Rabu 26 Aug 2015 14:00 WIB

Presiden: Uang Kita Masih Banyak

Red:

SURABAYA--Presiden Joko Widodo terus mendorong penyerapan APBN, APBD, dan dana BUMN untuk mengadang jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kepala Negara juga mengatakan, Bank Indonesia sudah berusaha keras menguatkan kembali rupiah lewat sejumlah instrumen moneter.

Begitu juga Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Keuangan didorong melakukan deregulasi besar-besaran, memotong izin agar lebih sederhana juga mengeluarkan regulasi penguatan finansial.

"Tetapi, kita juga harus sadar ini bukan hanya masalah internal. Tetapi juga ada faktor eksternal yang cukup banyak dan saling terkait dan memengaruhi," kata Presiden saat dikonfirmasi tentang dolar AS yang kini sudah Rp 14 ribu, di sela acara Munas IX MUI, Selasa (25/8).

Faktor eksternal ini, jelas Presiden, antara lain meliputi krisis ekonomi di Yunani, kenaikan suku bunga di AS, devaluasi Yuan di Cina, serta guncangan ekonomi lain negara lainnya. Presiden optimistis pemerintah bisa keluar dari situasi pelemahan rupiah dan pelambatan ekonomi ini.

Jokowi lalu memaparkan, negara masih memiliki anggaran yang cukup untuk menggairahkan perekonomian. Di APBN masih ada Rp 460 triliun lebih yang akan didorong untuk diserap lebih cepat, sedangkan dana APBD masih ada Rp 273 triliun. Presiden secara khusus sudah meminta para gubernur se-Indonesia untuk segera merealisasikan program pembangunannya.

Kemudian, di BUMN masih ada Rp 130 triliun yang segera dibelanjakan. "Uang kita masih ada dan banyak. Serapannya yang harus terus ditingkatkan," kata Presiden menegaskan.

Kepada swasta, Jokowi juga meminta agar berani melakukan terobosan. Hal ini semata-mata dilakukan agar jangan sampai ikut arus psikologis untuk mengikuti irama perlambatan ekonomi. "Oleh karena itu, saya juga minta berita-berita di media massa harus ikut menumbuhkan optimisme. Jangan memunculkan yang sebaliknya, pesimistis," kata Jokowi.

Pergerakan rupiah terhadap dolar AS pada Selasa belum juga menggembirakan. Rupiah bertarung menuju teritori Rp 14.100, tetapi ditahan oleh Bank Indonesia yang intervensi ke pasar. Rupiah akhirnya bertengger di posisi Rp 14.054 (Bloomberg) dan di posisi Rp 14.067 (Jisdor).

Sementara, indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Selasa berhasil ditutup menguat 1,56 persen atau 64,77 poin ke level 4.228,501. Penguatan didorong oleh kenaikan penjualan dari indeks saham sektoral yang mayoritas menguat setelah pada Senin indeks rontok cukup dalam akibat tekanan bursa Cina.

Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, lemahnya pertumbuhan ekonomi  dan loyonya nilai tukar rupiah yang merosot hingga di kisaran Rp 14 ribu per dolar AS bukan berarti Indonesia diambang krisis. Menurut dia, kondisi ekonomi nasional saat ini sangat jauh jika dibanding 1998.

"Kondisi masih terkendali, tidak krisis, bahkan jauh dari krisis," kata Bambang Brodjonegoro seusai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda jawaban pemerintah atas pandangan umum fraksi-fraksi DPR terhadap RUU tentang APBN 2016 beserta nota keuangannya di Gedung Nusantara II Jakarta, Selasa.

Menkeu menjelaskan, saat terjadi krisis 1998, pertumbuhan ekonomi berada di angka minus 14 persen. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi pada semester I 2015 masih berada di kisaran 4,7 persen. Ia menambahkan, ketidakstabilan ekonomi yang terjadi saat ini disebabkan gejolak ekonomi eksternal.

Sehari sebelumnya, Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan (XI) DPR Fadel Muhammad mengingatkan pemerintah dan BI bahwa situasi rupiah saat ini mirip dengan situasi menjelang krisis ekonomi 1998. Menkeu menambahkan, "Pemerintah dan Bank Indonesia tidak pernah berdiam diri untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah."

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, bank sentral sudah melakukan berbagai uji ketahanan terkait rupiah dan cadangan devisa. Dengan situasi ini, Perry mengklaim cadangan devisa 107 miliar dolar AS cukup untuk menstabilkan rupiah. Alternatif lain dari bank sentral adalah melakukan mekanisme bantuan cadangan devisa dengan negara lain lewat bilateral swap.

Dana asing

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengakui, salah satu faktor lain yang memengaruhi melempemnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah dana asing di dalam negeri. Darmin menilai ekonomi Indonesia memang rentan sejak dulu. "Kita sudah rentan kalau soal kurs. Ya karena terlalu besar dana asing di dalam ekonomi kita," jelas Darmin, Selasa.

Darmin menjelaskan, lemahnya perekonomian nasional dipicu oleh dana asing yang masuk ke Indonesia terlalu besar. Ia mencontohkan, dalam instrumen Surat Utang Negara (SUN) porsi asing bisa mencapai 38 persen. Instrumen yang sama di Malaysia dan Thailand porsi asingnya hanya mencapai sekitar 15 persen.

Pengamat ekonomi Yanuar Rizky mengatakan dampak dari pelemahan rupiah akan berimbas ke tiga faktor, yaitu konsumsi dan daya beli masyarakat, investasi, dan APBN.

"Poinnya adalah karena struktur barang kita dari impor," ujar Yanuar. Saat dolar AS menguat tentu akan membuat harga-harga naik, dan kalau harga naik akan ada persoalan di daya beli masyarakat.

Praktisi pasar valuta asing, Farial Anwar, mengatakan, pelemahan rupiah kemungkinan besar masih akan berlanjut dan belum ada tanda-tanda berhenti. "Orang lebih memilih pegang dolar. Itu yang menjadi problem," kata dia. n c03/binti sholikah/antara ed: stevy maradona

KUTIPAN

Saya berpesan deregulasi besar-besaran. Apa (aturan) yang bisa kita sederhanakan, kita sederhanakan. Apa yang menghambat (ekonomi) kita potong.

Presiden Joko Widodo

Manajemen krisis harus diberlakukan. Jangan underestimate dan jangan terlambat. Apalagi pasar dan pelaku ekonomi mulai cemas.

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement