Selasa 13 Oct 2015 13:00 WIB

PM Malaysia Bela Perusahaan Sawit

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA - Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak menilai perusahaan-perusahaan sawit tak berperan besar dalam kebakaran lahan yang menyebabkan kabut asap di Indonesia dan Malaysia. Dia menyalahkan ongkos pengerjaan lahan yang menurutnya terlampau mahal di Indonesia.

"Kami diberi informasi bahwa korporasi hanya bertanggung jawab atas tiga persen kebakaran," ujar Najib kepada sejumlah media Malaysia seusai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Ahad (11/10).

Menurut dia, kendati warga Malaysia ikut terdampak kabut asap, negara itu tak akan melakukan upaya hukum terhadap korporasi yang diduga ikut menyebabkan kebakaran lahan. Hal tersebut, kata Najib, bergantung komitmen Pemerintah RI menjalankan penegakan hukum.

Najib juga mengatakan, kebakaran lahan turut dipicu mahalnya biaya pembersihan lahan kebun sawit. Hal itu, kata PM Malaysia, mendorong pekerja-pekerja dan petani sawit menggunakan cara tebang dan bakar yang ujung-ujungnya berakibat pada kebakaran lahan.

"Kenyataannya, membuka lahan tanpa menebang dan membakar bisa lebih mahal 40 kali lipat," kata Najib. Menurut dia, praktik yang dilakukan secara meluas tersebut, ditambah kemarau panjang akibat El Nino, menyebabkan kebakaran lahan berlangsung lama.

Dalam kesempatan yang sama, Najib Razak mengungkapkan dalam pertemuannya, Presiden Joko Widodo mengatakan amat malu dan tertekan perihal asap yang menjangkau sebagian Asia Tenggara. Najib juga mengatakan kepada awak media, betapa Presiden Jokowi menyatakan penyesalan atas apa yang menimpa Malaysia lantaran 'kiriman' kabut asap dari Indonesia. "Secara tak langsung, beliau (Presiden RI) menyatakan permintaan maaf dan memahami, bahkan mengaku dalam tekanan dan malu," ucapnya.

Ia juga mengkritisi rencana pemerintah mengantisipasi kebakaran lahan dengan kanalisasi. Menurut dia, cara tersebut bakal memakan waktu lama. Ia mengusulkan, Pemerintah Indonesia meniru Malaysia yang membangun sumur-sumur tabung di lahan gambut guna mencegah kebakaran.

Najib berkunjung ke Indonesia dan menemui Jokowi pad Ahad (11/10) guna merampungkan pembentukan Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOP). Kedua negara juga sepakat membuat Standar Global Baru Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan.

Presiden Jokowi menuturkan, kedua negara juga sepakat untuk membangun zona ekonomi hijau (GEZ). Selanjutnya, akan dibangun sebuah kawasan industri yang terkait sawit dengan nilai tambah serta memproduksi produk bahan bakar ramah lingkungan.

Jokowi tak menerangkan soal penyesalannya terkait kasus asap yang ia sampaikan ke Najib Razak. Meski begitu, ia mengiyakan soal kabut asap menjadi salah satu topik pembicaraan. ''Diharapkan ke depan juga menjadi kesepakatan kita untuk tangani asap di lapangan,'' kata Presiden.

Berkebalikan dengan pandangan Najib, sejumlah LSM pegiat lingkungan hidup mengatakan perusahaan-perusahaan adalah salah satu penyebab utama kebakaran hutan. Direktur Eksekutif Sawit Watch Jefri Saragih mengatakan, sampai September lalu, lebih dari seribu titik api yang berasal dari area perkebunan sawit di seluruh Indonesia. Menurut Jefri, penyebab utama naiknya jumlah titik api setiap tahunnya adalah minimnya keseriusan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk mengelola perkebunan mereka secara berkelanjutan.

Sedangkan peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR), Herry Purnomo, menilai investasi besar-besaran perusahaan sawit di Indonesia memicu kebakaran hutan dan lahan. Selain perusahaan lokal, investor juga datang dari Malaysia dan Singapura.

Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti kemarin mengungkapkan, penetapan dua perusahaan asing sebagai tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan lahan. "Dua perusahaan ini, satunya berasal dari Malaysia dan satu lagi dari Tiongkok," ujarnya di Kantor Kemenko Polhukam, kemarin.

Selanjutnya, katanya, kepolisian akan melakukan penyidikan lebih intensif terhadap kedua korporasi asing tersebut guna memperdalam informasi terkait motif pembakaran hutan tersebut. Ia menambahkan, satu perusahaan dari Singapura kini sedang diselidiki kepolisian, terkait keterlibatannya pada kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra dan Kalimantan.

Badrodin mengatakan, sejauh ini terdapat 12 perusahaan yang sudah ditetapkan menjadi tersangka kasus karhutla di Sumatra dan Kalimantan. Dari jumlah itu, empat kasus yang sudah lengkap berkasnya dan tinggal menunggu penelitian dari pihak penuntut umum.

Dari total 244 laporan yang diterima Polri, sebanyak 26 laporan masih diselidiki dan 218 laporan masuk dalam proses penyidikan. Dari 218 penyidikan, terdapat 113 penyidikan perorangan dan 48 penyidikan perusahaan, kemudian ada 57 korporasi yang sudah P21 (berkas dinyatakan lengkap oleh jaksa).

Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, tak semua perusahaan asal negara tetangga melakukan pembakaran.  "Tidak semuanya pasti. Ndak juga saya belum tahu datanya, bahwa ada bisa saja ya, saya tidak bisa mengatakan begitu," kata Kalla.

Meski begitu, ia menegaskan masalah kebakaran lahan juga merupakan masalah negara tetangga yang terkena dampaknya. "Jangan lupa, (asap) ke sana kan karena angin, kita tidak bisa kontrol angin kan. Jadi supaya jangan kena harus sama-sama dong," ujar Wapres.

Menurut Kalla, diperlukan kerja sama ASEAN dalam menangani bencana kabut asap yang mencapai negara tetangga. Lebih lanjut, Indonesia juga akan bekerja sama dan memberikan bantuan apabila terjadi bencana di negara lain. n c14/c07/dessy suciati saputri/aldian wahyu ramadhan/antara ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement