyai orientasi seks yang salah tersebut diberi penyuluhan. Baik lewat agama maupun lewat kejiwaan dengan intensif," tuturnya.

Para penganut LGBT terus berupa ya agar gaya hidup seperti itu dilegalkan. Menurut Ustaz Erick, upaya un tuk melegalkan LGBT harus dicounter, dibina, dan diberi edukasi yang intens mengenai informasi dam pak kerusakan yang akan ditimbulkan oleh LGBT. Jika perlu, kata dia, perlu segera dibuat payung hukum agar LGBT dilarang di Indonesia.

Pengamat pendidikan Mohammad Abduhzen mengatakan, harus ada mata pelajaran berisi sex education yang terintegrasi dengan mata pelajaran terkait. "Dalam sex education tersebut dijelaskan bagaimana nilai-nilai dan konsep kebudayaan yang kita anut," katanya.

Menurut dia, tantangan pendidikan saat ini bukan sekadar seks bebas, melainkan yang jauh lebih berat lagi, yakni seks menyimpang. "Orang tua dan guru harus disadarkan keberadaan ancaman ini, termasuk para pembuat kebijakan," kata Abduhzen. Ia menyebut arus LGBT atau seks menyimpang juga sudah dahsyat. rep: Dyah Ratna Meta Novia , Ahmad Islamy Jamil ed: Heri ruslan  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement