Jumat 29 May 2015 13:43 WIB

FIFA Jadi Institusi Kriminal

Red:
FIFA
Foto: EPA/STEFFEN SCHMIDT
FIFA

PARIS -- Detail mengenai masifnya indikasi korupsi dan suap yang dilakukan para petinggi Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) mulai menyeruak selepas penangkapan sejumlah petingi FIFA pada Rabu (27/5) dinihari. Pihak penegak hukum Amerika Serikat (AS) dan Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) menyatakan bahwa korupsi di tubuh FIFA sudah membudaya.

"Ini menunjukkan sekali lagi, korupsi sudah membudaya di FIFA," kata Sekjen UEFA, Gianni Infantino, seperti dilansir Sky Sports, Kamis (28/5). Ia menegaskan, UEFA menginginkan perubahan kepemimpinan FIFA selekasnya.

Total sebanyak sembilan pejabat tinggi FIFA dan lima eksekutif media olahraga dijadikan tersangka oleh kejaksaan AS. Mereka diduga terlibat suap dan korupsi bernilai total 150 juta dolar AS yang merentang selama 24 tahun.

Pengungkapan itu menyusul penangkapan sejumlah petinggi FIFA di sebuah hotel di Zurich, Swiss, pada Rabu (27/5). Selain itu, kepolisian Swiss juga mengumumkan tengah menginvestigasi dugaan suap penentuan negara penyelenggara Piala Dunia 2018 dan Piala Dunia 2022.

Jaksa Agung AS, Loretta Lynch, menyatakan, FIFA saat ini telah berubah menjadi perusahaan kriminal. "Dan hari ini kita mengeluarkan kartu merah untuk FIFA," kata Weber, seperti dilansir CNN.

Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) James Comey mengungkapkan, di antara kasus yang disidik adalah dugaan suap senilai 10 juta dolar AS yang menghasilkan ditunjuknya Afrika Selatan sebagai penyelenggara Piala Dunia 2010. Selain itu, disidik juga dugaan pemberian dana senilai 40 ribu dolar AS untuk petinggi FIFA dalam pemilihan presiden FIFA pada 2011.

Dalam paparan yang disampaikan kejaksaan AS dan FBI, tercantum juga dugaan suap terkait hak siar dan pemasaran untuk kualifikasi Piala Dunia dan kompetisi lainnya. Dalam kasus itu, satu petinggi FIFA bisa menerima suap senilai 10 juta dolar AS.

Atas penangkapan sejumlah petinggi FIFA, Presiden FIFA Sepp Blatter menyambuat baik proses investigasi yang dilakukan AS dan Swiss. "Kami memahami banyak kekecewaan, dan peristiwa hari ini akan berdampak pada cara orang melihat kami," kata Blatter dalam pernyataan resmi kemarin.

Dari dalam negeri, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengapresiasi penangkapan petinggi FIFA. Ia berharap, hal serupa juga bisa diterapkan pada pengurus asosiasi sepak bola yang melakukan korupsi di Indonesia.

Panaskan hubungan

Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin menuding AS telah bertindak di luar yurisdiksinya terkait penangkapan. "Ini adalah upaya sangat jelas dari AS untuk melebarkan yusrisdiksinya ke negara lain," kata Putin dalam pernyataan yang disiarkan di berbagai televisi Rusia, kemarin.

Menurut Putin, AS hanya berupaya melengserkan Presiden FIFA Sepp Blatter dari posisinya saat ini. Blatter adalah salah satu yang mendukung Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018.

Sedangkan media sayap kiri Israel, Haaretz, menautkan penangkapan dengan keputusan UEFA menolak tuntutan Palestina yang meminta Israel diskors dari keanggotaan FIFA. Keputusan soal gugatan Palestina tersebut sedianya diambil dalam kongres akhir pekan ini.

Palestina meminta FIFA menskors Israel karena menghambat pergerakan pemain Palestina secara bebas. Selain itu, Asosiasi Sepak Bola Palestina menilai, penyelenggara kompetisi sepak bola di Israel diskriminatif terhadap pemain Palestina.

Haaretz melaporkan bahwa hanya beberapa jam setelah penangkapan, ketua delegasi Israel untuk kongres FIFA, Ofer Eini, menemui sejumlah pimpinan asosiasi sepak bola di Warsawa, Polandia, guna mengamankan posisi Israel di FIFA. Upaya itu setidaknya berbuah dukungan dari UEFA.

Avi Luzon, anggota Dewan Eksekutif UEFA yang juga hadir di Warsawa mengatakan, UEFA akan membela Israel jika Palestina tetap meneruskan gugatannya. Ia juga mengungkapkan bahwa pertemuan di Warsawa mengindikasikan bahwa nasib Israel tak perlu ditentukan melalui pemungutan suara. n c04/c80/c89/dessy suciati saputri/reuters ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement