Rabu 02 Dec 2015 12:00 WIB

Menyambut Konser Indonesia Menyanyi Bimbo: Melintas Zaman, Merawat Keabadian

Red:

Dengan puisi aku bernyanyi

sampai senja umurku nanti...

 

Meski sebagian rambutnya sudah memutih, Muhammad Samsudin Hardjakusumah atau yang akrab dikenal sebagai Sam Bimbo masih tetap necis sekaligus gaya. Usia memang sudah 73 tahun. Anak sulung menak Sunda Hardjakusumah yang mantan wartawan ini terkesan selalu ringan menghadapi hidup. Bahkan, sesekali tak segan menertawakan dirinya sendiri.

 

"Iya, Kang Sam memang sudah kolot (tua). Tapi ya itu, kalau orang lain pada usia seperti ini sudah pensiun, Akang mah baru mulai kerja kantoran. Bayangkan itu, ya," selorohnya dalam sebuah perbincangan di sebuah pusat perbelanjaan di bilangan Pondok Indah, Jakarta, akhir pekan lalu.

 

Sam dengan riang hati kemudian menceritakan aktivitas barunya di kantor Kementerian Hukum dan HAM selaku anggota Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Pencipta dan Hak terkait. Bila dulu setiap kali bepergian di Jakarta selalu naik mobil, kini lebih memilih menumpang ojek motor. "Awalnya terasa menjadi orang bebal juga ketika di Jakarta karena macetnya luar biasa. Tapi, eh lama-lama kok dari bebal menjadi kebal," ucapnya.

"Tapi, tak apa-apalah meski kolot, lumayanlah, minimal masih sehat dan tentu gaya," kata Sam sembari tertawa berderai. Ucapan ini kemudian disahut celetukan istrinya yang kebetulan nama belakangnya yang merupakan nama mertuanya, sama dengan dia, Rubaah Samsudin. "Tapi, saya sebel dengan perutnya itu lho," sahut sang istri sambil menunjuk ke arah perut Sam.

 

Diledek begitu, Sam hanya membalasanya dengan senyum simpul sambil meraba lemak yang sedikit mulai menggelambir di perutnya. "Ya, maklum sudah kolot. Ini sih semacam tas pinggang," ujarnya ringan.

Bimbo yang dibentuk Sam bersama para saudara kandungnya, seperti Acil Darmawan Hardjakusumah (72 tahun), Jaka Purnama Hardjakusumah (68 tahun), serta pada pertengahan tahun 1970-an diperkuat saudara perempuannya Iin Parlina (63 tahun) memang terbilang grup yang tua alias kolot. Grup ini didirikan sekitar tahun 1967. Namanya yang mirip nama roti orang Meksiko disandangkan sesaat sebelum mereka tampil menyanyi di TVRI.

 

Menengok data sejarah itu, bila dihitung mundur, usia grup yang pada Kamis (17/12), pukul 20.00-22.00 WIB, di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki akan menggelar pentas bertajuk "Konser Indonesia Menyanyi Bimbo" jelas sudah akan mendekati setengah abad. Dan, dari perjalanan panjang melintasi kurun waktu lima dasawarsa itu, putra-putri Hardjakusumah ini telah menulis dan mendendangkan lebih dari 300 lagu yang terkumpul dalam puluhan album.

 

Hebatnya, tak hanya sekadar berkarya, banyak di antara lagu mereka menjadi lagu abadi yang hingga sekarang masih terus diperdengarkan ke publik. Bukan hanya lagu pop, karya lagu Bimbo merasuki berbagai jenis musik, mulai dari genre balada, latin, dangdut, hingga melayu. Temanya pun beragam, dari lagu tentang cinta, kritik sosial, lagu jenaka, kritik sosial-politik, nasihat agama atau religi, hingga bertema hubungan internasional (persoalan global).

Maka, di benak publik melekatlah lagu, seperti "Melati dari Jaya Giri", "Kumis", "Adakah Suara Cemara", "Tangan", "Bougenvile", "Tante Sun", "Sajadah Panjang", "Kisah 25 Nabi dan Rasul", "Ada Anak Bertanya pada Bapaknya", "Rindu Rasul", "Tuhan", "Aisyah Adinda Kita", "Lebaran Sebentar Lagi", "Selamat Datang Ramadhan", "Flamboyan", "Pacarku Manis", "Abang Becak", "Surat kepada Tuan Reagen dan Andropov", dan "Antara Kabul dan Beirut". Lagu-lagu itu terus diputar di setiap radio sampai sekarang.

Bahkan, pada masa 25 tahun terakhir, sosok Bimbo tiba-tiba melekat sebagai grup musik religi karena mereka menyanyikan lagu bertema Islami yang oleh Sam diberi sebutan lagu "kasidah". Akibatnya, setiap kali ada peringatan hari besar keagamaan Islam, misalnya Ramadhan, lagu mereka menyeruak ke berbagai rongga telinga publik. Ramadhan malah identik dengan bulan munculnya lagu kasidahnya Bimbo.

Uniknya lagi, bila lagu Islami hanya terbatas nasihat rohani, lagu kasidah Bimbo, misalnya "Sajadah Panjang", yang isinya sangat religius, menjadi lagu tema kampanye pemilihan presiden. Sedangkan, lagu "Rindu Rasul" yang bertema tentang kecintaan para pengikut Muhammad SAW, di banyak kesempatan didendangkan di gereja oleh para penganut Nasrani. Bukan hanya itu, lagu ini kerap menjadi lagu wajib dalam kompetisi paduan suara gereja se-Indonesia.

Penulis lirik lagu "Rindu Rasul", penyair Taufiq Ismail, mengatakan, lagu itu memang menggetarkan. Banyak orang yang tak kuasa membendung air mata ketika mendengarnya. Dan, bagi sang penyanyi, Iin Parlina, ketika diminta menyanyikan lagi lagu ini secara live, sering kali hanya mampu menyelesaikan nyanyiannya sampai pada bait kedua. Selebihnya, mulut dan kerongkongannya seperti tersedak atau terkunci. Dan, matanya bersimbah cucuran air mata.

 

…Berabad jarak darimu ya Rasul

seakan engkau di sini...

Cinta ikhlasmu pada manusia

bagai cahaya suarga...

Terkait begitu banyak lagu Bimbo yang menjadi lagu lagu sepanjang masa (evergreen), Sam mengatakan pada awalnya sama sekali tak terbayangkan. Semua ini, katanya, selain anugerah juga hasil kerja keras dan proses tawadhu dalam mengarungi masa hidup yang panjang.

 

Dalam soal ini, Sam mengaku semua hasil karya Bimbo merupakan buah kerja keras, doa, dan zikir sepanjang hayat. "Semua kesuksesan ini diawali dengan meledaknya lagu 'Melati dari Jaya Giri' karya Iwan Abdurachman yang direkam pada akhir 1960-an di Singapura," kata Sam kembali.

***

Terkait soal ide menuliskan lagu dan lirik, Sam mengatakan semua itu tak hanya hasil kerja satu atau dua orang, tapi berbagai pihak. Paling tidak selain orang tua, keluarga, ternyata ada peran dari tiga orang yang dianggap Bimbo sebagai gurunya.

"Ada tiga orang yang mejadi guru besar kami. Pertama, dalam soal menulis lirik guru itu adalah Taufiq Ismail. Kedua, dalam bidang semangat adalah Ramadhan KH. Ketiga, dalam bidang musik dan harmoni lagu adalah JFR Pattirane. Jasa mereka sangat besar kepada Bimbo," ujar Sam menegaskan.

Bukan hanya itu, kepada Pattirane malah ada catatan khusus. Mengapa? Sam mengatakan, selain sebagai pendeta Protestan yang ikhlas, dia juga guru musik yang sangat baik.

"Pada Pattirane kami diajar mengenal cara bernyanyi yang baik serta membikin harmoni musik. Ilmu Pattirane sangatlah dalam karena selain guru musik, dia adalah pencipta lagu hits, seperti 'Buka Pintu' yang pernah dipopulerkan Anneke Gronloh," kata Sam.

Akhirnya, setelah setengah abad mengarungi pasang surut, Sam mengaku tak ada lagi gundah menggelayuti benak penggawa Bimbo. Semua masalah telah dilewati dengan manis serta tak satu pun membawa penyesalan. "Di usia yang makin tua, kami terus bersyukur dan berzikir. Tuhan telah menganugerahi semua keindahan kepada kami," ungkap Sam yang juga merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dan pengikut tarekat Naqsabandiyah.

Ku ingat di malam itu

kau beri daku senyum kedamaian

mungkinkah akan tinggal kenangan

jawabnya tertiup di angin lalu.... N ed: nur hasan murtiaji

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement